RORO MENDUT
Dikisahkan kecantikan Rara Mendut telah memukau semua orang, dari Adipati Pragola penguasa Kadipaten Pati, sampai termasuk juga Tumenggung Wiraguna ("Wiroguno", dalam bahasa Jawa), panglima perang Sultan Agung dari kerajaan Mataram yang sangat berkuasa saat itu. Namun Rara Mendut bukanlah wanita yang lemah. Dia berani menolak keinginan Tumenggung Wiraguna yang ingin memilikinya. Bahkan dia berani terang-terangan untuk menunjukkan kecintaannya kepada pemuda pilihannya yang lain, Pranacitra ("Pronocitro", dalam bahasa Jawa).
Tumenggung Wiraguna yang murka dan iri kemudian mengharuskan Rara Mendut untuk membayar pajak kepada kerajaan Mataram. Rara Mendut pun harus berpikir panjang untuk mendapatkan uang guna membayar pajak tersebut. Sadar akan kecantikannya dan keterpukauan semua orang terutama kaum lelaki kepadanya, akhirnya dia tiba pada sebuah cara untuk menjual rokok yang sudah pernah dihisapnya dengan harga mahal kepada siapa saja yang mau mengakuinya. Dikisahkan bahwa Rara Mendut dan kekasihnya Pranacitra akhirnya mati bersama demi cinta mereka.
Bahwa ;
Roro Mendut ketika berjualan rokok linting-nya, dengan lem dari jilatan lidah-nya, menggambarkan telah dikenalnya potensi "perempuan dalam pemasaran", bahkan pada zaman kerajaan Jawa abad ke-17. Di sisi lain, persetujuan Rara Mendut diperistri oleh Tumenggung Wiraguna yang notabene adalah seseorang yang kaya dan berkuasa, menampilkan adanya "sifat kemandirian perempuan Nusantara" yang telah ada, meskipun tidak umum, pada saat babad tersebut ditulis. Satu hal yang perlu mendapat perhatian dari kisah Roro Mendut adalah bahwa tidak semua hal dapat diperoleh dengan mengandalkan kekuasaan.
(***)