Zhang Fei: Guntur yang Mengguncang Medan Perang, Sumpah Persaudaraan, dan Warisan Darah yang Terukir Hingga Akhir Tiga Negara
Oleh: Gandy Wibisono, disarikan dari novel Kisah Tiga Negara, karya resmi Luo Guanzhong
Zhang Fei adalah salah satu tokoh paling berani dan kuat dalam sejarah Tiongkok, terutama dalam kisah Romansa Tiga Kerajaan. Ia lahir sekitar tahun 167 Masehi di wilayah Zhuo, Tiongkok Utara (sekarang Hebei). Dari muda, Zhang Fei dikenal sebagai pemuda yang luar biasa kuat, temperamen berapi-api, dan berjiwa bebas. Ia berasal dari keluarga kaya dan memiliki latar belakang pedagang, tetapi jiwa tidak pernah tertarik pada kehidupan tenang sebagai pedagang. Ia lebih tertarik pada kekuatan dan petualangan, mengasah kemampuan dalam bertarung.
Pertemuan dengan Liu Bei dan Guan Yu
Di kota Zhuo, Zhang Fei bertemu dengan Liu Bei, seorang keturunan keluarga kerajaan Han yang sederhana, serta Guan Yu, seorang pendekar yang juga memiliki sifat gagah dan setia. Yang ketiga segera menyadari bahwa mereka memiliki tujuan yang sama: menegakkan keadilan dan melindungi rakyat dari memilih. Mereka pun memutuskan untuk bersumpah setia sebagai saudara di bawah pohon persik, berjanji untuk hidup dan mati bersama, berjuang demi kebenaran tanpa saling bertahan hidup. Zhang Fei adalah yang paling muda di antara ketiganya, tetapi semangat dan keberaniannya menjadikannya pelindung yang berani bagi saudara-saudaranya, terutama bagi Liu Bei.
Keberanian dan Ketangguhan Zhang Fei di Medan Perang
Sejak bergabung dengan Liu Bei dan Guan Yu, Zhang Fei menunjukkan keterampilan dan keberanian luar biasa dalam berbagai pertempuran. Senjata andalannya adalah Zhang Ba She Mao (????), sebuah tombak panjang yang dikenal sebagai "Tombak Ular Bermata Delapan." Tombak ini beratnya sekitar 50 jin (30 kg), sangat besar dan sulit dikendalikan. Namun, Zhang Fei memegangnya dengan mudah, membuat musuh-musuhnya ngeri dan kagum pada kekuatan yang luar biasa.
Zhang Fei memiliki kekuatan yang begitu besar hingga mampu menghadapi pasukan besar seorang diri. Salah satu pertempuran paling terkenal adalah ketika ia menahan jembatan Changban seorang diri untuk memberi waktu bagi Liu Bei dan rakyatnya melarikan diri dari pasukan Cao Cao. Di atas jembatan itu, Zhang Fei berteriak, "Siapa yang berani menantang Zhang Fei?" Teriakannya yang keras dan penuh semangat menyebabkan pasukan Cao Cao gentar, bahkan beberapa jenderal ketakutan dan memilih mundur tanpa berani mendekat. Salah satu jenderal, Xiahou Jie, begitu terkejut mendengar teriakan Zhang Fei hingga ia terjatuh dari kudanya dan meninggal seketika. Peristiwa ini menunjukkan ketakutan mendalam yang ditimbulkan Zhang Fei pada musuh-musuhnya.
Zhang Fei juga memiliki pertempuran besar melawan pasukan Sun Quan. Meskipun Sun Quan adalah penguasa wilayah Wu yang kuat, pasukannya juga merasa gentar menghadapi kekuatan dan keberanian Zhang Fei. Di medan perang, Zhang Fei tidak hanya menyerang dengan senjata, tetapi juga menggunakan suara yang kuat dan keberaniannya untuk mengintimidasi lawan-lawannya. Ia dikenal sebagai prajurit yang tak terkalahkan, dihormati dan ditakuti oleh teman maupun lawan.
Akhir Hidup yang Tragis
Namun, sifat Zhang Fei yang temperamental dan kasar juga sering menjadi masalah. Ia dikenal sebagai pemimpin yang keras dan seringkali kejam terhadap prajurit bawahannya. Ia memiliki standar disiplin yang tinggi, tetapi sering kali melampiaskan kemarahannya secara berlebihan, bahkan sampai melakukan penandatanganan terhadap para prajurit yang dianggapnya tidak memenuhi harapannya. Hal ini menimbulkan kebencian dan ketakutan di kalangan keadaan bawahannya sendiri.
Di akhir hidupnya, setelah kematian Guan Yu, Zhang Fei sangat terpukul dan bertekad untuk membalas kematian saudara angkatnya itu. Ia memerintahkan prajurit-prajuritnya untuk segera bersiap, tetapi dua anak buahnya, Fan Qiang dan Zhang Da, merasa marah dan takut terhadap cara Zhang Fei memperlakukan mereka. Di malam hari sebelum keberangkatan mereka, Fan Qiang dan Zhang Da masuk ke tenda Zhang Fei dan membunuhnya saat ia tidur. Kepala Zhang Fei kemudian dipenggal oleh kedua pengkhianat itu sebagai bukti kepada Sun Quan.
Kepala Zhang Fei akhirnya mengirim ke Liu Bei sebagai bentuk penghinaan dari pihak musuh. Liu Bei sangat terpukul dan marah atas kematian Zhang Fei, saudara angkat yang telah berjuang bersama selama bertahun-tahun. Dalam hati, Liu Bei tahu bahwa sikap keras Zhang Fei terhadap anak buahnya telah menyebabkan kematian, tetapi ia tetap menghormati Zhang Fei sebagai saudara dan pahlawan. Ia kemudian memberikan upacara pemakaman penuh kehormatan bagi Zhang Fei, meratakan kehilangan sahabat dan pelindung setianya.
Warisan Zhang Fei
Zhang Fei dikenang bukan hanya sebagai prajurit yang luar biasa kuat dan berani, tetapi juga sebagai sosok yang penuh dengan kelemahan manusiawi. Kesetiaannya kepada Liu Bei dan persaudaraannya dengan Guan Yu adalah inti dari kepribadiannya. Keberaniannya di medan perang, serta kemampuan untuk membuat musuh-musuhnya gemetar hanya dengan suaranya, menjadikannya salah satu tokoh yang paling dikenang dalam sejarah Tiongkok. Namun, kematian yang tragis juga menjadi pelajaran, menunjukkan bahwa keberanian harus disertai kebijaksanaan, dan kekuatan harus disertai dengan kerendahan hati.
Zhang Fei tetap menjadi salah satu simbol kesetiaan dan keberanian di dunia Tionghoa, sosok yang mewakili semangat untuk berjuang demi saudara dan tanah airnya, meski terkadang terlalu terbawa oleh kemarahannya sendiri.
Setelah kematian tragis Zhang Fei, warisannya tetap hidup melalui anak-anaknya, yang berperan besar dalam menjaga kehormatan dan nama besar keluarga mereka dalam sejarah Tiga Kerajaan. Zhang Fei memiliki dua anak laki-laki dan satu anak perempuan, yang masing-masing memiliki warisan keberanian dan semangatnya.
Zhang Bao: Penerus Semangat Sang Ayah
Zhang Bao adalah putra pertama Zhang Fei dan merupakan pewaris langsung dari keberanian dan keterampilan bertarung sang ayah. Mewarisi postur tubuh yang besar dan kuat seperti Zhang Fei, Zhang Bao tumbuh menjadi seorang prajurit yang gagah berani. Ia dikenal setia pada pamannya, Liu Bei, dan berjuang demi kerajaan Shu.
Setelah Zhang Fei meninggal, Zhang Bao bertekad untuk membalas dendam ayahnya serta menjaga kehormatan keluarganya. Bersama Guan Xing, putra Guan Yu, Zhang Bao menjadi salah satu pilar kekuatan Shu yang sangat dihormati, terutama setelah kematian generasi pertama pendiri kerajaan tersebut. Guan Xing dan Zhang Bao, yang keduanya adalah putra para jenderal legendaris, bertempur berdampingan dan menciptakan ikatan persaudaraan yang kuat, meneruskan sumpah persaudaraan ayah mereka.
Namun, Zhang Bao tidak hidup lama. Ia meninggal saat masih muda akibat penyakit saat bertugas di medan perang. Kehilangan Zhang Bao menjadi pukulan berat bagi Shu, karena ia adalah salah satu pemimpin muda yang sangat potensial. Meskipun ia tidak meninggalkan keturunan, Zhang Bao dihormati dan dikenang sebagai prajurit yang melanjutkan semangat dan menghormati sang ayah.
Zhang Shao: Penerus Terakhir
Putra kedua Zhang Fei adalah Zhang Shao (juga dikenal sebagai Zhang Zun), yang memiliki peran penting dalam pemerintahan Shu setelah kematian sang ayah dan kakaknya. Zhang Shao tidak bertengkar atau sehebat Zhang Bao dalam pertempuran, tetapi ia mewarisi kesetiaan ayahnya dan bertugas dalam administrasi serta membantu mengelola urusan pemerintahan.
Di bawah Kaisar Liu Shan (putra Liu Bei), Zhang Shao berperan sebagai pejabat yang setia dan berusaha menjaga stabilitas pemerintahan Shu, meskipun berada dalam periode yang sulit. Meskipun bukan seorang prajurit yang berada di garis depan seperti ayah dan saudaranya, Zhang Shao tetap menjaga nama baik keluarga Zhang dan melayani Shu hingga akhir.
Putri Zhang Fei : Sang Permaisuri Shu
Putri Zhang Fei, yang namanya tidak tercatat dalam sejarah, memainkan peran yang tidak kalah penting dalam berkelanjutan Shu. Ia menikah dengan Liu Shan, putra Liu Bei yang menjadi kaisar Shu setelah kematian ayahnya. Dengan demikian, putri Zhang Fei menjadi permaisuri di kerajaan Shu dan memiliki peran penting dalam menjaga hubungan antara keluarga Liu dan Zhang.
Permaisuri ini dikenal sebagai seorang wanita yang cerdas dan setia, mewarisi sifat-sifat ayahnya dalam hal ketegasan dan keberanian. Meskipun detail kehidupannya tidak banyak tercatat dalam sejarah, putri Zhang Fei diyakini juga menjaga kestabilan pemerintahan Shu serta mendampingi Liu Shan di masa-masa sulit, terutama ketika Shu mengalami tekanan besar dari negara Wei.
Akhir dari Dinasti Shu dan Warisan Keluarga Zhang
Meski anak-anak Zhang Fei berperan penting dalam mempertahankan Shu, kerajaan itu pada akhirnya tidak mampu bertahan dari tekanan luar. Shu jatuh ke tangan Wei pada tahun 263 M, dan kaisar Liu Shan menyerah. Keturunan Zhang Fei tetap dikenang sebagai keluarga yang setia dan berani, yang tidak hanya memperjuangkan kehormatan mereka tetapi juga melanjutkan perjuangan ayah mereka demi persatuan Tiongkok.
Warisan Zhang Fei hidup dalam legenda Tiga Kerajaan, sebagai sosok yang kuat, berani, dan setia. Kisahnya, bersama anak-anaknya yang ikut berjuang demi Shu, menjadi lambang semangat keberanian dan pengabdian keluarga Zhang. Keturunannya mungkin tidak semuanya berkuasa atau sehebat dirinya di medan perang, tetapi mereka semua menjaga kehormatan keluarga dan tetap setia pada kerajaan hingga akhir hayat.
(***>
.