Nyai Roro Kidul cuma tokoh rekaan Panembahan Senopati?
Benarkah Nyai Roro Kidul cuma tokoh rekaan Panembahan Senopati? Bagaimana para ahli menilainya?
Bagi orang tertentu, Nyai Roro Kidul dianggap benar-benar kalangan ada dan dituntut untuk percaya. Bagaimana tidak, kejadian demi kejadian gaib di Parangtritis kerap kali menjadi Saksi hidup yang mampu membuyarkan keraguan orang yang tadinya tak percaya.
Namun bagi penelaah sejarah, khususnya sejarah awal berdirinya Mataram, historisitas yang tersirat dalam naskah kuno apalagi berbentuk babad, memang tidak bisa diterima begitu saja. Sumber itu perlu dipadukan dengan sumber-sumber lain untuk bahan kajian agar sejarah berjalan secara ilmiah.
Lalu benarkah Nyai Roro Kidul itu ada dan pernah bercinta dengan tokoh sejarah Panembahan Senopati di sekitar tahun 1584?
“Jawabnya mudah ditebak, kisah Nyai Roro Kidul itu hanya legitimasi, guna meyakinkan rakyat bahwa Senopati penguasa sah takhta kerajaan,” kata Drs. Suhardjo Hatmosuprobo.
Penulis buku Peradaban Priyayi itu lebih jauh menjelaskan, gelombang laut selatan memang lebih ganas dibandingkan dengan laut utara Jawa. Sejak dulu sukar dilayari dan tak bisa dijadikan sumber mata pencarian, bahkan acap kali minta korban manusia. Realitas ini merupakan misteri yang banyak melontarkan pertanyaan yang menuntut jawaban.
“Kondisi alam yang penuh tabir rahasia inilah yang melahirkan mitos Ratu Kidul,” ujarnya.
Dalam konteks demikian yang dibicarakan Sartono Kartodirdjo menyatakan, mitologi Nyai Roro Kidul dapat dipandang sebagai personifikasi dari bahaya laten dan terorisme alamiah. Perkawinan sakral antara penguasaan laut selatan dengan raja-raja Mataram keturunan Panembahan Senopati dengan sendirinya akan memperkuat struktur perlindungan Kerajaan Mataram sebagai tatanan kelembagaan yang berlaku pada zaman itu (Kompas, 27 September 1984).
Di pihak lain Alm. Prof. Slamet Muljana (1982) menafsirkan lain, kunjungan Panembahan Senopati ke segoro kidul sebagaimana menceritakan naskah lama, menurutnya dalam rangka penelitian untuk membangun kerajaan agung Mataram yang agraris menjadi maritim. Yang dicari adalah kemungkinan tidak ada di sana yang dibangun pelabuhan besar. Soalnya, pantai utara Jawa kala itu masih dikuasai kaum Cina dari bekas Kerajaan Demak. Tapi usaha Senopati itu gagal, karena Samudera Hindia itu memang terlalu ganas dan sukar dijinakkan menurut ukuran dulu.
Menurut Suhardjo, pemujaan Kanjeng Ratu Kidul itu baru muncul sekitar pertengahan abad XVI, namun sebelumnya mungkin sudah ada cerita rakyat yang berkembang di sana dalam bentuk lain. Folklor inilah yang kemudian dimodifikasi oleh Panembahan untuk dijadikan dasar legitimitas kekuasaa raja dan dinastinya.
Pandangan serupa dikemukakan juga oleh Sudharmono, sejarawan dari UGM, dengan mengatakan, mitos Kanjeng Ratu Kidul merupakan penambahan unsur magis agar rakyat tetap yakin dan tak tergoyahkan terhadap kedudukan raja sebagai satu-satunya media penghubung dunia mikro kosmos dengan alam makro kosmos.
“Sebagai penjelasan jelas saya tak begitu saja lekas percaya, adanya Kanjeng Ratu Kidul itu sebelum ada bukti ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya. "Tapi bagaimana ilmu pengetahuan mampu membuktikan hal-hal yang supranatural. Ini sangat sukar diterangkan! Sementara bukti-kesaksian cukup banyak dan meyakinkan bahwa Nyai Roro Kidul itu ada. Maka sebagai orang Jawa saya percaya juga kalau makhluk halus itu memang ada," ungkapnya.
Mitos Nyai Roro Kidul, sudah lama memang jadi bahan gunjingan awam sekaligus kajian para ahli, khususnya pakar sejarah Mataram. Tak kurang pelacak sejarah legendaris HJ de Graff (1954) atau pakar tulisan dan bahasa Jawa kuno Prof. R. Ng. Poerbotjaroko (1962), sama-sama beranggapan mitos Roro Kidul itu hanya akal-akalan Senopati untuk memperbesar-besarkan kekuasaannya agar lebih dicintai dan diakui rakyatnya.
(***)