Kedatangan Orang Ternate ke Filipina & Asal-Usul Munculnya Kota Ternate di Filiphina



Sekitar akhir tahun 1662, Garnisun Spanyol membawa setidaknya 200 orang relawan Mardica dari Pulau Ternate di Maluku. Mereka bakal dilibatkan untuk membantu melawan bajak laut Koxinga dari China di Manila.


Melalui sebuah perjanjian yang dicetus Gubernur Jenderal Spanyol, Manrique de Lara, para Mardica Ditempatkan di Barra de Maragondon. Karena serangan Koxinga tidak terjadi, Mardica mendapat amanat untuk menangkis serangan Moro yang kerap menyerang wilayah itu.


Orang-orang Mardica ini tidak kembali ke Maluku. Mereka memilih menetap dan berasimilasi dengan penduduk lokal.


Pada masa itu, Ternate di Maluku mengalami gejolak dan peperangan yang melibatkan Portugis, Spanyol, dan Kesultanan Ternate yang akhirnya memasuki masa kehancuran karena intervensi Belanda pada abad ke-19.


Dalam perkembangannya, para Mardica menamakan Ternate sebagai identitas perkumpulan mereka untuk menghormati tanah kelahiran mereka di Maluku. Dialek keseharian, selain dengan Tagalog, mereka menggunakan variasi bahasa Spanyol yang dikenal dengan Chabacano.


Ternate kiwari merupakan sebuah kotamadya kelas 4 di Provinsi Cavite, Filipina. Kota ini terletak di tepi timur Semenanjung Cavite, menghadap Teluk Manila atau sekitar 19 km dari ibu kota provinsi dan 56 km dari Metro Manila. Kota ini mencakup 4,7 persen atau 5.993 hektare luas daratan provinsi, dengan medan terjal dan sebagian besar tutupan vegetasi berupa hutan.


Wilayah ini sebelumnya dikenal dengan Barra de Maragondon, Merujuk pada letaknya di sekitar muara Sungai Maragondon.


Topografi Ternate secara umum berbukit-bukit. Medannya sebagian besar bergunung-gunung dengan 70 persen wilayahnya memiliki kemiringan 18-30 persen. Wilayah kemiringan umum secara berbukit-bukit hingga agak landai, dan pada sebagian wilayah curam hingga rata-rata curam. Tutupan vegetasi di kawasan ini sebagian besar berupa hutan.


Seiring berjalannya waktu, Mardica mampu mengumpulkan dana dan membangun organisasi, gereja, sekolah, dan balai penghakiman pada tahun 1850.


Warsa 1863, Ternate menjadi kotamadya merdeka dan memisahkan diri dari Maragondon.


Saat ini, Ternate adalah kota yang berkembang pesat dengan ekonomi yang beragam. Pada sensus 2010, Ternate berpenduduk 19.297 jiwa dengan jumlah rumah tangga 4.044 jiwa, jumlah penduduk perkotaan 4.373 jiwa, dan jumlah penduduk perdesaan 14.924 jiwa.


Kotamadya memiliki kepadatan yang rendah, dan pada sensus 2020 jumlah penduduk Ternate sebesar 24.653 jiwa pada tahun 2020.


Setiap wilayah di Ternate dibagi kembali secara politis menjadi 10 Barangay (desa, distrik) dan setiap Barangay terdiri dari beberapa Purok (zona).


Kota Ternate kini terkenal dengan industri perikanan, pertanian, dan pariwisata. Ternate juga merupakan rumah bagi beberapa situs bersejarah seperti Benteng San Agustin dan Gereja Santo NiƱo.


Ternate juga terkenal dengan sarana dan prasarana pariwisata serta memiliki delapan pantai/resor, termasuk landmark bersejarah, Pulau Batu yang dikenal dengan nama El Fraile atau Benteng Drum.


Pada tanggal 28 November 1975, Ternate termasuk dalam deklarasi Zona Wisata Pertama di Filipina sehingga kota ini cukup diandalkan sebagai pemasok devisa negara.


Beberapa lokasi wisata danal termasuk pantai, resor, dan bangunan bersejarah. Kota ini adalah bagian dari kawasan Metro Tagaytay dan dianggap sebagai kawasan wisata unggulan di Cavite, khususnya untuk wisata ekologi.


Selain itu, Ternate memiliki rencana pengembangan pesisir dan lokasi ekowisata. Garis pantainya yang membentang sepanjang 23 juta meter menjadi potensi untuk menyambut liburan musim panas.


Belum lagi luas hutan alaminya yang ditampilkan di seluruh barat daya kota seluas 4.000 hektar. Pemerintah melakukan kegiatan melarang apapun yang bersifat komersil di kawasan ini.


(***)