Salah Siapa
Salah Siapa?
Mungkin karena terlalu jenuh menyaksikan pelimpahan kesalahan pada perempuan, sebagian orang merasa bahwa perempuan adalah makhluk yang paling menderita. Reaksinya sekarang sebagian orang berbalik 180° dalam melihat kesalahan. Bagi sebagian orang, perempuan menjadi makhluk yang tak pernah salah & tak boleh disalahkan. Perempuan seolah menjadi makhluk paling tahu & selalu memiliki alasan yang bisa diterima di balik tindakannya. Apa pun. Seaneh apa pun. Setidakumum apa pun.
Lalu siapa yang salah? Suaminya, ayahnya, tetangganya, orang lewat, masyarakat, siapa pun asal bukan perempuan.
Ada seorang ibu yang melakukan kekerasan pada anaknya, yang ditunjuk hidung ayahnya. Di mana suaminya? Perempuan bisa begitu karena suaminya.
Betul sih bahwa suami, ayah adalah pemimpin keluarga. Ada kewajiban melindungi & mendidik seluruh anggota keluarga di pundaknya. Tapi bukan berarti istri, ibu bebas tanggung jawab. Ketika dia melakukan kekerasan, ya berarti dia punya kesalahan lain. Terlepas dari kesalahan yang mungkin lebih dahulu dilakukan oleh suaminya.
Ada seorang perempuan yang melakukan tindak kriminal karena komentar tetangga, yang menyalahkan tetangganya & si perempuan dianggap sebagai korban yang tidak bersalah. Mungkin benar bahwa si / para tetangga "kelebihan mulut" mengomentara orang lain. Tapi bukankah perempuan juga manusia yang punya akal? Perempuan adalah manusia yang bisa memutuskan tindakan apa yang dia ambil sebagai tanggapan atas perlakuan sekitar.
Ada perempuan yang bermaksud pembohong, yang menyalahkan suaminya. Kenapa suaminya tidak mendidik? Eh iya kah sudah dipastikan bahwa pendidikan dari suami kurang? Apalagi kalau perempuan pembohong itu istri atau putri dari seorang pemuka agama. Tambah mantap tudingan itu kepada si ayah atau suami.
Perempuan dan laki-laki punya kepuasan masing-masing. Punya tanggung jawabnya masing-masing. Jika laki-laki melakukan amal shalih, dia berhak mendapatkan balasan. Demikian juga dengan perempuan.
Sebaliknya jika seorang laki-laki melakukan kesalahan, dia harus menanggung konsekuensinya. Demikian juga dengan perempuan.
Kesalahan salah satu pihak tidak bisa dilimpahkan pada pihak. Masing-masing bertanggung jawab atas perbuatannya. Siapa pun.
Baik-buruknya perempuan memang ada andil dari kepemimpinan suami. Begitupun sebaliknya. Baik-buruknya seorang laki-laki ada danil pengaruh istrinya. Demikian karena suami adalah teman terdekat istri dan sebaliknya. Sedangkan Rasulullah mengingatkan bahwa pertemanan akan mempengaruhi seseorang.
Namun, pengaruh hanyalah pengaruh. Faktor eksternal tidak akan banyak berpengaruh terhadap diri sendiri dan tidak membiarkannya berpengaruh. Faktor internal tetap memberikan pengaruh yang sangat besar.
Kurang mendidik bagaimana Nabi Luth & Nabi Nuh? Namun istrinya tetap saja durhaka, ahli neraka yang ALLAH binasakab bersama pendosa lainnya.
Kurang durhaka apa Fir'aun? Tetapi Asiyah tetaplah perempuan bertaqwa, ahli surga yang kisahnya diabadikan sebagai pelajaran hingga berabad-abad setelahnya.
Perempuan, kita memang bukan pemikul segala kesalahan. Bukan pula penyebab siapa pun melakukan kesalahan. Tapi kita juga bukan makhluk suci tanpa dosa yang tidak mungkin berbuat salah.
Selama kita mampu memilih, mampu memutuskan artinya kita harus siap menanggung setiap pilihan & keputusan tersebut.
(***)