Sebagai putri bungsu dari Jenderal AH Nasution, nama Ade Irma Suryani Nasution tak pernah pudar dari ingatan rakyat Indonesia. Ia bukan hanya simbol kepedihan akibat tragedi G30S/PKI, tetapi juga melambangkan kasih sayang, keberanian, dan pengorbanan seorang anak kecil yang melindungi ayahnya di tengah hujan peluru.

Meski usianya baru enam tahun saat maut menjemput, kisah hidup Ade Irma menjelma menjadi kisah abadi yang menyentuh hati setiap generasi. Pemerintah Indonesia pun memberikan penghormatan yang tinggi dengan membangun monumen megah di makamnya yang terletak di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di tempat peristirahatan terakhir itu, berdiri nisan sederhana dengan ukiran pesan yang menggetarkan hati pesan dari sang ayah yang sarat duka dan cinta:

> “Anakku yang tercinta, engkau telah mendahului gugurnya sebagai perisai ayahmu.”

Kalimat itu seakan menggema melewati waktu, menggambarkan betapa dalam kasih seorang ayah kepada anaknya yang gugur bukan karena ambisi, melainkan karena cinta. Ade Irma menjadi simbol pengorbanan yang murni seorang anak kecil yang kehilangan nyawa demi melindungi keluarganya dari kekerasan yang tak berkemanusiaan.

Sebagai penghargaan dan penghormatan, nama Ade Irma Suryani Nasution diabadikan di berbagai tempat di Indonesia. Sekolah-sekolah, jalan raya, hingga taman bermain diberi nama untuk mengenangnya, agar kisahnya terus hidup dalam ingatan bangsa. Salah satu yang paling terkenal adalah Taman Ade Irma Suryani Nasution di Kota Cirebon, tempat masyarakat dapat mengenang sosok kecil yang gagah berani itu sambil menikmati suasana damai seolah taman itu menjadi kedamaian setelah badai.

Kini, setiap kali rakyat melangkah melewati nama “Ade Irma Suryani Nasution” yang terpahat di papan jalan atau di gerbang sekolah, mereka tidak hanya melihat sebuah nama, melainkan sebuah kisah tentang cinta seorang anak, keberanian di tengah teror, dan pengorbanan yang menguatkan kembali hati nurani bangsa.

(***)