Kisah Perjuangan Andi Mappanyukki


Andi Mappanyukki (1885 – 1967) adalah Raja Bone ke-32 sekaligus tokoh perjuangan rakyat Sulawesi Selatan dalam melawan penjajahan. Ia dikenal sebagai bangsawan Makassar dan Bugis (Gowa dan Bone) yang sangat berpengaruh, bijaksana dan tegas membela rakyatnya.


1. Latar Belakang

Andi Mappanyukki lahir pada tahun 1885. Ia adalah putra dari Raja Gowa ke-34 yaitu Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembang Parang Sultan Husain, Tumenanga ri Bundu'na (Yang Gugur Ditengah Perjuangan). Sejak Andi berusia 20 tahun, ia ikut serta dan mengangkat senjata untuk mengusir kolonial Belanda bersama ayahnya Raja Gowa ke-34 yang wafat ditengah perang gerilyanya melawan Belanda. Perang yang ia jalani saat itu guna mempertahankan pos pertahanan Kerajaan Gowa di daerah Gunung Sari. Pada tahun 1931, atas usul Dewan Adat Bone,ia pun diangkat menjadi Raja Bone ke-32 karena beliau adalah cucu dari Raja Bone dari garis Ibunya. Ketika menjadi Raja Bone ke-32, Andi Mappanyukki diberi gelar Sultan Ibrahim, sehingga ia bernama lengkap Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim.

Berasal dari keluarga bangsawan Makassar dan Bugis yang anti kolonialisme Belanda, sehingga sejak kecil sudah dididik dalam adat, kepemimpinan dan keberanian.


2. Perlawanan terhadap Belanda

Semasa kepemimpinannya ini, Andi pun dengan tegas mengatakan menolak untuk bekerja sama dengan Belanda. Andi mengatakan “Aku tidak buta dengan mentega dan mulutku tidak bisa ditutup dengan roti dan tidak bisa aku menjadi licin dengan susu”. Karena Andi menolak untuk bekerja sama dengan Belanda, ia pun diasingkan oleh Belanda selama 3,5 tahun di Ratenpao, Tanah Toraja. Ia diasingkan bersama dengan istrinya, I' Mane'ne Karaengta Ballasari. Saat Belanda memperkuat pengaruhnya di Sulawesi Selatan, Andi Mappanyukki tampil sebagai pemimpin yang membela rakyat. Ia menolak keras untuk membeli, terutama kebijakan yang merugikan rakyat Bone. Pada masa mudanya, ia ikut serta dalam perlawanan bersama ayah Raja Gowa dengan pasukan rakyatnya melawan dominasi Belanda.


3. Masa Pendudukan Jepang

Pada saat Jepang masuk ke Indonesia (1942), Andi Mappanyukki tetap mempertahankan wibawa kerajaan Bone.

Meskipun Jepang berusaha menguasai, ia tidak sepenuhnya tunduk dan tetap menjaga semangat rakyat Bone.


4. Pasca Proklamasi 1945

Setelah Indonesia merdeka, Andi Mappanyukki dengan tegas menyatakan dukungannya terhadap Republik Indonesia.

Ia mendorong masyarakat Bone dan Bugis agar setia kepada Republik, meskipun Belanda kembali datang melalui NICA.

Keteguhan sikapnya membuat rakyat Bugis tetap bersemangat mempertahankan kemerdekaan.


5. Sebagai Tokoh Adat dan Persatuan

Ia dikenal sebagai raja yang arif, bijak, dan mampu menyatukan rakyat Bugis.

Andi Mappanyukki sering menjadi penengah konflik antar suku atau antar bangsawan demi menjaga persatuan.


6. Akhir Hayat

Pada tanggal 18 April 1967, di Jongaya Makassar, Andi Mappanyukki meninggal dunia. Jenazahnya pun disemayamkan di pemakaman para raja Gowa atau Bone lainnya. Namun, oleh pemerintah, ia diletakkan di Taman Makam Pahlawan Panaikang Makassar.

Atas integritasnya sebagai pejuang yang pantang menyerah kepada Belanda, ia pun menjadi suri tauladan bagi putra-putrinya untuk terus berjuang. Oleh karena itu, atas sumbangsihnya, Andi pun dianugerahkan gelar sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keppres No. 089/TK/2004, pada tanggal 5 November 2004. 


Nilai Perjuangan yang Bisa Diteladani:

Keteguhan hati dalam membela rakyat melawan penjajahan.

Keberanian menentang kekuasaan asing yang menindas.

Kebijaksanaan dalam memimpin dan menjaga persatuan rakyat.

Cinta tanah air dengan mendukung Republik Indonesia.

(***)