Kisah nyata Andi Selle

Kisah nyata Andi Selle—tokoh yang dikenal sebagai pejuang sekaligus tokoh kontroversial yang disebut berpotensi membelot karena keterlibatannya dalam bisnis dengan kelompok gerilyawan DI/TII Sulawesi selatan pimpinan Kahar Muzakkar.


Latar Belakang & Karier Awal

Keturunan bangsawan Bugis di Pinrang, Sulawesi Selatan. Ayahnya adalah korban tewasnya pasukan Westerling pada tahun 1947.

Gerilya kemerdekaan (1945–1950): Andi Selle bergabung dengan laskar pimpinan Kahar Muzakkar, berjuang demi Republik Indonesia.


Menjadi “Panglima Perang” & Bisnis Menggiurkan

Otoritas lokal: Di era 1950-an, sebagai komandan Batalyon 710 (dulunya Resimen TRI Persiapan), ia menguasai wilayah Parepare, Mandar, Mamasa, Mamuju, dan Majene.

Kekayaan luar biasa: Dagang beras dan kopra, monopoli wilayah—reputasi kaya yang melebihi beberapa selatan-tengah. Dia bahkan terkenal memberi hadiah mewah seperti kancing baju, lencana emas, jam tangan bahkan Mercedes-Benz.


Dugaan Keterlibatan dengan Pemberontak

Hubungan dagang dengan Darul Islam (DI/TII): Andi Selle menjadi sumber utama pasokan barang (senjata, pakaian) ke pasukan Kahar Muzakkar, meskipun hubungan mereka bersifat ekonomis, bukan ideologis.

Pandangan militer: Laporan Angkatan Darat (1961) menggambarkannya sebagai "opportunis dan petualang ambisius", yang mencari keuntungan melalui kedua belah pihak—pemerintah dan gerilyawan.


Titik Balik: Peristiwa Pinrang, 5 April 1964

Pertemuan dengan Panglima Kodam XIV Hasanuddin Kolonel M. Jusuf: Dalam buku dan laporan media, digambarkan adanya pemindahan jabatan yang ditawarkan oleh M. Jusuf (sebagai Asisten III Kodam XIV) kepada Andi Selle, namun ditolak.


Bentrok di tengah perjalanan:

Dalam perjalanan usai perundingan, mobil yang membawa M. Yusuf dan rombongan dibelokkan—dipicu oleh pengawal mobil Andi Selle yang menyalip dan pengawalnya menyerang dengan senjata Bren.

Sebuah laporan menyebutkan bahwa dirilis perintah “Tembak panglima!”, perang pecah, dan meski M. Jusuf selamat, Andi Selle kemudian melarikan diri dan wafat saat pengungsi.

Tragedi Pinrang 1964 yaitu bentrokan dengan M. Jusuf—tanda penghinaan bersenjata. Akhirnya Andi Selle melarikan diri bersama pasukannya masuk hutan dan meninggal saat pengungsi akibat perlawanannya kepada pasukan TNI pimpinan M. Yusuf.


Kesimpulan

Andi Selle merupakan kisah kompleks: awalnya pejuang Republik, kemudian menjadi penguasa lokal yang berpengaruh sekaligus penuh kontroversi. Era bisnisnya yang kaya raya dan dugaan bantuan bagi pemberontak menjadikan tokoh yang dianggap anggota oleh banyak pihak. Puncaknya, konflik berdarah dengan kolom tertinggi militer TNI pada 5 April 1964 di Pinrang, menandai jatuhnya karier dan hidupnya secara tragis.



(***)