Hukum Zakat Profesi

Ada pertanyaan tentang hukum zakat profesi, berikut penjelasan ahli fikih. #Fikih


--

Profesi Hukum Zakat


https://muslimahnews.net/2024/04/25/29070/

--


Oleh: KHM Shiddiq al-Jawi


Berita Muslimah, FIKIH — Tanya:


Ustaz, mohon penjelasan tentang hukum zakat profesi? (Widianto Tulus, Muara Enim)


Jawab:


Zakat profesi dikenal dengan istilah zakah rawatib al-muwazhaffin (zakat gaji pegawai) atau zakah kasb al-'amal wa al-mihan al-hurrah (zakat hasil pekerjaan dan profesi swasta). (Yusuf al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/497; Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/865; Ali as-Salus, Mausu'ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu 'ashirah, hal.522; Al-Yazid ar-Radhi, Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal.


Zakat profesi menurut penggagasnya didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang/lembaga lain yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab. Misal profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, arsitek, dan sebagainya (Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah, hal. 103; Zakat dalam Perekonomian Modern, hal. 95).


Menurut Al-Qaradhawi, nisab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah yang wajib dikeluarkan 2,5%. Zakat profesi dikeluarkan langsung pada saat diterima atau setelah diperhitungkan selama kurun waktu tertentu. Misal jika seseorang gajinya Rp500.000/bulan, dia dapat mengeluarkan langsung zakatnya 2,5% setelah gajian tiap bulan. Atau membayar satu kali tiap tahun sebesar 12 x 2,5% x Rp500.000. (Didin Hafidhuddin, ibid, hal.104).


Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud) dan sebagian tabiin (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat berkendara, tanpa mensyaratkan haul ( dimiliki selama satu tahun kamariah). Bahkan Al-Qaradhawi mencantumkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi Thalib ra. bahwa Nabi saw. bersabda, ”Tidak ada zakat pada harta hingga lewat di atasnya haul.” (HR Abu Dawud). (Yusuf Al-Qaradhawi, ibid., I/491-502; Wahbah az-Zuhaili, ibid., II/866).


Menurut penarjihan kami, zakat profesi tidak mempunyai dalil yang kuat sehingga hukumnya tidak wajib. Alasan kami:


Pertama, dalil utama dari zakat profesi adalah ijtihad sahabat mengenai al-maal al-mustafaad yang tidak mensyaratkan haul padahal ijtihad sahabat (mazhab al-shahabi) bukanlah dalil syariat yang kuat (muktabar). (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, III/418).


Kedua, pendapat yang lebih kuat (rajih) mengenai al-maal al-mustafaad adalah pendapat jumhur ulama, yaitu harta tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya hingga memenuhi syarat berlalunya haul. Inilah pendapat sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Juga pendapat imam mazhab yang empat (Al-Yazid Ar-Radhi, Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal.19; Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/866).


Ketiga, tidak tepat penilaian Al-Qaradhawi bahwa hadis tentang haul adalah hadis lemah (daif). Al-Qaradhawi sebenarnya mengikuti pendapat Imam Ibnu Hazm yang memasukkan hadis haul dari jalur Ali bin Abi Thalib ra. karena ada perawi bernama Jarir bin Hazim yang dinilai lemah (Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/494; Ibnu Hazm, Al-Muhalla, VI/70) padahal Ibnu Hazm telah meralat penilaiannya dan mengakui bahwa Jarir bin Hazim adalah perawi hadis yang sahih (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, VI/74).


Kesimpulannya, zakat profesi tidak wajib dalam Islam karena dalil-dalilnya sangat lemah. Oleh karena itu, uang hasil profesi tidak sah dikeluarkan zakatnya pada saat diterima, tetapi wajib digabungkan terlebih dahulu dengan uang yang sudah dimiliki sebelumnya. Zakat baru dikeluarkan setelah uang gabungan itu mencapai nisab dan berlalu haul di atasnya (Ali as-Salus, Mausu'ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu'ashirah, hal. 523). Wallahualam. [MBerita/Rgl]



(***)