Korupsi Masih Merajalela di Indonesia

Korupsi, sebagai sebuah isu yang telah mengakar dalam struktur pemerintahan di banyak negara, kembali memenuhi pusat perhatian ketika melibatkan sumber daya alam yang krusial bagi keberlangsungan lingkungan. Baru-baru ini Indonesia telah digemparkan dengan kasus korupsi tambang timah, yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak besar pada lingkungan hidup.


Pelepasan kerugian sebesar Rp 271 triliun akibat korupsi di sektor pertambangan timah, merupakan sebuah angka yang mencengangkan. Namun, lebih dari sekadar angka, yang patut menjadi sorotan adalah dampak nyata yang dirasakan oleh lingkungan hidup dan masyarakat sekitar. Korupsi tambang timah tidak hanya mencuri sumber daya alam yang seharusnya menjadi kekayaan bersama, tetapi juga mencuri kesehatan dan kehidupan yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara.


Korupsi tambang timah, khususnya dalam kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022, telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi lingkungan hidup. Menurut ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, kerugian kerusakan hutan di Bangka Belitung (Babel) mencapai Rp271 triliun, termasuk kerugian dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan.


Dalam pernyataannya, Bambang menjelaskan perhitungan kerugian lingkungan akibat korupsi ini secara rinci. “Di hutan kawasan sendiri, kerugian lingkungan ekologisnya mencapai Rp157,83 triliun, ekonomi lingkungannya Rp60,276 triliun, dan biaya pemulihannya sekitar Rp5,257 triliun. Total kerugian hutan kawasan ini mencapai Rp223.366.246.027.050,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Senin (19/2/2024).


Pernyataan tersebut menjadi bukti nyata betapa besar dampak korupsi tambang terhadap usus lingkungan. Menurut mereka, teori yang digunakan untuk mengkaji dampak lingkungan dari kasus ini sejalan dengan konsep Kerugian Lingkungan, yang menyatakan bahwa kerugian lingkungan mencakup aspek ekologi dan ekonomi yang timbul akibat kerusakan sumber daya alam.


Dalam konteks ini, kerusakan lingkungan mengacu pada hilangnya fungsi-fungsi ekosistem yang mengatur siklus udara, udara, dan nutrisi. Sedangkan kerugian ekonomi lingkungan mencakup nilai-nilai ekonomi dari layanan ekosistem yang hilang, seperti penyerapan karbon, penyediaan air bersih, dan keanekaragaman hayati.


Ketika kita melihat kerugian sebesar Rp271 triliun akibat korupsi dalam tambang timah, kita sebenarnya sedang melihat bagaimana sumber daya alam yang seharusnya menjadi aset bersama bagi keberlangsungan hidup, telah dirampas oleh tindakan-tindakan yang tidak bertanggung jawab. Untuk itu, penting bagi pemerintah dan pihak terkait agar tidak hanya fokus pada aspek ekonomi semata dalam menangani kasus korupsi tambang timah. Perlunya pertimbangan mendalam terhadap dampak jangka panjang terhadap lingkungan, kesehatan masyarakat, dan keinginan sumber daya alam menjadi hal yang esensial.


Menyadari dampak yang sangat merugikan dari kasus korupsi tambang timah, perlu disadari bahwa tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan hidup lingkungan hidup tidak hanya terletak pada pemerintah atau pihak terkait semata. Masyarakat pun memiliki peran yang sangat penting dalam mengawasi dan mendukung upaya perlindungan lingkungan.


Pada saat ini, kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam mengawasi kegiatan pertambangan dan menuntut transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam sangatlah penting. Pendidikan dan penyuluhan mengenai pentingnya pelestarian lingkungan juga perlu ditingkatkan, sehingga masyarakat lebih peka terhadap ancaman dan kerusakan lingkungan yang mungkin timbul akibat praktik-praktik eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.


Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan sektor swasta juga menjadi kunci dalam mengatasi masalah korupsi dan perlindungan lingkungan. Pembentukan kebijakan yang berpihak pada perusakan lingkungan, pengawasan yang ketat terhadap praktik-praktik penambangan yang berpotensi merusak lingkungan, serta insentif bagi perusahaan yang berkomitmen pada praktik pertambangan yang bertanggung jawab, adalah langkah-langkah yang perlu diambil secara bersama-sama.


Dengan demikian, kasus korupsi dalam pengelolaan tambang timah tidak sekedar menjadi isu hukum atau ekonomi, tetapi juga menjadi isu lingkungan yang memerlukan solusi holistik dan kolaboratif dari berbagai pihak terkait. Menyadari pentingnya teori Kerugian Lingkungan dalam mengukur dampak kerusakan, tindakan-tindakan yang diharapkan yang diambil selanjutnya dapat menjadi langkah konkret dalam menjaga kehancuran lingkungan hidup bagi generasi mendatang.


Penulis: Sheril Dribisce Azis, Mahasiswa S2 Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat


(***)