TOLOK DAENG MAGASSING

Praktek bandit ternyata sudah lama dikenal termasuk di Sulawesi Selatan. Perbanditan sudah muncul sejak jaman kolonial jauh sebelum adanya fenomena “Bandit Mileneal”. Demikian juga belahan dunia lain, di benua Eropa misalnya, cerita Robin Hood dan Zorro telah lama menjadi legenda dan dipopulerkan melalui Film layar lebar dan di serial Televisi lainnya.
Saking populernya, tokoh bandit tersebut menjadi idola anak-anak di era tahun 1980-an hingga tahun 1990an. Film tersebut bercerita tentang sepak terjang tokoh Robin Hood dan Zorro. Keduanya tampil berperan sebagai Pahlawan Pembebasan dari kemiskinan dan memilih kekuasaan di jaman itu.
Meskipun apa yang dilakukan oleh kedua tokoh terebut, dianggap kriminal karena membunuh dan melakukan kekerasan. Peran kedua tokoh ini menarik karena keduanya menggunakan topeng dalam setiap “aksinya” dan muncul tiba-tiba ketika terjadi kebetulan.
Jika di Eropa ada Robin Hood dan Zorro, di Tana Makassar pernah ada tokoh serupa. Namanya I Tolok Daeng. Magassing. Seorang pemerintahan dari Limbung (Bajeng-Kab. Gowa) yang oleh penjajah dicap sebagai pemimpin sekaligus pemberontak pemerintahan Hindia Belanda.
Gerakan I Tolok berlangsung antara tahun 1914-1917, telah diungkapkan dan dikomentasikan dalam beberapa literasi dan kajian ilmiah antara lain oleh Abdul RaRazak Dg. Patunru, Muhammad. Arfa, Rahman Arge, dan M. Nafsar Palallo. Cerita I Tolok diulas tuntas oleh Nafsar Palallo dalam tesisnya yang kemudian jadikan buku dengan judul “Bandit Sosial di Makassar (Jejak perlawanan I Tolok Dg. Magassing). Nafsar merupakan alumni IKIP Ujung Pandang yang kemudian menjadi guru salah di salah satu SMA di Sungguminasa Kab. Gowa.”).
Dalam situasi normal dan berhukum tindakan-tindakan I Tolok bisa digolongkan sebagai kriminal. I Tolok memimpin berbagai mendudukian di sejumlah wilayah Gunung Lompobattang terutama di wilayah afdelling Makassar sperti: Polombangkeng (Takalar), Gowa Selatan dan Bonthain (Bantaeng). Tindakan ini dilakukan di saat Tana Makassar dalam kondisi intimidasi, ketakutan/keresahan dan kemiskinan diawal pemerintahan Hindia Belanda di Sulawesi Selatan ketika itu. Namun dalam studi sejarah sosial selak terjang I Tolok Dg. Magassing menjadi sala satu kajian tentang perlawanan sosial atau gerakan sosial di Sulawesi Selatan. Lebih tepatnya Bandit Sosial karena dalam aksinya dilakukan di wilayah kantong-kantong logistik Hindia Belanda.
Hasil rampokan berupa uang atau barang (bisa bernilai uang) oleh I Tolok dibagi-bagikan kepada rakyat kecil yang sangat membutuhkan. Tak heran aksi-aksi yang dilakukan kelompok I Tolok justeru mendapat dukungan dari warga dan pemimpin lokal beberapa regen (wilayah). Warga kemudian sadar bahwa aksi-aksi perampokan yang dilakukan I Tolok dan kelompoknya sebagai bentuk pembangkangan atas penjajah.
Demikian pula oleh para pemimpin lokal seolah mendapatkan amunisi dalam melawan kekuasan Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda menganggap aksi mengepung Kelompok I Tolok sudah mengarah pada pemberontakan dan ancaman serius sehingga perlu ditumpas. Di balik aksinya I Tolok bersama pengikutnya sperti I Macang Dg. Barani, I Pacino Dg. Matapa dan Daeng Tompo terus mendapat perlawanan dari pemerintah Hindia Belanda puncaknya terjadi di kurun waktu 1915.
Dalam perjalanannya I Tolok kemudian mendapat dukungan dari beberapa pemimpin lokal dan memanfaatkan situasi untuk ajang konsolidasi dan mengorganisir kakuatan rakyat untuk melakukan perlawanan terhadap kekuasan Hindia Belanda. Apalagi di tengah batasan kekuasaan Kerajaan Gowa-Tallo paska perjanjian Bungaya.
Paska keterpurukan pemerintahan kerajaan Gowa pihak bangsawan Gowa lalu menyerahkan beberapa senjata seperti peluru dan pedang serta bergabungnya beberapa prajurit kerjaaan ke dalam kelompok I Tolok. Sebagai bentuk pengakuan kerjaaan, I Tolok kemudian dianugrahi Tubulelleng (Badik Hitam) dan dilakukan upacara Kalompoang sebagai simbol pemberian izin kekuasan untuk melakukan perlawanan kepada Hindia Belanda.
Setelah itu terjadi beberapa pertempuran antara kelompok I Tolok Dg. Magassing dengan pasukan Hindia Belanda. Hingga akhirnya gerakan I Tolok berhasil dihentikan dalam sebuah operasi militer Hindia Belanda pada pertengahan November 1915.
Ironisnya, I Tolok Dg Magassing dan pengikutnya ditangkap atas kerjasama pemerintah Hindia Belanda dengan beberapa bangsawa Gowa sendiri.
Semangat, keberanian dan jiwa perlawanan I Tolok terus di kenang oleh rakyat hingga kini. Namanya selalu disematkan kepada para pejuang, agenda. Tokoh I Tolok juga menjadi idiom bagi seorang awam dan tokoh penumpas kejahatan di kalangan orang Makassar dengan sebutan : Tolok, Tolok'na, Tolok'ka.
Legenda I Tolok Daeng Magassing di atas membuktikan bahwa bandit sosial selalu hadir di setiap jaman. Lahir di saat rakyat didera kemiskinan dan kekuasan/pemerintahan tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat. Sebagai bandit baik I Tolok, maupun Robin Hood dan Zorro selalu lahir diluar kekuasaan bukan sebaliknya. Kendatipun oleh kekuasaan yang lalim mereka dianggap sebagai pemberontak tetapi oleh rakyat mereka dianggap sebagai pahlawan.
(***)