“Panembahan Senapati: Pendiri Dinasti Mataram yang Legendaris”

Panembahan Senapati, yang dikenal sebagai raja pertama Mataram, adalah sosok visioner yang membangun salah satu dinasti terbesar dalam sejarah Jawa. Nama asli beliau adalah Danang Sutawijaya, putra sulung Ki Ageng Pamanahan dan Nyai Ageng Pamanahan. Ia mewarisi jabatan ayahnya sebagai Adipati Mataram di bawah Kesultanan Pajang sebelum memproklamasikan Mataram sebagai kerajaan yang mandiri.
Awal Kehidupan dan Perjalanan Menuju Takhta
Panembahan Senapati lahir dari keluarga yang dekat dengan lingkar kekuasaan. Ayahnya, Ki Ageng Pamanahan, adalah tokoh yang berjasa dalam mendukung Sultan Adiwijaya, penguasa Pajang. Berkat kesetiaan keluarganya, Danang Sutawijaya diangkat menjadi anak angkat Sultan Adiwijaya dan diberi tempat tinggal di dekat pasar Pajang, yang kemudian membuatnya dikenal dengan julukan Raden Ngabehi Saloring Pasar.
Saat dewasa, Danang Sutawijaya terlibat dalam pertempuran melawan Arya Panangsang, pemimpin pemberontakan dari Demak. Berkat strategi cerdik yang dirancang oleh Ki Juru Martani, sekaligus paman penasihatnya, Arya Panangsang berhasil dikalahkan. Keberhasilan ini memperkuat posisi di mata penguasaan Pajang dan rakyat.
Namun, setelah wafatnya Sultan Adiwijaya pada tahun 1582, Pajang dilanda konflik yang sukses. Danang Sutawijaya melihat peluang untuk memerdekakan Mataram dari kendali Pajang. Pada tahun 1586, ia memproklamasikan kemerdekaan Mataram dan memulai era baru sebagai Panembahan Senapati Ingalaga Sayyidin Panatagama.
Kampanye Militer dan Konsolidasi Wilayah
Sebagai penguasa, Panembahan Senapati diketahui memiliki visi besar untuk memperluas kekuasaan Mataram. Ia memimpin berbagai kampanye militer untuk menduduki wilayah-wilayah dengan strategi:
• Pajang dan Demak: Mataram berhasil mematahkan perlawanan Arya Pangiri, yang menenangkan Pangeran Benawa dari takhta Pajang. Setelah itu, Pangeran Benawa bersekutu dengan Senapati dan menyerahkan Pajang kepadanya.
• Madiun: Pada tahun 1590, Senapati memimpin Madiun, yang saat itu dipimpin Adipati Rangga Jumena, putra Sultan Trenggana. Dalam proses ini, Senapati memperistri putri Rangga Jumena, Ratna Jumilah, yang kemudian menjadi simbol penyatuan darah Mataram dan Demak.
• Kediri dan Pasuruan: Wilayah Kediri dan Pasuruan juga berhasil mencapai kesepakatan kepada Mataram, baik melalui diplomasi maupun pertempuran.
Keberhasilannya dalam memperluas kekuasaan bukan hanya karena keunggulan militernya, tetapi juga karena kecakapannya dalam membangun aliansi dan memainkan strategi politik.
Kehidupan Pribadi dan Pengaruh Spiritual
Sebagai tokoh yang dihormati, Panembahan Senapati juga memiliki reputasi sebagai pemimpin spiritual. Dalam tradisi Jawa, ia sering dikaitkan dengan legenda pertemuannya dengan Kanjeng Ratu Kidul, penguasa mistis Laut Selatan. Hubungan ini dipercaya memberikan kekuatan spiritual dan legitimasi bagi kekuasaannya.
Dalam kehidupan rumah tangga, ia memiliki beberapa istri, termasuk Waskita Jawi, Ratna Jumilah, dan Nyai Adisara. Keturunan dari pernikahan ini melanjutkan dinasti Mataram, yang kelak menjadi kerajaan besar di Nusantara.
Akhir Hidup dan Warisan
Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601 di Kajenar. Ia diberi gelar anumerta Panembahan Seda ing Kajenar dan dimakamkan di Pasarean Mataram, Kotagede. Kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya, Anyakrawati, yang melanjutkan perjuangan membesarkan kerajaan.
Meski gelar “Sultan” baru digunakan pada masa cucunya, Anyakrakusuma, Panembahan Senapati tetap dianggap sebagai pendiri dan peletak dasar kejayaan Dinasti Mataram. Visi dan kepemimpinannya menjadikan Mataram sebagai salah satu kerajaan yang paling berpengaruh di Jawa.
Kesimpulan
Kisah Panembahan Senapati bukan hanya tentang politik dan peperangan, tetapi juga tentang keberanian, strategi, dan tekad untuk mempersatukan Jawa. Ia adalah tokoh yang mengubah sejarah, mewariskan warisan abadi berupa dinasti yang mempengaruhi budaya dan tradisi hingga masa kini.
(***)