Si Miskin dan Burung Garuda

???????????????????????? ???????????????????????? ????????????????????????????????????
Si Miskin hidup seorang diri di sebuah gubuk reyot di tepi hutan. Sejak kecil, ia sudah terbiasa bekerja keras karena orang tuanya telah lama meninggal. Setiap hari, ia mencari kayu bakar, menangkap ikan di sungai, atau membantu penduduk desa demi mendapatkan sedikit makanan.
Namun, meskipun rajin bekerja, kehidupannya tidak pernah berubah. Banyak orang yang meremehkannya, bahkan anak-anak desa sering mengejeknya karena pakaiannya yang subur dan tubuhnya yang kurus.
Suatu hari, saat ia masuk ke dalam hutan untuk mencari kayu bakar, terdengar suara keras dari atas pepohonan. Ia menengadah dan melihat sesuatu yang sangat mengejutkan—seekor burung garuda raksasa terjerat jaring besar di antara cabang-cabang pohon. Burung itu menggelepar-gelepar, mencoba memerdekakan diri, namun semakin berusaha, jaring itu justru semakin menjeratnya.
Dengan hati-hati, Si Miskin mendekat. "Burung besar ini pasti sangat kuat. Bagaimana bisa ia terperangkap seperti ini?" pikirnya. Tapi ketika ia melihat mata burung garuda itu, ada sorot kesedihan dan permohonan di sana.
“Tolong aku,” suara burung itu menggema di udara, seolah langsung masuk ke dalam ingatan.
Tanpa ragu, Si Miskin naik ke atas pohon dan mulai mengerat tali jaring dengan pisau kecilnya. Butuh waktu lama, tangan terluka oleh serat jaring kasar, tapi akhirnya burung garuda itu terbebas. Ia mengepakkan sayapnya yang besar dan kuat, membuat angin kencang menerpa wajah Si Miskin.
"Kau telah membantuku. Aku adalah Garuda Emas, burung penjaga negeri di seberang lautan. Sebagai balasannya, naiklah ke punggungku. Aku akan membawamu ke tempat yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya," kata burung garuda itu.
Si Miskin awalnya ragu, tapi dia juga penasaran. Dengan hati-hati, ia menaiki punggung garuda. Dalam sekejap, angin kencang menyapu tubuhnya saat garuda mengepakkan sayapnya dan terbang tinggi menembus awan. Mereka meliputi hutan lebat, gunung menjulang, dan lautan luas.
Setelah perjalanan yang panjang, mereka tiba di sebuah pulau yang bersinar keemasan. Tanahnya memancarkan kilauan cahaya, dan di tengahnya terdapat istana megah dengan pilar-pilar emas. Air sungai di sana berwarna jernih kebiruan, pepohonan berbuah permata, dan udara dipenuhi aroma harum bunga-bunga langka.
“Ini adalah Pulau Emas,” ujar Garuda. "Kau boleh mengambil emas dan permata sebanyak yang kau perlukan, tapi tetap satu hal—jangan serakah."
Si Miskin mengangguk. Ia hanya mengambil beberapa simpanan emas dan beberapa permata secukupnya untuk kebutuhan hidupnya. Setelah itu, burung garuda dibawa pulang ke desanya.
Dengan harta itu, Si Miskin memperbaiki rumahnya, membeli pakaian layak, dan mulai membantu orang-orang miskin lainnya. Ia tidak menjadi kaya raya, tetapi hidupnya lebih baik dan bahagia. Namun, kabar tentang keberuntungannya menyebar ke seluruh desa, hingga sampai ke telinga seorang saudagar kaya dan serakah bernama Gantar.
Gantar penasaran. “Bagaimana mungkin seorang miskin tiba-tiba memiliki emas?” pikirnya. Dengan tipu daya, ia mendekati Si Miskin dan berpura-pura berpura-pura baik, memberikan makanan serta pakaian untuk mendapatkan kepercayaannya. Setelah beberapa hari, akhirnya Si Miskin menceritakan kisahnya tentang burung garuda dan Pulau Emas.
Setelah mendengar cerita itu, Gantar segera pergi ke hutan dengan membawa jaring yang lebih besar dan kuat. Ia menunggu hingga burung garuda kembali. Benar saja, burung garuda itu muncul, dan tanpa ragu, Gantar menangkapnya dengan jaring tersebut.
"Tolong aku," pinta garuda.
Namun, Gantar bukannya membantu, malah berkata, "Aku akan memerdekakanmu jika kau membawaku ke Pulau Emas dan memberiku seluruh emas yang ada di sana!"
Garuda tak punya pilihan. Ia membawa Gantar ke Pulau Emas. Begitu sampai, mata Gantar berbinar melihat kekayaan yang terhampar di hadapannya. Ia segera mengambil emas dan permata sebanyak-banyaknya, mengisi kantong, memasukkan ke dalam bajunya, bahkan memasukkan ke dalam mulut karena takut ada yang tertinggal.
Ketika ia sudah tak mampu membawa lebih banyak lagi, ia berkata kepada garuda, "Sekarang bawa aku pulang!"
Namun garuda hanya melayani. "Kau terlalu serakah. Kini, kau harus menerima akibatnya."
Pada saat itu juga, garuda mengepakkan sayapnya dan menjatuhkan Gantar ke tengah lautan. Karena terlalu banyak emas yang ia bawa, tubuhnya menjadi berat dan ia tenggelam ke dasar laut, hilang selamanya.
Sementara itu, Si Miskin tetap menjalani hidupnya dengan penuh rasa syukur. Ia tidak hanya hidup berkecukupan, namun juga dihormati dan dicintai oleh penduduk desa. Garuda pun selalu mengawasinya dari jarak jauh, memastikan bahwa kebaikan dan kerendahan hati selalu mendapat balasan yang setimpal.
.
.
.
. (***)