Legenda La Golo: Si Anak Pemalas

Pada zaman dahulu di suatu desa di Bima, NTB, hiduplah sepasang suami istri yang kaya raya, namun belum dikaruniai anak. Mereka telah sekian lama menanti kehadiran buah hati. Mereka tak henti-hentinya berdoa meminta kepada Tuhan yang Mahakuasa supaya dikarunia seorang buah hati. Hingga suatu hari, doa yang selalu mereka panjatkan dikabulkan. Sang istri pun mengandung. Tidak terkira kebahagiaan suami istri tersebut. Sembilan bulan kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki yang sehat dan gagah, bayi itu diberi nama La Golo. La Golo memiliki arti pembuka jalan. Orangtuanya memberi nama La Golo dengan harapan sang bayi mungil itu tumbuh menjadi pria dewasa yang gagah berani, membuka lahan untuk pertanian, dan memimpin masyarakat dengan bijaksana.


La Golo sebagai anak satu-satunya sungguh amat di sayang oleh kedua orangtuanya. Sehingga Semenjak masih kecil, La Golo sangat dimanjakan orang tuanya. Sehingga apapun yang dia inginkan selalu saja dipenuhi oleh kedua orangtuanya. Namun karena selalu dimanjakan orang tuanya berdampak buruknya perangai La Golo ketika beranjak remaja. La Golo memiliki sifat manja dan pemalas tidak sesuai dengan doa yang disematkan orang tuanya pada namnya “La Golo”. La Golo tidak mau membantu kedua orang tuanya bekrja di sawah. Sementara semua keinginan La Golo harus dipenuhi, jika tidak La Golo selalu merengek dan menangis bahkan mengamuk dan merusak apapun yang ada didekatnya.



Suatu hari orang tuanya berseloroh, "Dahulu aku memberi nama anak kita La Golo, aku berharap agar setelah dewasa dengan menggunakan golo atau golok, ia mampu membuka lahan baru untuk pertanian dan perkebunan sehingga kita tambah sejahtera dan dapat menikmati masa tua. Namun nyatanya, anak itu benar-benar,pemalas. Jangankan membuka lahan, membantuku di kebun saja dia tidak mau!" kata sang suami pada istrinya. Tidak hanya itu, La Golo juga menjadi anak nakal, suka berkelahi dan mengejek anak-anak lain. Hampir setiap hari laporan selalu  dari penduduk bahwa La Golo berkelahi dengan masyarakat baik di desa ataupun diluar desa. Semua itu membuat kedua orang tuanya sangat malu dan bersedih hati. Sang Ayah pun menegur La Golo. "Anak ku hendak jadi apa engkau bila terus-terusan nakal dan pemalas?" Tegur sang Ayah kepada La Golo, namun La Golo hanya diam saja tanpa memperdulikan Ayahnya. Ia malah asyik dengan kesibukannya sendiri membuat pati kalo. Pati kalo merupakan mainan yang berbentuk seperti senjata api sungguhan yang terbuat dari potongan batang daun pisang. Mainan ini digunakan ketika akan bermain mpa'a lewa atau permainan perang-perangan. Melihat sikap putranya yang acuh tak acuh sungguh membuat semakin sedih kedua arangtuanya. Ayah dan Ibunya sudah berkaIi-kaIimencaba menasihatinya, namun La Golo tak berubah juga. Hingga beranjak dewasa, La Golo tidak berubah malah memakin sulit di atur. Mereka hanya bisa berdo’a semoga suatu saat anaknya anak berubah.



Hingga suatu hari musim kemarau telah tiba, usia La Golo tepat menginjak usia 17 tahun. Di Desa tempat tinggal La Golo memiliki kebiasaan melakukan tradisi Nggalo Wawi yang dilakukan ketika musim kemarau datang. Tradisi Nggalo Wawi merupakan tradisi berburu babi hutan yang dilakukan oleh masyarakat Bima dan Dompu. Babi hutan diburu karena merupakan binatang perusak tanaman para petani, terutama tanaman padi dan jagung. Tradisi ini wajib dilakukan oleh semua pria yang telah beranjak dewasa. Jika ada yang tidak mematuhi, maka akan diberi hukuman yang berat. Dan seluruh penduduk desa pun akan memandangnya sebagai pria lemah dan pengecut.



Karena kemalasannya La Golo, tidak ingin ikut berburu babi hutan dan memberi banyak alasan. Namun setelah di paksa oleh ayah nya, akhirnya dengan berat hati La Golo bersedia berangkat berburu babi.


Persiapan berburu pun dilakukan oleh para pria dibantu oleh wanita. Para pria melakukan persiapan untuk pembuatan alat-alat berburu, seperti tombak, parang, dan panah. Alat-alat ini dapat membantu untuk menghindari dan menahan, jika terjadi penyerangan oleh babi hutan kepada para pemburu. Sedangkan para wanita membantu mempersiapkan bekal selama perburuan dihutan. Keperluan yang tidak kalah penting dalam perburuan ini adalah dibawanya beberapa ekor anjing. Anjing merupakan binatang yang paling agresif terhadap babi hutan dan ketajaman penciumannya dapat mengetahui jejak babi yang ada di dalam hutan. Masing-masing para pemburu yang sudah lengkap dengan alat-alat buruannya, akan membawa seokor anjing sebagai penunjuk jalan di mana babi hutan berada. Jika hutan yang menjadi tujuan untuk berburu terlalu rimba dan menakutkan, maka para pemburu akan melepaskan beberapa ekor anjing saja untuk mencium keberadaan babi. Jikalau di dalam hutan tersebut terdapat beberapa ekor babi hutan, maka anjing akan menggonggong dengan keras sambil mengejar dan menggigit, sehingga babi yang ada di dalam hutan akan lari keluar dari hutan. Para pemburu akan bersiap-siap di luar hutan, untuk melepaskan tombakan jika terdapat babi hutan yang menghampiri mereka.



Hingga tiba hari keberangkatan berburu, La Golo bersiap-siap mengikuti ayahnya dan pria-pria desa lain untuk berburu. Para pria desa, termasuk La Golo dan Ayahnya berangkat menuju hutan sebelum matahari terbit. Hutan tersebut sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10 km dari Desa. La Golo yang sudah terbiasa bermalas-malasan merasa sangat kelelahan padahal baru saja 1 km meninggalkan Desa. Hingga ayahnya menawarkan bantuan untuk membawa peralatan berburu. La Golo pun menyerahkan peralatan berburu dan membiarkan ayahnya membawa semua dengan senang. Ia tidak peduli jika ayahnya sudah tua dan kelelahan juga. Ayahnya harus membawa banyak barang sementara perjalanan masih cukup jauh. La Golo berjalan lambat di belakang rombongan pemburu. Makin lama, makin jauh jaraknya antara Ia dan rombongan tersebut.


Belum lama berjalan La Golo tidak melihat rombongan lagi di depannya karena ia terlalu lambat. Ia pun memutuskan berhenti dan beristirahat di tepi jalan setapak. Ia berteduh dibawah pohon yang rindang. Ia berpikir mereka akan kembali dengan melalui jalan yang sama yang telah dilalui. Karena tak melihat rombongan di depannya, La Golo kemudian memutuskan berhenti dan beristirahat di bawah pohon. Ia pun tertidur dengan pulasnya karena udara sejuk dibawah pohon.


Na mun belum lama ia tertidur, tiba-tiba La Golo terbangun karena mendengar suara dari balik bukit. Untuk sesaat ia tidak menghiraukannya, karena dikira mimpi oleh dia. Namun suara itu berbunyi kembali.


"Hooo.... Hooo... ,"


La Golo mulai penasaran dan tertarik untuk mencari tahu. Ia pun mencari asal suara itu, tanpa disadari ia sudah berjalan jauh ke balik bukit. Sampailah Ia di sebuah pohon yang amat besar. Suara itu berasal dari sana. La Golo mendongak, dilihatnya buah-buahan pohon tersebut bergantungan di setiap dahan. Warnanya hijau muda, berbentuk seperti tabung berlubang. Pohon itu diperhatikan dengan seksama oleh La Golo, hingga akhirnya ia menemukan sumber suara yang membuatnya penasaran. Ternyata dari lubang pada buah tersebutlah angin mengalir dan membuat suara yang tadi didengar oleh La Golo.


Setelah rasa penasarannya tuntas, La Golo berniat kembali lagi ke tepi jalan setapak untuk menunggu ayah dan para pria lainnya pulang berburu. La Golo yang berjalan begitu saja, tanpa memperhatikan jalan yang dilaluinya untuk mencari sumber suara akhirnya tersesat. Ia tak ingat jalan kembali ketempat ia berteduh tadi.


Dengan bingung, La Golo berusaha mencari jalan pulang. Ia mencoba mengingat-ingat jalan mana yang sudah dilalui olehnya. Namun sia-sia hingga akhirnya Ia makin tersesat, masuk jauh ke kawasan di balik bukit yang penuh pepohonan lebat. Rasa takut di hatinya mulai muncul. Berkali-kali ia memanggil ayahnya.


Namun panggilannya hanya dijawab oleh suara "Hooo... hooo... ," dari buah-buah tadi. La Golo pun mulai Ielah, perutnya lapar karena semua bekal dibawa oleh ayahnya. Ia pun mencari makan dari buah-buahan yang jatuh.


Di dalam hatinya, ia mulai menyesali kenakalan dan kemalasannya. Ia sadar jika Ia Iebih patuh pada orangtuanya, ia tidak akan tersesat seperti ini. Ia pun berjanji, jika bisa menemukan jalan pulang, Ia akan berubah menjadi anak yang Iebih baik.


Ayah La Golo dan rombongan telah menyelesaikan perburuannya dan kembali ke desa. Sang Ayah yang tidak mendapati putranya dalam rombongan, tidak begitu khawatir. Beliau mengira sang putra yang pemalas telah kembali ke desa terlebih dahulu. Namun sesampainya di rumah Ia tidak rnendapati putranya telah pulang. Ia pun menanyakan keberadaan putranya pada sang Istri.


"Ina, dirnana La Golo? Bukannya dia sudah kernbali terlebih dahulu," tanya sang Suami penuh khawatir akan keberadaan putranya. "Bukannya ia bersamamu Ama, dari tadi tidak ada satu pun pria yang pergi berburu kembali, hingga kalian datang," ujar sang Istri dengan heran. Orang tua La Golo sangat khawatir dan pergi menghadap Kepala Adat untuk melaporkan bahwa putranya belurn kernbali. Dengan bergegas Kepala Adat memerintahkan para pria di desa untuk kembali ke hutan mencari La Golo.


Esok paginya para pria pun segera ke hutan dengan berbekal persenjataan guna menghalau binatang liar. Mereka tidak lupa membawa anjing mereka untuk melacak keberadaan La Golo. Sudah beberapa hari mereka melakukan pencarian akan keberadaan La Golo, namun hasilnya tidak ada. Hal ini karena La Golo yang tidak tahu arah melangkah sangat jauh dari perbatasan hutan di desanya. Orangtua La Golo pun hanya bisa berpasrah, semoga putranya tetap selamat dan bisa segera kembali.


Berhari-hari La Golo berjalan di tengah hutan. Ia makan buah apa saja yang bisa ditemukan, tidur di atas dahan pohon agar tak dimangsa hewan buas, dan terus berjalan tanpa tahu arah. Sampai suatu hari, La Golo bertemu dengan seorang pemburu bernama Sandari.


La Golo pun bercerita mengenai siapa dirinya dan apa yang menyebabkan dia tersesat seperti sekarang. Setelah mendengar kisahnya, Sandari mengajak La Golo berpetualang. Ia juga mengajari La Golo bertahan hidup, bekerja keras mengumpulkan makanan serta belajar berburu.


Tidak lama kemudian, dari kejauhan mereka mendengar suara orang sedang  bercakap-cakap. Makin lama makin jelas. Mereka akhirnya berpapasan dan saling berkenalan. Mereka bercerita mengapa sampai di tempat itu. Ternyata mereka juga adalah anak-anak malas dan nakal yang tidak menurut kepada kedua orang tuanya hingga tersesat di hutan seperti sekarang. Namanya La Ngepe dan La Bonggo.


Empat orang itu akhirnya menjadi sahabat. Mereka sepakat mengangkat La Golo sebagai ketuanya. Mereka sekarang harus bekerja keras mencari buah-buahan dan umbi-umbian untuk dimakan. Pada suatu hari, mereka bertemu dengan seekor rusa. La Golo melihat betapa kencang larinya sang rusa. Sungguh kagum dirinya melihat kelincahan sang rusa. La Golo ingin memiliki kepandaian berlari seperti seekor rusa. Ia pun berlatih dan akhirnya memiliki ilmu berlari secepat rusa. Mereka gunakan untuk lari menghidari kejaran binatang buas yang hendak menjadikan mereka santapannya.


Setelah beberapa hari, mereka bertemu pula dengan seekor beruk yang sangat besar. Beruk itu pun diminta mengajarkan ilmu memanjatnya. Beberapa waktu kemudian, mereka bertemu kembali dengan seekor kerbau liar yang tanduknya sangatkuat. Merekamerasabelum lengkapkalaubelum memiliki ilmu ntumbu (tumbuk kepala) yang dimiliki kerbau liar itu. Mereka ingin mempergunakannya sebagai pelindung diri dari serangan binatang buas. Mereka pun meminta sang kerbau mengajarkan cara menyeruduk yang kuat kepada sang kerbau. Akhirnya, kerbau itu pun mau mengajarkan ilmu tumbuk kepalanya.


Ketika dalam perjalanan mereka berpetualang, mereka bertemu dengan elang. Mereka begitu kagum melihat mata tajam elang yang sedang mengincar mangsanya dan begitu tepatnya bidikan sang elang dalam memangsa mangsanya. La Golo pun dengan semangat meminta sang elang untuk mengajarkan cara memiliki mata tajam untuk membidik sasaran. Seperti binatang lain yang mereka temui sebelumnya, sang elang dengan senang hati mengajarkan ketajaman matanya membidik mangsa kepada La Golo dan ketiga temannya. Dengan berbekal keterampilan yang mereka miliki, seperti berlari secepat rusa, memanjat setangkas beruk, ntumbuk (tumbuk kepala) sekuat kerbau, dan membidik sasaran setajam mata elang. Mereka pun melanjutkan petualangan. Hari semakin hari La Golo pun yang sudah berubah menjadi Iebih baik, tak henti-hentinya mempelajari keterampilan tersebut.


Hingga pada suatu hari, La Golo punya usuI untuk mencari ikan di laut. Ketiga temannya yang lain menyetujuinya." Lalu, mereka berjalan menuju teluk kecil yang tenang airnya. Tugas pertama adalah membendung teluk itu. Tugas inijatuh pada Sandari karena Sandari berarti pagar pembatas air. Setelah air laut itu dibendung, selanjutnya adalah tugas La Bonggo untuk mengeringkan airnya karena bonggo berarti mengeringkan air. Dalam sekejap, air laut itu sudah kering dan tampak ikan­ikan menggelepar. Setelah itu La Ngepe mempunyai tugas menangkap ikan-ikan itu. Ngepe dalam bahasa Bima berarti menangkap ikan. Setelah ikan ditangkap, La Golo lah yang mengumpulkan ikan-ikan itu. Ketika mereka sedang beristirahat sambil memikirkan bagaimana cara memperoleh api untuk membakar ikan-ikan itu, tampaklah asap api di kejauhan. La Golo meminta agar salah satu temannya pergi ke tempat itu untuk membakar ikan. Mereka pun membagi tugas dengan cara diundi siapa yang akan pergi kesumber asap.


Tugas pertama pun jatuh pada Sandari. Asap yang mengepul itu ternyata datang dari satu-satunya rumah yang berada tengah hutan. Rumah itu milik sepasang raksasa, yaitu Ompu dan Wa'i Ranggasasa (kakek dan nenek raksasa). Namun Sandari tidak menyadari bahwa pemilik dari rumah sumber asap itu adalah sepasang raksasa.


Ketika sampai di rumah itu, Sandari segera menghampiri pintu rumah tersebut. Ia berniat untuk meminta izin untuk membakar ikannya. Jika diizinkan, sebagian ikannya akan diberikan sebagai ucapan terima kasih kepada sang pemilik rumah. Belum saja Sandari mengetuk pintu, dari dalam rumah terdengar obrolan sepasang raksasa yang menakutkan. Mendengar percakapan itu, Sandari lari tunggang langgang dan meninggalkan seluruh ikannya. Sandari melaporkan kejadian itu kepada teman-temannya.


"Di sana ada sepasang raksasa mereka hendak  menangkap manusia, aku takut, kalian saja yang pergi," ujar Sandari dengan gemetar.


Mereka pun mengundi kembali siapa yang akan pergi. Hingga akhirnya giliran jatuh pada La Ngepe. Sebenarnya La Ngepe juga merasa takut jika berhadapan langsung dengan sepasang raksasa itu. Namun ia malu untuk mengakuinya. Akhirnya ia pun pergi dengan perasaan takut. Ia pun memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Keluarlah sang rakasasa pria dengan kapak ditangannya. Hal ini membuat La Ngepe semakin takut.


"Bolehkah kami menumpang membakar ikan ini, wahai raksasa. Nanti akan kuberikan sebagian milik kami untuk mu," ujar La Ngepe dengan suara yang bergetar.


"Aku bukan saja menginginkan ikan yang kau miliki, tapi aku juga ingin memakan habis daging mu  wahai  anak  manusia,  hahahaha,"  ujar  sang raksasa dengan rasa senang melihat ada mangsa dihadapannya.


Mendengar perkataan sang raksasa itu La Ngepe pun langsung berlari terbirit-birit. La Ngepe pun gagal juga. Pengundian selanjutnya jatuh pada La Bonggo. La Bonggo tidak jauh berbeda dengan La Ngepe ia pun merasa takut.


"Aku sungguh takut dimakan oleh sang Raksasa itu," rintih La Bonggo


"Pergilah kau, gunakan pisau ini untuk membunuh raksasa," perintah La Golo.


La Bonggo pun pergi dengan berat hati karena takut. Namun, ia mengalami nasib yang sama seperti Sandari dan La Ngepe. Ia sambil terengah-engah karena berlari melaporkan kejadiannya kepada La Golo.


 


"Aku tidak sanggup La Golo, raksasa itu sungguh menakutkan," Ujar La Bonggo.


Akhirnya, La Golo pergi ke rumah Ompu dan Wa'i Ranggasasa, diikuti teman-temannya yang lain. La Golo pun mendapatjawaban yang sama dari kedua raksasa itu. Namun, La Golo tidak gentar menghadapi Ompu Ranggasasa. Dengan suara yang lantang ia menantang Ompu Ranggasasa.


"Hai raksasa apa yang telah kau lakukan pada ketiga temanku, lawanlah aku jika kau berani" tantang La Golo.


"Sungguh besar nyali mu wahai anak manusia, kemarilah akan kuhabisi dan kumakan kalian hingga habis," ujar sang raksasa penuh marah.


Ketika Ompu Ranggasasa siap menyerang, La Golo pun sudah bersiap-siap dengan ilmu ntumbu-nya. Begitu raksasa itu menyerang, La Golo pun maju menyerudukkan kepalanya. Terjadilah benturan kepala yang sangat keras. Raksasa itu menjerit kesakitan. Ompu Ranggasasa mati seketika. Demi keamanan, Wa'i Ranggasasa pun dibunuhnya.


Mereka berempat kini menempati rumah raksasa itu sebagai tempat peristirahatan beberapa hari. Dengan bebas, mereka membakar ikan di sana. Mereka juga menemukan beberapa bahan makanan seperti buah-buahan dan beras dirumah sang raksasa. Cukup untuk perbekalan mereka selama beberapa hari disana.


Setelah beberapa hari tinggal dirumah raksasa, habislah persediaan makanan mereka, mereka pun harus melanjutkan pengembaraan. Melalui beberapa kilo jalan setapak hingga sampailah mereka di sebuah desa. Di desa itu sedang ada keramaian. Setelah mereka mencoba mencari tahu ada apa gerangan di desa itu sangat ramai. Ternyata disana diadakan pertandingan adu ketangkasan di istana. La Golo tertarik ikut bertanding


La Golo pun ikut bertanding. Dengan kemampuan yang luar biasa dimiliki oleh La Golo, ia pun sangat mudah mengalahkan pesaing-pesaingnya. Pada perlombaan Iari, ia mampu berlari dengan sangat cepat. Dengan ilmu lari yang diperoleh dari sang rusa, ia menjadi juara lari.


Pada perlombaan memanjat pohon, dengan ilmu memanjat yang diajarkan oleh sang beruk, ia menjadi juara memanjat pohon pinang yang telah dilumuri lemak. Hingga gilirannya untuk mengikuti lomba  memanah,  Ia  pun  berhasil  mengalahkan para kesatria kerajaan. La Golo berhasil membidik sasarannya dengan tepat. Ia membidik sasarannya bagaikan elang yang membidik mangsanya denga tepat.


Tibalah pada permainan terakhir, giliran La Golo mengikuti sayembara ntumbu melawan jagoan istana. Dengan dukungan teman-temannya dan dengan tekad yang bulat, akhimya La Golo maju. Ia duduk bersila dengan penuh hormat di depan sang Raja menyatakan kesediaannya mengikuti ntumbu melawan jagoan istana.


Sebentar lagi perlombaan akan dimulai. Raja sendiri yang akan memimpin jalannya perlombaan. Kepala peserta lomba diikat dengan pita berwana kuning. Raja mempersilakan kedua pemain maju ke depan  berdiri  berhadap-hadapan  dalam  jarak  lima  meter dari depan. Raja memberikan petunjuk tentang jalannya lomba.


Aba-aba sudah dimulai dan kedua pemain telah bersiap untuk berlaga. Bunyi arubana (rebana) yang mengiringi pertarungan itu sudah sejak tadi bergema. Kepala mereka telah siap menyeruduk laksana seekor kerbau liar. Ketika terdengar aba-aba dan bendera kuning telah dijatuhkan, La Golo lari dan meloncat ke arah lawannya bak seekor kerbau liar, dan "Caaaaaaak!" Kepala mereka telah beradu, terdengarlah benturan yang amat keras. Jagoan istana itu tergeletak tak sadarkan diri. La Golo menjadi pemenang pertandingan itu. Para penonton bersorak-sorai dan mengelu-elukan  La Golo sang juara.


 


Raja pun terkesan dengan kemampuan La Golo, lalu bertanya hadiah apa yang diinginkannya selain uang. "Sungguh luar biasa kemampuanmu anak muda, hadiah apa yang hendak engkau minta dariku?" Tanya sang raja. "Hamba dan teman-teman hamba hanya ingin di pulang ke desa kami berasal dan bertemu dengan kedua orangtua kami lagi, Yang Mulia," pinta La Golo pada sang Raja. "Apakah hanya itu yang engkau pinta, wahai anak muda? Mengapa engkau tidak meminta harta atau jabatan padaku, pasti akan kuberi," tawar sang raja pada La Golo. "Terima kasih yang Mulia, tapi hamba sangat ingin bertemu kembali dengan kedua orangtua hamba, hamba ingin berbakti kepada mereka yang telah tua renta," ujar La Golo dengan rendah hati. "Baiklah, jika memang itu kehendakmu maka akan aku kabulkan," ujar sang raja mengabulkan permintaan La Golo.


La Golo pun kemudian menjelaskan asal­usulnya pada sang raja. Raja pun memerintahkan pengawalnya untuk mencari desa asal La Golo beserta teman-temannya. Tak perlu waktu lama, La Golo dan ketiga temannya pun akhirnya dapat bertemu lagi dengan kedua orangtuanya. La Golo pun menangis meminta maaf akan kesalahan yang diperbuatnya selama ini dan berjanji akan menjadi anak yang baik dan berbakti.


"Ama..Ina.. maafkan ananda yang terlalu menyusahkan kalian berdua, ananda janji akan menjadi anak yang baik dan berbakti pada kalian," ujar La Golo sambil menitikkan air mata. Betapa senang orangtua La Golo melihat putranya masih hidup dan sehat. mereka yang mengira anaknya sudah mati diterkam hewan buas, sangat bahagia mendapatkan putra terkasihnya kembali. Mereka meneteskan air mata bahagia, apalagi melihat perilaku La Golo sangat berubah. Mereka pun saling berpelukan untuk meluapkan kerinduan yang telah lama tertahankan.


Untuk melepas rindu mereka yang telah lama tertahankan, La Golo dan kedua orangtuanya saling bertukar cerita pengalaman mereka selama tidak bertemu. Tak lupa La Golo bercerita pengalamannya berpetualang bersama ketiga teman yang ia temui di hutan. Hingga berkelahi menghadapi sepasang raksasa jahat.


Mendengar cerita putranya, dalam hati kedua orangtua La Golo merasa bangga akan perubahan putranya yang telah menjadi seorang pria pemberani.


Kebahagiaan orangtua La Golo bertambah melihat putranya menepati janjinya untuk menjadi anak yang berbakti dan Senantiasa membantu orangtuanya. Ia membuka lahan pertanian dan perkebunan, dan bekerja keras agar hasilnya dapat dijual ke pasar. Ia tak lagi suka berkelahi maupun menganggu teman-teman sebayanya. Doa dan kesabaran kedua orangtua La Golo sungguhlah tidak sia-sia. Putranya kini menjadi kebanggaan mereka.