Kubayar Lunas Tantangan Maduku

Ririn melihat dirinya sendiri dengan ke dua matanya, pria yang masih berstatus sebagai suami, lebih memilih mengganggu wanita lain dibandingkan Afif yang sudah dikabarkan kritis oleh seorang perawat. Apalagi tadi, Ririn mendengar percakapan antara Sultan dan suster. Pria itu sudah tahu konsisi Afif, tapi masih juga memilih meninggalkannya.

 

Ibu mana yang tak sakit, kala anaknya yang tengah desah di dekatnya ditinggalkan oleh orang yang sangat diinginkan kehadirannya. Seseorang yang namanya terus saja dipanggil dan dipanggil-panggil karena Afif mengharapkan kehadiran sang papa di sisi anak kecil itu.

 

Tapi kenyataannya jauh dari harapan, pria itu berlari dengan cemas menemui wanita yang sudah mengahncurkan hati Ririn, hati anak-anaknya, terutama Afif yang sudah mulai mengerti masalah orang dewasa.

 

Ririn lalu menggeleng. Tangannya terkepal karena emosi. “Tidak, ini bukan saat yang tepat!”

 

Ia memilih tak peduli dan kembali berlari menuju kamar putra sulungnya dirawat. Apa maksudnya memikirkan dua orang yang tidak begitu penting untuknya? Afif sedang membutuhkan kehadirannya, setidaknya hanya Ririn yang bisa mengurus anak itu sekarang. Menjaga, melindungi dan memberi cinta atas pengkhianatan sang papa.

 

Kaki-kaki Ririn terus berlari meninggalkan lobi pintu lain menuju ruangan di mana anaknya dirawat.

 

“Ta! Lewat sini!” seru suster yang sejak tadi mengiringi Ririn. Wanita yang tahu seluk beluk rumah sakit itu, berinisiatif membawa orang tua pasiennya untuk melalui jalan terdekat mencapai tujuan mereka.

 

Ririn mengangguk. Percayalah begitu saja. Lalu bergerak mengikuti wanita berpakaian putih-putih tersebut tanpa ragu-ragu. Sesekali suster yang juga wanita biasa, melirik ke arah ibu Afif. Ia bisa merasakan sakit Ririn –wanita yang belum lama diselingkuhi suami, dengan orang kepercayaannya sendiri.

 

Itulah sebabnya, wanita bersuami tidak boleh membiarkan wanita lain dan memberi ruang untuk bisa berinteraksi secara intens dengan suaminya. Tak peduli, jika dia tak tampak lebih baik dari istri sah. Namun, interaksi yang lama, tanpa ada masalah emosi seperti yang dialami dengan pasangan, akan membuka celah lain untuk merasakan kenyamanan dari wanita itu.

 

Suster bergidik membayangkan. Bahkan wanita terbaik Ririn yang kerap dipuji suaminya di medsos pun diselingkuhi, aapalagi dirinya yang bukan siapa-siapa. Konon, malah Ririn ini yang berada di sisi Sultan saat pria itu miskin dan sesak napas karena penyakitnya. Dan sekarang, mereka malah dikabarkan telah bercerai.

 

“Benar-benar suami tak tahu diri!” maki wanita yang memakai seragam perawat itu. Saking kesal memikirkan apa yang terjadi, dia keceplosan dan uring-uringan sendiri.

 

“Ya?” tanya Ririn tanpa mengurangi kecepatan langkahnya. Dia pikir wanita itu sedang mengajaknya bicara, tapi karena fokus pada Afif dia jadi tidak mendengarkannya.

 

“Ah, tidak. Ta.” Suster itu baru sadar bahwa dia telah keceplosan bicara.


Ririn hanya mengiyakan dan tak mempedulikan itu untuk sekarang. Meski ia punya feeling bahwa wanita di sampingnya itu tengah mengomentari kehidupannya. Namun, apa gunanya menanggapi? Sesuatu yang hanya menambah perih hatinya dan mengalihkan perhatian yang seharusnya ia curahkan ke pada putranya.

 

Sesampai di kamar Afif, suster itu pun memberi komando ke pada wanita yang tengah hari-harinya tengah dihiasi kesedihan itu.

“Silakan, Bu. Tunggu di sini.” Suster memberi tahu agar Ririn tetap berada di depan pintu dan tidak masuk sampai ia memberi tahu dokter.

 

Meski sangat ingin masuk, Ririn menahan diri dan berdiri sambil mengusap kaca di mana ia bisa melihat ke dalam. Di mana dokter dan asistennya tengah melakukan banyak hal tindakan untuk pasien yang tak ia mengerti. Tak ada gerakan dari tubuh kecil anaknya yang terbaring di atas ranjang. Pikirannya makin tak menentu saja karena itu.

 

“Bertahanlah, Afif. Maafkan mama, Nak. Mama yang salah. Mama yang egois. Tolong bertahan kali ini saja …,” ratapnya seolah putranya yang sedang tak sadarkan diri di dalam sana bisa mendengar.

 

‘Ya Tuhan, hamba mohon. Ampuni hamba. Sembuhkan putraku, Tuhan. Jangan mengambilnya sekarang. Ambil saja nyawaku yang tak berharga ini.’ Wanita itu kini memanjatkan pinta dalam hati. Menyadari betapa kebodohan dan dosanya telah membawa rasa sakit untuk sang anak.

 

Ririn menyesal. Andai sejak awal dia bertahan, tidak meluapkan apa yang dirasa hatinya dengan cara bodoh dengan menghabisi harga diri suaminya yang berselingkuh. Dan juga tak membiarkan Sultan diam-diam pergi dari rumah, pasti setidaknya Afif masih memiliki sang papa di sisinya.

 

Meski tak semestinya berandai-andai untuk sekarang, Ririn merasa keegoisannya telah merenggut kebahagiaan anak-anak. Entah, bagaimana apa dia akan bisa memaafkan dirinya sendiri andai Afif tak tertolong.

 

Air mata yang sudah penuh di pelupuk mata sedari tadi kini membanjiri pipi. Dia pikir, ujian terberat dan paling menyakitkan, adalah saat mengetahui pengkhianatan suami, tapi ternyata hatinya seribu kali lebih sesak melihat anaknya tak sadarkan diri seolah sedang meregang nyawa. Ia rela menggantikan nyawa Afif andai saja bisa.

 

Saat dokter ke luar … untuk menemui Ririn, wanita itu tanpa sadar langsung duduk bersimpuh, meraih tangannya dan menggenggamnya erat-erat sambil menangis.

 

“Dokter … tolong selamatkan anak saya. Tolong Dok ….”

 


"Bu, maafkan saya."


"Ap -apa maksud Dokter? Kenapa minta maaf?!"


______


 

“La …!” panggilan itu tertahan, saat tiba-tiba terlintas di pikiran Sultan apa yang bisa terjadi ke depan jika dia nekad menemui Lala sekarang.

 

Saat di mana perempuan cantik yang telah sah menjadi istri mudanya itu berada di tengah-tengah orang banyak. Bahkan perempuan itu sedang menjadi pusat perhatian. Keberadaannya di lobi seperti magnet yang memaksa tatapan semua orang mengarah ke pada perempuan yang berpenampilan stylish tersebut.

 

Sultan menghela napas berat. Jika dia memaksa, semua semakin runyam dan karier ke depan akan semakin hancur. Padahal, untuk sekarang … dia sudah melihat cahaya saat Ririn mengatakan mau rujuk. Memulai dari awal dan memperbaiki semuanya. Ya, semua belum terlambat. Meski tadi istri pertamanya sempat mengatakan membatalkan keinginan untuk rujuk, tapi bagi Sultan yang sudah mengenal luar dalamnya Ririn, merasa ini belum keputusan final dan dia masih bisa membujuknya nanti.

 

Kaki Sultan benar-benar berat untuk maju, tak peduli seberapa Lala terlihat tersiksa di depan sana. Pria itu kembali menarik napas dalam-dalam. Karena tiba-tiba akal sehatnya mengingatkan, bahwa dia tak punya pilihan selain mengabaikan Lala.

 

“Maafkan aku, La,” lirih Sultan. “Ini juga demi masa depan kita,” sambungnya kemudian sembari membalik badan dan meninggalkannya dan mengambil kesempatan untuk berada di sisi Ririn dan Afif putranya. Menarik garis start untuk memperbaiki semua hal yang sempat ia rusak.

 

“Deh, tolong masuk ke lobi. Lala sedang dibully. Tolong bawa dia pergi dari sana,” pesannya ke pada seseorang di ujung telepon selagi kakinya melangkah menuju tempat di mana Afif dirawat sekarang. Dia tahu, karena Ririn mengirim pesan berkali-kali dari semalam. Untung saja, ia tak mengikuti kemauan Lala untuk memblokir nomor Ririn, dengan begitu saat ibu dari tiga anak Sultan tersebut memberikan info masih bisa dijangkau oleh ponselnya.

 

__________________

 

 

“Dokter … tolong selamatkan anak saya. Tolong Dok ….”

 

“Maafkan saya, Bu.”

 

“Ma-maaf? Ap-apa yang terjadi ke pada anak saya, Dok?” tanyanya Ririn terkejut melihat bagaimana dokter merespon permintaannya sebagai seorang ibu yang tak mau kehilangan anaknya.

 

Yah, tak masalah jika dia diselingkuhi dan ditinggalkan Sultan. Ririn akan berusaha ikhlas dan melupakannya, tapi dia tak akan pernah sanggup kehilangan putra yang sangat dia cintai melebihi cintanya kepada nyawa sendiri.

 

“Kami sudah berusaha semampu kami.” Dokter mengucap dengan raut wajah kecewa.

 

Yah, saat mereka gagal, setelah berusaha keras melakukan tindakan, melakukan segala tindakan alteratif lain juga saat tindakan-tindakan sebelumnya gagal untuk pasien. Namun ternyata takdir tidak juga mengamini usaha mati-matian mereka, Dokter pun kecewa. Dia tahu, bahwa ada orang-orang yang menunggu dengan cemas di luar kamar pasien, mengharap keajaiban kesembuhan pasien.

 

Apa mau dikata? Bahkan nyawa pasien yang mati-matian ia perjuangkan, bukanlah haknya memberi hidup.

 

Ririn mengalihkan tatapan ke arah ranjang pasien di dalam sana. Melihat tak ada lagi gerakan, apalagi rengekan dari mulut anak berusia sebelas tahun kala memanggil papanya. Hanya itu yang Ririn ingat, saat di mana Afif menginginkan sang papa, bukan mengeluhkan sakitnya meski tubuhnya panas dan menggigil karena demam.

 

Dan sekarang … tubuh anak itu kaku dan tertutupi seluruhnya dengan kain berwarna putih di atasnya.

 

“Tidakkk!” teriak Ririn menggeleng berkali-kali menolak ucapan Dokter yang serupa belati mengiris-ngiris jantung hingga lebur. Tubuhnya lemas. Meski begitu, ia memaksa dirinya untuk masuk sambil menangis.

 

Suster yang tadi bersamanya tak bisa diam saja seperti yang lain kala tak tahu apa yang harus dilakukan kecuali diam sebagai ungkapan berkabung. Sedang suster itu, ikut menangis dan berusaha menenangkan Ririn dan memegangi dua bahunya agar bangun.

 

Namun, Dokter menguatkan tekad kepala. Melihat itu… sang suster menyerah. Sedikit menjauh dari tubuhnya, berbalik dan ikut menangis. Sudah banyak ia melihat pemandangan seperti ini, saat-saat di mana seseorang kehilangan keluarganya yang sakit dan meninggal di atas kasur pasienitannya.

 

Hanya saja… kali ini rasanya berbeda. Dia bukan hanya sedih ikut dan hancur. Namun, juga sangat marah karena situasi yang ibu pasien hadapi sendirian. Suami yang seharusnya menyayangi dan melindungi, justru menjadi badai dalam kehidupan wanita itu dan anak-anak mereka.

 

Diseka air mata yang tiba-tiba keluar menderas. Suster yang merawat Afif itu tak tahan dan berlari ke luar, untuk menumpahkan air mata tanpa perlu menahan-nahannya lagi.

 

“Afif…Nak…! Bangun, Nakkk!” Kini Ririn sudah memeluk tubuhnya dalam posisi berjongkok. Disingkap kain penutup di atas ranjang tak peduli apa untuk melihat wajah sang anak.

 


Bersambung......


Sudah tamat di Aplikasi KBM

Judul : Kubayar Lunas Tantangan Maduku 

Penulis: wafafarha93


(***)