DUA HARI USAI M31A H!RKAN, PULANG-PULANG MERTUA MEMBERI KEJUTAN YANG LANGSUNG MEMBUATKU S¥0K, DAN KEJUTANNYA ADALAH ...

DITA LAK USAI M3L4 H1RKAN (2)

"Lho-lho, itu kenapa barang-barangnya banyak sekali?" ucap Bu Ratmi heran begitu melihat Laila, dan Mbok Jum muncul.

"Maaf Nyonya, Tuan saya mau mengv ndur kan diri, dan ikut Non Laila!" ucap Mbok Jum takut-takut.

"Apa? Apa aku gak salah dengar?" tanya Bu Ratmi dengan mata melotot, ia tak habis pikir dengan apa yang dilakukan pembantunya tersebut.

"Ti--dak, Nya saya mau ikut, Non Laila," jawab Bi Jum gugup, kepalanya tertunduk.

"Heh! Kamu pikir Laila bisa kasih kamu makan?" desis Bu Ratmi dengan nada mer3 ndahkan.

"Laila, kalau kamu mau pergi, pergi saja tidak usah ngajak-ngajak Bi Jum segala, punya apa kamu? Memangnya kamu bisa 6a ji pemb4 ntu? Orang ngidupin diri kamu sendiri aja belum tentu mampu!"

Dada Laila bergemuruh, entah kerasukan apa perempuan yang beberapa menit lalu sudah menjadi mantan mertuanya tersebut, kenapa bicaranya seperti orang tak berakhlak saja.

"Maaf, Nya. Bukan Non Laila yang ngajakin. Tapi, saya sendiri yang mau," jawab Bi Jum cepat begitu mendengar sang nyonya lagi-lagi menyalahkan Laila.

"Jadi kamu mau ikut dia?" tanya Bu Ratmi memastikan.

"Aku--ya, Nya."

"Kamu---"

“Ma biarkan saja jika Bi Jum mau ikut Laila,” potong Adam cepat, sebenarnya selain tidak ingin mendengar tentang ini semakin panjang, setidaknya jika Bi Jum ikut Laila, Bi Jum bisa membantu Laila, pikir Adam.

"Kenapa? Kamu kasian sama dia?" 

"Bukan begitu, Ma. Adam cuma gak mau lihat Mama m4 rah-m3 rah, nanti s4 kit Mama kambuh, Adam hanya khawatir sama Mama," jawab Adam yang akhirnya membuat Bu Ratmi percaya.

Ucapan Adam ada benarnya, buat apa dia membuang-buang energi dengan sesuatu yang tak berguna seperti ini.

"Baiklah kalau itu maumu. Tapi, ingat jangan pernah kamu mengemis untuk kembali ke rumah ini lagi!" tekan Bu Ratmi yang membuat Bi Jum ciut, meski di dalam hati tidak ada keinginan untuk kembali.

"Dan kamu Laila, ingat! Jangan pernah kamu menemui Adam dengan alasan an@k yang kamu bawa itu!"

“Tidak akan, Ma. Mama tenang saja!” jawab Laila dengan yakin. "Laila akan selalu mengingat hari ini, doa orang yang terdzalimi akan cepat menembus ke langit." 

Sekuat hati Laila menahan sesak, agar air matanya tak kembali tumpah. Ia harus tetap tegar, dan membuktikan bahwa ia bisa hidup tanpa Adam dan keluarganya.

"Dasar perempuan somb0_ng!" desis Bu Ratmi mendengar jawaban Laila.

"Ayo, Non!" ajak Bu Jum, dan dibalas Laila dengan anggukan.

Bi Jum dan Laila pun melangkah ke luar, Laila masih tidak percaya dengan apa yang terjadi hari ini, pernikahannya berakhir dengan jalan seperti ini.

"Tunggu!" Ucapan Farah kemudian setelah dari tadi hanya menonton saja, entah apa yang ingin dilakukan perempuan tersebut. Ia pun mendekat ke arah Bi Jum, dan Laila dengan senyum yang tak bisa dijelaskan.

“Farah mau ngapain kamu?” tanya Bu Ratmi heran melihat kelakuan calon menantunya tersebut.

Dulu Farah, dan Adam memang pernah menjalin hubungan, dan sudah disetujui Bu Ratmi, untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Tapi, saat itu Farah menolak, dengan alasan belum siap menikah. Selama ini ia tinggal di luar negeri, pantas saja jika Laila tak mengenal Farah, dan tak tahu kalau perempuan yang sebentar lagi akan menjadi istri Adam adalah perempuan masa lalunya.

"Sebentar Tan," jawab Farah. “Maaf ya, Mbak barangkali Mbak butuh ini buat beli kebutuhan anak Mbak,” ucap Farah basa-basi sambil mengeluarkan beberapa lembar u4 ng berwarna merah dari tasnya.

“Tidak usah, makasih,” jawab Laila datar.

"Aku sudah berniat baik lho!" ucap Farah berusaha meyakinkan.

“Farah ngapain kamu?” Bu Ratmi bertanya heran, ia tak bisa menebak apa yang ada di benak calon menantu kesayangannya tersebut. Kenapa malah memberi ua ng pada Laila?

"Udah ambil aja, aku tahu Mbak butuh ini!" Ia menyodorkan ua ng pecahan ratusan ribu tersebut, seraya memaksa agar Laila mau mengambilnya. 

Ragu Laila pun mengulurkan tangan, saat ua ng tersebut akan menyentuh tangan, tanpa di duga Farah dengan sengaja menjatuhkannya.

"Ups maaf," ucapnya pura-pura sambil meletakkan beberapa ikon ke atas bibir, dengan wajah panik yang sengaja dibuat-buat.

Melihat itu tangan Laila terpaksa melayang, lalu terkepal. Sejenak ia mematung, harusnya dari awal ia sudah tahu kalau perempuan yang sebentar lagi akan menggantikan posisinya di samping Adam memang tidak bermaksud memberikan ua ng ini untuknya, apalagi untuk an@k yang mertuanya saja tak mau menerima, jangankan melihatnya saja mereka tak mau, padahal 9@dis kecil yang baru beberapa hari berada di muka bumi tersebut adalah d@ rah d@ ging mereka.

Sekuat hati Laila menahan amarah, perlahan ia hendak mengambil ua ng tersebut, dan mengembalikan pada Farah, harga dirinya tengah dipermainkan. Tetapi, cepat-cepat seorang lelaki yang entah kapan datangnya langsung memegang tangannya, dia adalah Arga sepupunya Adam, yang baru saja menyelesaikan studi S2nya di luar negeri.

"Jangan ambil, Mbak!" mencegah Arga, mata Laila mengerjap melihat Arga tiba-tiba ada disini, ia memang pernah bertemu beberapa kali, dan datang-datang malah memihaknya.

 "Kalau orang berniat memberi pasti dia akan memberi dengan cara yang baik!" lanjutnya Arga.

"Alah sok mau jadi pahlawan kesiangan!" sergah Farah tak suka. Tapi, Arga malah cuek, dan tak berniat memikirkannya.

“Lho Ga, kapan datangnya?” tanya Pak Hamzah --- ayah Adam yang langsung angkat bicara begitu melihat anak dari mendiang adiknya tersebut datang.

"Baru, Wak dan langsung mampir ke sini," jawab Arga santai.

"Maaf, kami izin!" ucap Laila yang langsung memotong pembicaraan.

"Lho memangnya Mbak mau kemana? Kenapa bawa tas segala?" tanya Arga heran. 

“Mbak akan pergi, karena Mbak bukan lagi bagian dari keluarga ini lagi,” jawab Laila, wajahnya terlihat begitu lelah, berharap pulang bisa istirahat dengan tenang. Tapi, kenyataannya malah sebaliknya.

“Maksud, Mbak?” Arga bertanya tak percaya.

"Udah Ga kamu jangan halangi mereka, biarkan mereka pergi! Apa yang dikatakannya benar dia bukan lagi bagian dari keluarga ini!" ucap Bu Ratmi diperingatkan seraya mempertegas.

Tak ingin memperpanjang masalah Laila pun langsung kembali berpamitan, dan mengucap salam, lalu setelahnya melangkah pergi bersama Bi Jum.

“Kamu akan menyesal, Dam sudah menyia-nyiakan perempuan sebaik Mbak Laila!” ucap Arga ke Adam yang sejak terlihat tadi hanya diam.

Adam masih diam ia kehilangan kata-kata, hatinya bimbang bahkan ia tak tahu apa keputusannya benar atau salah.

“Udah, kamu gak akan mengerti. Keputusan Adam untuk berpisah itu sudah tepat, karena ada Farah yang akan menggantikannya,” jawab Bu Ratmi.

Selain mengingkan cucu laki-laki, Bu Ratmi memang tidak menyukai Laila yang menurutnya tidak selevel dengan keluarganya.

Pandangan Arga langsung beralih menatap ke arah Farah yang sejak tadi masih berada di posisi semula, dan langsung membalas Farah dengan senyum puas. (senyum puas diri atau congkak).

Arga menggeleng pelan, tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Dia memang tidak tahu titik permasalahannya, tapi dia tahu Laila perempuan dengan baik, entah mengapa Bude Ratmi terlihat begitu tidak menyukainya.

Baru beberapa saat Laila dan Bi Jum melangkah tiba-tiba terdengar suara benda jatuh, dan langsung mengalihkan perhatian Arga, dan yang lainnya. Mata Arga langsung membulat tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Bersambung....

*Bisa baca sampai tamat di Aplikasi KBM*

(***)