KEMELUT DI PANGGUNG SEJARAH (Sejarah Leluhur Kerajaan Majapahit Seri Ke 4)

KEMELUT DI PANGGUNG SEJARAH

 (Sejarah Leluhur Kerajaan Majapahit Seri Ke 4)


Oleh : Nanang Sutrisno 

Admin Majapahit Bumi Wilwatikta 


Akuwu Tumapel Tunggul Ametung : Cinta ini Membunuhku


Dukacita atas nama cinta. Sebuah lagu dari D” Masif berjudul 'Cinta Ini Membunuhku,' syairnya kurang lebih menceritakan seseorang yang perasaannya 'terbunuh' karena cinta yang tumbuh di harinya.


Di dunia nyata, banyak orang yang benar-benar dihilangkan karena cinta, disini dihilangkan dalam arti kata yang sebenar-benarnya. Antara lain adalah AkuwuTunggul Ametung yang memiliki nama asli Mahisa Pulung. Laki-laki pilih tanding ini memimpin Pakuwon Tumapel yang terletak di daerah Lawang, Malang.


Pakuwon Tumapel merupakan daerah istimewa, karena bukan bawahan kadipaten, melainkan bertanggung jawab langsung kepada raja Kadiri. 


Tunggul Ametung, Mahisa Wulangan, Gubar Baleman, dan Mpu Gandring adalah orang-orang kepercayaan Prabu Kertajaya yang memiliki nama asli Dandang Gendis.


Setelah sekian lama mengabdi kepada Raja Kadiri, Prabu Kertajaya, dan selalu berhasil menyelesaikan tugas untuk menghalau musuh-musuh kerajaan Kadiri, akhirnya Tunggul Ametung yang dilahirkan di Kalangbrat Tulungagung tersebut diberikan jabatan Akuwu di Tumapel.


Menghancurkan musuh dan mengumpulkan pajak untuk kerajaan, adalah tugas yang dibebankan kepada Tunggul Ametung, dan dia selalu berhasil melampaui tuasnya tersebut, tentu saja hal ini membuat perasaan Prabu Kertajaya senang.


Meskipun rakyat Tumapel harus menanggung penderitaan yang berkepanjangan karena pajak yang selalu meningkat. Mantri Pamajekan menjalankan tugas di lapangan yang dikenal sangat ganas dan jauh dari rasa kemanusiaan, tidak peduli rakyat sedang sengsara dan dalam kondisi sulit, rakyat tetap diwajibkan membayar pajak jika perlu melakukan upaya paksa.


Untuk memastikan hasil kinerja para petugas Mantri Pamajekan di lapangan, Tunggul Ametung seringkali melakukan blusukan ke desa-desa di wilayahnya. Selain untuk kepentingan tersebut, jauh di hati yang terdalam, sesungguhnya dia punya maksud yang lain, yaitu berburu perempuan untuk melampiaskan kesenangannya selama ini.


Ketua Bidang Manuskrip Badan Kebudavaan Nasional Provinsi Jawa Timur (BKN-JATIM), Nanang Sutrisno, melakukan kegiatan penelitian terkait kegiatan blusukan raja-raja dan pembesar lainnya saat ini.


“Kisah penculikan Dewi Sinta oleh Rahwana dalam Ramayana, dan kisah lahirnya Hanoman juga Batara Kala merupakan contoh imbas lain dari kegiatan blusukan yang dilakukan oleh raja dan dewa-dewa,” kata Nanang Sutrisno.


Saat itu, Tunggul Ametung, melakukan peninjauan di sekitar wilayah Wetaning Kawi (Timur Gunung Kawi) yang merupakan wilayah tanggung jawabnya. Sampai di Desa Panawijen, perhatiannya tertuju pada seorang perempuan muda cantik jelita, berbadan tinggi langsing semampai.


Dia sedang menenteng keranjang berisi bunga campur, hendak menuju candi pamujan untuk sembah hyang. Keberadaan sosok perempuan cantik tersebut tentu saja mengundang tanya bagi Tunggul Ametung, terus didekatinya dan ditanyai jati diri perempuan rupawan itu.


Saat Tunggul Ametung mendekat, semakin terlihat jelas wajahnya yang berbentuk oval, rambutnya tercium bau harum minyak cem-ceman, dan dari kulit yang berwarna kuning langsat mengeluarkan wangi lulur rempah-rempah.


Dengan menunduk, Ken Dedes memperkenal diri kepada laki-laki berpakaian ksatria yang berdiri dihadapannya itu 'Hamba Ken Dedes, Putri Mpu Purwa Pemimpin Agama Kasogatan di Panawijen ini'.


Ada perasaan berkecambuk di dada Tunggul Ametung, begitu Ken Dedes menyebutkan bahwa dirinya adalah putri pemimpin agama Kasogatan/ Budha, golongan agama yang dimusuhinya selama ini.


Perang batinpun terjadi, Tunggul Ametung sudah terjebak cinta pada pandangan pertama pada Ken Dedes. Cinta lokasi terjadi pada gadis Panawijen tersebut.


 Akhirnya, Tunggul Ametung dengan terus terang mengatakan bahwa dia jatuh cinta dan ingin membawa pulang, serta menjadikan Ken Dedes permaisuri di Tumapel.


Ken Dedes tentu saja terkejut atas pernyataan tiba-tiba tersebut. Sebagai putri seorang pemimpin agama yang sejak kecil sudah diajari sopan santun dalam berbicara dan bergaul, Ken Dedes tahu apa yang harus dilakukan untuk melakukan penolakan secara bijak.


“Tunggu ayah saya Mpu Purwa pulang dari Sembah Hyang,” begitu jawab Ken Dedes, ramah. 


Karena ada perang batin, ditambah nafsu yang memuncak, akhirnya Tunggul Ametung mengambil sikap nekat untuk melarikan diri putri Mpu Purwa tersebut, bahkan Tunggul Ametung sempat melakukan Rudapaksa.


Dan Ken Dedes hanya bisa menangis dan bersedih menyesali nasibnya, harga dirinya sebagai seorang brahmani jatuh, berserakan laksana bunga setaman untuk sembayang yang dibawanya dalam keranjang bertebaran di sepanjang jalan bebatuan.


Pembuatan Paradara dan Rudapaksa yang dilakukan oleh Tunggul Ametung bisa dijatuhi hukuman pidana mati, hal ini sesuai yang diatur dalam Kitab Hukum Kutaramanawa Darmasastra, sesuai bunyi prasasti Canggu bertahun 1358 Masehi.


“Di dalam hukum positif Indonesia, Penculikan diatur dalam pasal 333 KUHP dan ancaman hukumannya 3 tahun pidana penjara, sementara penipuan diatur dalam pasal 477 KUHP dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara,” jelas Nanang Sutrisno, yang juga berprofesi sebagai penasehat hukum ini.


Mpu Purwa mengutuk keras kejadian kriminalisasi tersebut, Laki-laki tersebut sampai mengeluarkan supata/ kutukan yang berisi hukuman mati tertusuk keris bagi yang terlihat dalam peristiwa terkutuk, jauh dari kelayakan dan kepatutan, serta rasa kemanusiaan. Kutukan ini akhirnya terbukti.


Tunggul Ametung dan Kbo Ijo yang terlibat dalam penculikan ini harus dibunuh tertikam keris yang sama yaitu Keris Gandring. 


Ada pantun Melayu yang berbunyi 'Jalan-jalan ke Kota Paris, Banyak orang berkumpul baris, biar mati di ujung keris, asal dapat Ken Dedes yang cantik nan manis'.


Andai saja Tunggul Ametung pernah membaca atau mendengar pantun ini, mungkin dia akan berpikir ulang untuk melakukan perbuatan yang tercela itu. Tapi jalan ceritanya tidak begitu, Tunggul Ametung tetap memilih takdirnya sendiri, yaitu mati di ujung keris karena seorang perempuan. cintanya pada Ken Dedes benar-benar membunuh.


Di Tumapel Ken Dedes hanya bisa menangis pasrah dan mengunci kamar berhari-hari lamanya. Namun seiiring perjalanan waktu, perempuan cantik itu mau tidak mau harus menerima kenyataan bahwa dia dan Tunggul Ametung adalah suami istri, karena upacara pernikahan telah digelar meriah dan dipaksakan oleh para pemuka agama.Dan Tunggul Ametung berusaha untuk selalu memanjakan istrinya tersebut.


Namun balas dendam adalah balas dendam, Ken Dedes menunggu waktu yang tepat untuk membalas dendam kesumatnya kepada Tunggul Ametung itu. Dan Ken Dedes telah menyimpan rapat-rapat di dalam hatinya yang paling dalam.


Hari-hari pun berlalu, kebahagiaan Tunggul Ametung terasa lengkap, setelah menjadi seorang ayah atas Anusapati, semata putra wayang yang terlahir dari rahim Ken Dedes. Mereka sepakat untuk menjadikan anak tunggal kelak mereka sebagai putra mahkota pewaris Pakuwon Tumapel.


Namun tanpa disadari oleh Tunggul Ametung bahwa dendam kesumat yang bercampur kutukan atas perbuatan yang dilakukan masa lalu itu sudah saatnya harus ditunaikan.

 

Melalui sosok Ken Angrok, seorang pengawal istana, yang dulu pernah ditolongnya keluar dari masa lalu yang hitam pekat. Kini menjelma menjadi malaikat pencabut nyawa bagi Tunggul Ametung.


Ya, Ken Angrok adalah mantan penjudi, pencuri, dan merangkul itu ternyata memiliki hasrat untuk memperistri Ken Dedes, dan menguasai Pakuwon Tumapel. Akhirnya Tunggul Ametung yang berarti Tongkat Pemukul itu, berhasil dihabisi riwayatnya oleh Ken Angrok yang namanya memiliki arti pendobrak, dengan menggunakan keris sakti buatan Mpu Gandring.


Pararaton mengkisahkan bahwa Tunggul Ametung terbunuh di kamar tidurnya saat bersama Ken Dedes, sebenarnya permaisurinya itu tahu bahwa Ken Angrok lah pembunuhnya, tetapi putri Mpu Purwa itu memilih diam, karena bayangan perlakuan Tunggul Ametung dimasa silam dan cintanya yang terukir indah bersama Ken Angrok.


Pembunuhan atas nama cinta benar-benar nyata. Namun ternyata rangkaian pembunuhan karena balas dendam kesumat itu tidak berhenti sampai disini, karena masih ada pembunuhan-pembunuhan lain di kalangan Wangsa Rajasa.


Masih ada nama-nama lain, misalnya. Kebo Ijo, Ken Angrok, Anusapati, dan Mapanji Tohjaya, mereka juga dibunuh oleh keris yang sama,dan motif pembunuhan yang sama yaitu balas dendam kesumat.

(***)