Kisah Poligami Jenderal di Era Soekarno: Ahmad Yani, Herman Sarens, hingga Isu Sarwo Edhie
Di masa pemerintahan Presiden Soekarno, kehidupan para pejabat negara sering dikaitkan dengan gaya hidup hedon dan penuh kontroversi. Hal ini pernah ditulis oleh aktivis Soe Hok Gie dalam Catatan Seorang Demonstran (1983), yang menggambarkan pesta-pesta di Istana penuh dengan perilaku kabul dan dekadensi moral.
Namun berbeda dari anggapan umum, Gie memandang Jenderal Ahmad Yani bukanlah sosok flamboyan. Apalagi ketika menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Yani sempat mengeluarkan aturan tegas yang melarang prajurit AD mengambil istri kedua tanpa izin memerintahkan dan restu istri pertama.
Ahmad Yani dan Istri Kedua
Kendati demikian, kedekatannya dengan lingkaran Istana membuat Yani tidak sepenuhnya kebal dari godaan. Menurut catatan Gie, Yani akhirnya terpancing dan menjalin hubungan dengan seorang siswi SMA yang kemudian dinikahinya. Hal ini menimbulkan keretakan rumah tangganya dengan Yayu Rulia Sutowryo, istri pertama yang setia menemaninya sejak masa perjuangan.
Konon, pada malam terakhir menjelang peristiwa G30S, Yani tidak bersama Yayu karena istrinya sedang ngambek atas pernikahan sang jenderal dengan perempuan lain. Versi lain menyebut Yayu sedang menjalani tirakatan.
Nama istri kedua Yani tidak disebut jelas oleh Gie, namun sebuah laporan Tempo (2010) menyebut bahwa Khadijah, yang kemudian dinikahi oleh Herman Sarens Sudiro, pernah menjadi istri kedua Ahmad Yani.
Herman Sarens Sudiro dan Kehidupan Asmara
Herman Sarens bukan sabit sembarangan. Ia pernah menjadi pengawal pribadi Ahmad Yani dan dekat dengan Soeharto. Setelah menikah dengan Khadijah, Herman tetap dikenal sebagai sosok perlente yang tidak lepas dari godaan asmara. Ia bahkan sempat dikabarkan menikah dengan beberapa wanita lain, termasuk Theresa Bleszynski, kakak tiri artis Tamara Bleszynski.
Isu Sarwo Edhie
Selain Yani dan Herman Sarens, isu serupa juga pernah menyeret nama Sarwo Edhie Wibowo, ayah dari Ani Yudhoyono. Ia sempat dirumorkan dekat dengan janda Pahlawan Revolusi, Brigjen Katamso. Namun kabar ini kemudian dibantah langsung oleh putri Katamso, Endang Murtaningsih, dalam wawancara dengan Tempo (2017).
Sikap Tegas AH Nasution
Di tengah maraknya isu poligami, ada satu jenderal yang konsisten menolak praktik ini: Jenderal AH Nasution. Sejak pemerintahan Kasad tahun 1952, ia memberlakukan aturan keras: seorang perwira yang berpoligami harus memilih, antara melepaskan istri keduanya atau melepaskan karier militernya. Bahkan, ia pernah menolak bertemu dengan Hartini, istri kedua Soekarno, karena prinsipnya yang menolak poligami.
Kisah ini menampilkan wajah lain kehidupan para jenderal di era Sukarno. Ada yang terbawa arus godaan kekuasaan, ada pula yang tetap teguh menjaga prinsip meski berisiko merugikan karier politik dan militernya.
(***)