Timeline Alternatif Indonesia Tanpa Soeharto

Tahun 1965–1970
Setelah G30S, Sukarno tetap berkuasa lebih lama. Ia menunjuk Jenderal Nasution sebagai tokoh militer utama, bukan Soeharto.
PKI tetap dibubarkan, tetapi dicintainya tidak sebesar di dunia nyata karena Nasution lebih hati-hati.
Politik Indonesia jadi semi-parlementer: partai masih berfungsi, militer punya pengaruh besar.
Perekonomian tetap krisis, inflasi masih tinggi karena belum ada “rezim pembangunan” ala Orde Baru.
Tahun 1970–1980
Sukarno wafat lebih awal (sekitar tahun 1970) dalam timeline ini. Setelah itu, Nasution atau tokoh militer lain menjadi presiden transisi.
Mereka membangun sistem “Dewan Militer Sipil”, mirip junta tapi tetap membuka ruang partai.
Perekonomian mulai dibuka, tapi tidak secepat Orde Baru. Investasi asing masuk lebih terbatas.
Tanpa Soeharto, korupsi masih ada namun tidak melekat pada keluarga Cendana. Lebih banyak jenderal kaya mendadak, bukan satu keluarga besar.
Timor Timur tetap bergejolak, tapi karena keputusan invasi 1975 adalah dorongan Soeharto, kemungkinan besar Indonesia tidak menginvasi Timor Timur.
Tahun 1980–1990
Indonesia masih dipimpin militer, tetapi presidennya berganti: mungkin Nasution digantikan oleh Wirahadikusumah atau tokoh lain.
Karena tidak ada Orde Baru yang super panjang, demokrasi lebih cepat berkembang. Pemilu lebih bebas, meski militer tetap dominan.
Ekonomi tumbuh, tapi tidak sepesat “keajaiban pembangunan” Soeharto. Indonesia tidak jadi macan Asia, tapi juga tidak terpuruk.
Aceh dan Papua masih bermasalah, namun pendekatannya lebih lunak dibandingkan Soeharto.
Tahun 1990–2000
Krisis moneter tahun 1997 tetap terjadi, karena faktor regional.
Tapi karena tidak ada Orde Baru yang sangat kuat, jatuhnya pemerintahan lebih cepat — mungkin tahun 1997 langsung berganti kepemimpinan.
Reformasi terjadi lebih awal, tanpa trauma 32 tahun otoritarianisme.
Timor Timur tetap menjadi jajahan Portugis sampai akhirnya merdeka sendiri, bukan melalui referendum 1999.
(***)