Wayan Diana



Mantan pesepak bola Persebaya Surabaya dan Timnas Indonesia, Wayan Diana, mengenang salah satu kenangan manis selama berkarier di dunia sepak bola. Dalam sebuah cerita unik, ia pernah dilempar emasan oleh Agustinus Wenas, petinggi Niac Mitra, sebagai bentuk apresiasi atas perjuangannya bersama tim.


Momen Emas Bersama Niac Mitra 


Periode bersama Niac Mitra menjadi puncak karir Wayan Diana. Sebagai pemain generasi pertama, ia langsung dipercaya menjadi kapten tim, memikul tanggung jawab besar yang diembannya hingga meninggalkan klub tersebut.

Pada musim pertamanya, Wayan hampir membawa Niac Mitra menjuarai Galatama edisi perdana. Tim ini sempat memuncaki klasemen paruh pertama, sebuah prestasi yang membuat PSSI menunjuk Niac Mitra untuk mewakili Indonesia di Piala Emas Aga Khan, turnamen bergengsi di Bangladesh.

Kesuksesan besar akhirnya datang pada musim kedua Galatama (1980/1982) ketika Niac Mitra meraih trofi perdana mereka. Namun, musim terbaik terjadi pada 1982/1983, saat klub ini diperkuat dua bintang Singapura, David Lee dan Fandi Ahmad.


Dilempar Emas oleh Agustinus Wenas


Kenangan unik Wayan Diana terjadi saat dirinya dilempar emas batangan oleh Agustinus Wenas. Dalam sesi bincang bersama Omah Balbalan, ia mengungkapkan pengalaman tak terlupakan itu.

"Ya, benar saya pernah melempar batang emasan. Itu untuk semua teman-teman di Niac Mitra, bukan saya pribadi. Cuma yang menerima secara langsung itu saya. Didampingi pelatih Basri, setelah pertandingan besoknya, kami cairkan emas batangannya dalam bentuk rupiah, lalu dibagikan ke teman-teman satu tim," kenang Wayan.

Ia bercerita lebih lanjut, "Saya dipanggil secara pribadi oleh Pak Wenas. Awalnya sempat grogi karena zaman itu ada isu-isu suap. Ternyata, itu adalah hadiah dan bonus untuk seluruh pemain Niac Mitra. Dari meja, emasnya dilempar ke arah saya, dan saya kaget. Ternyata asli, emas 500 gram! Saya simpan di celana, kalau hilang kan risikonya besar. Itu jadi kenangan berharga saya."


Perjalanan Karier: Dari Bali ke Surabaya 


Lahir dan besar di Bali, Wayan memulai karir sepak bola di Perseden Denpasar sebelum melanjutkan ke PSBI Blitar Putra. Setelah tiga tahun, nasib membawanya ke Persebaya Surabaya berkat rekomendasi pengurus Assyabaab, salah satu klub internal Bajul Ijo.

Padahal, saat itu Wayan sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemerintah Kabupaten Blitar. Namun, ia memilih meninggalkan status PNS demi mengejar karir di sepak bola. Bergabung dengan Persebaya pada tahun 1977, Wayan langsung memberikan gelar juara Liga Perserikatan di musim debutnya.


Dua tahun kemudian, ia hijrah ke Niac Mitra saat Galatama digelar untuk pertama kalinya. Hebatnya, Wayan langsung dipercaya sebagai kapten tim. “Pastinya ada beban, tapi saya senang saja, tidak perlu tegang. Sebagai kapten, saya harus bertanggung jawab,” ujarnya.


(***)