Cinta di Balik Asap Dapur



Di sebuah desa kecil yang asri, suara gemericik sungai dan kokok ayam menjadi penanda pagi. Di dapur kayu sederhana, Sari, gadis tercantik di kampung itu, tengah sibuk menyiapkan sarapan. Ia meniup pelan bara di tungku kayu bakar, aroma khas asap dan kayu menguar memenuhi udara. Di luar, suara burung bersahut-sahutan seakan mengiringi aktivitas pagi di desa.


Sari bukan hanya cantik, tapi juga cekatan. Senyumnya mampu membuat siapapun merasa nyaman. Namun, hatinya sejak lama tertaut di Bima, pemuda yang juga dikenal gigih dan sederhana. Bima sering membantu warga di ladang, dan kehadirannya tak pernah lepas dari perhatian Sari.


Suatu sore, Bima datang ke rumah Sari dengan membawa sebaskom penuh ikan hasil tangkapannya di sungai. "Ini untuk Ibu. Ikan segar dari sungai," katanya dengan suara pelan namun mantap.


Sari menyambutnya dengan pipi merona. "Terima kasih, Bima. Kau selalu ingat keluarga kami."


Hari-hari berlalu, dan perasaan keduanya semakin kuat. Namun, cinta mereka telah diuji. Pak Tohir, ayah Sari, ingin menikahkan remaja dengan seorang saudagar kaya dari kota. Mendengar kabar itu, Bima tak tinggal diam. Ia mendatangi Pak Tohir dengan keberanian yang selama ini terkubur.


"Pak Tohir, saya tahu saya bukan siapa-siapa. Tapi izinkan saya membuktikan bahwa saya bisa membuat Sari bahagia," dia dengan nada tulus.


Pak Tohir terkesan. Ia melihat kesungguhan Bima. "Kalau begitu, tunjukkan bahwa kau bisa memberikan yang terbaik untuk Sari. Buktikan bahwa cintamu lebih dari sekadar kata-kata."


Dua bulan berlalu, dan Bima bekerja keras. Ia memperluas sawahnya, menanam lebih banyak padi, bahkan membangun lumbung kecil. Hari itu, Bima datang lagi ke rumah Sari, membawa hasil jerih payahnya. "Pak Tohir, inilah bukti cinta saya. Saya tidak kaya, tapi saya punya tekad untuk membuat Sari hidup bahagia."


Pak Tohir akhirnya luluh. Ia merestui hubungan mereka. Hari pernikahan pun tiba, dan desa kecil itu dipenuhi aroma wangi masakan dari dapur kayu bakar. Penduduk desa bergotong royong memasak nasi, gulai ikan, dan sayur-mayur untuk pesta pernikahan mereka.


Sari dan Bima bersanding di pelaminan sederhana, diiringi tawa dan doa dari para tamu. Di tengah asap kayu yang mengepul, cinta mereka semakin abadi, seperti aroma nasi yang dimasak di tungku kayu bakar—hangat dan tak terlupakan.


(***)