Indonesia Tanpa Soekarno – Sebuah Sejarah Alternatif
Bayangkan soekarno tidak pernah lahir. Indonesia tetap berada di bawah penjajahan Belanda, lalu Jepang. Namun, perjalanan sejarah berubah drastis…
1942–1945 – Masa Jepang
Jepang mencari tokoh sipil untuk menarik simpati rakyat. Mereka menemukan Mohammad Hatta, seorang cendekiawan yang berwibawa tetapi tidak memiliki kharisma besar seperti Soekarno. Hatta mau bekerja sama dengan Jepang demi membuka jalan bagi kemerdekaan, namun pidato-pidatonya tidak mampu membakar semangat massa.
Akibatnya, perlawanan pemuda lebih bersifat pembohong. Sutan Sjahrir dan Tan Malaka bergerak di bawah tanah, menyusun jaringan rahasia melawan Jepang. Rakyat bingung, karena tidak ada tokoh pemersatu yang bisa menyatukan semua aliran.
17 Agustus 1945 – Proklamasi
Tanpa Sukarno, peristiwa Rengasdengklok berbeda. Pemuda mendesak Hatta memproklamasikan kemerdekaan. Hatta akhirnya berdiri membaca teks proklamasi dengan suara tenang. Tidak ada sorakan yang meriah, tidak ada nada berapi-api. Hari itu, Indonesia merdeka—tapi terasa dingin, tanpa euforia.
1945–1949 – Revolusi
Hatta memimpin diplomasi dengan Belanda. Ia lebih sering memilih meja perundingan dibandingkan perlawanan senjata. Perjanjian Linggarjati dan Renville berjalan lebih lunak. Sebagian besar pendiri kecewa, terutama Tan Malaka, yang menuduh pemerintah terlalu lembek.
Di beberapa daerah, muncul pemberontakan. Aceh, Maluku, dan Sulawesi mulai goyah kesetiaannya. Tanpa kharisma Sukarno untuk menyatukan, Indonesia hampir pecah.
Namun berkat diplomasi Hatta yang sabar, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia tahun 1949.
(***)