KUTUKAN AMANGKURAT I

Amangkurat I meninggal dengan rasa hina, Kerajaan bahkan Istana Kerajaannya telah dirampas oleh para pemberontak. Meskipun begitu disaat-saat menjelang ajalnya ia mengeluarkan kutuk kepada anaknya, tetapi kutuk dari seorang Raja Kesultanan Mataram terbengis rupanya tertolak, 100% tidak terjadi.
Amangkurat I merupakan Raja kelima Kesultanan Mataram, ia naik takhta pada Tahun 1645 tidak lama selepas ayahnya (Sultan Agung) mangkat. Amangkurat I mempunyai nama asli Raden Mas Sayidin sementara gelar yang disandangnya ketika naik takhta adalah Sri Susuhunan Amangkurat Agung.
Selama 31 Tahun pemerintahan (1646-1677), Amangkurat diguncang berbagai macam pemberontakan, hal tersebut disebabkan oleh ketidakpandaiannya dalam mengelola negara serta sifat kejamnya terhadap lawan politiknya.
Pada masa pemerintahannya, Amangkurat I terlibat perseteruan dengan Tumenggung Wiraguna, ia juga bersetru dengan adik tirinya Pangeran Alit, Baik Tumenggung Wiraguna maupun Pangeran Alit akhirnya membunuh diujung senjata, Selain itu Amangkurat I juga terlibat perseteruan dengan mertuanya Pangeran Pekik yang berimbas pada pembunuhan Pangeran Pekik serta ditambah pembunuhan masal terhadap ribuan ualama yang dianggap memihak Pangeran Pekik. (Abimayu, hlm 398-399).
Selain berseteru dengan adik, dan mertuanya, Amangkurat I juga terlibat perseteruan dengan putranya sendiri. Pemantik perseteruan soal wanita, Amangkurat I dan anaknya merebutkan seorang wanita jelita bernama Rara Oyi atau Sahoyi. Anak inilah yang kemudian hari dikutuk oleh Amangkurat I. Anak yang dikutuk bernama Raden Mas Rahmat.
Raden Mas Rahmat sebetulnya adalah Putra Mahkota, ia direncanakan akan menggantikan kedudukan ayahnya menjadi Raja Mataram, akan tetapi selepas peristiwa perebutan Rara Oyi, Raden Mas Rahmat dilucuti pangkat kepangerananya, kemudian dibuang disuatu daerah terpencil.
Pada tahap selanjutnya, berbekal kekayaan yang berhasil di timbun, Raden Mas Rahmat pemberontak, ia bergabung dengan para pemberontak lain pimpinan Pangeran Trunojoyo. Peperangan demi peperangan banyak dimenangkan oleh Pemberontak, sehingga banyak kota-kota di wilayah Mataram yang dikuasai, sementara disisi lain Kekuasan Mangkurat I semakin lemah karena tidak didukung oleh rakyat dan para petinggi kerajaan.
Hampir saja menguasai seluruh kerajaan, Pangeran Trunojoyo terlibat percekcokan dengan Raden Mas Rahmat, sehingga Raden Mas Rahmat keluar dari barisan pemberontak dan kembali mendukung ayahnya.
Usaha Raden Mas Rahmat mendukung ayahnya sia-sia, sebab pada Tanggal 28 Juni 1677, Pasukan Trunojoyo berhasil merebut istana Kesultanan Mataram di Plered. Untungnya dalam perebutan Istana dan Ibukota Kerajaan itu, Amangkurat I dan Raden Mas Rahmat berhasil melarikan diri.
Kekalahan dan Kepayahan yang dialami Amangkurat I dalam pengungsi menjadikannya menderita, sehingga ia kemudian jatuh sakit, dalam babad tanah jawa disebutkan, Ketika Amangkurat I dalam kondisi sakit, Raden Mas Rahmat meracuni ayahnya dengan air kelapa yang ditaburi Racun, sehingga menyebabkannya mangkat. Meskipun demikian, sebelum membahas ajalnya Amangkurat saya menunjuk Raden Mas Rahmat sebagai Raja Pengganti selepas kematian. Selain itu Amangkurat saya juga mengeluarkan kutukan kepada pengiklan, katanya;
“Kelak bila jasadku telah dimakamkan, kau dan anak turunanmu tidak aku perkenankan menziarahiku. Sepeninggalku, seluruh anak cucumu tidak ada yang menjadi Raja” (Wintala Achamat, hlm 157)
Dikemudian hari, kutukan Amangkurat I pada Raden Mas Rahmat tertolak, sebab ketika Raden Mas Rahmat berhasil mengalahkan pemberontak melalui bantuan VOC Belanda, serta dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Amangkurat II, anaknya juga kelak dapat menggantikan kedudukannya sebagai Raja dengan Gelar Amangkurat III. Hal tersebut berarti kutukan Amangkurat I pada Raden Mas Rahmat tidak mujarab, sebab anak dari Raden Mas Rahmat terbukti dapat menjadi Raja.
(***)