GAJAH MADA MEMINTA MAAF, MENERIMA SALAH DAN SIAP DIHUKUM WALAU IA ORANG NOMOR DUA DI MAJAPAHIT


Karier cemerlang, pandangan hidup hanya untuk kebesaran Majapahit bahkan untuk tujuan tersebut Sang Mahapatih Gajahmada melakukan apa yang ia pikir terbaik bagi kerajaan Majapahit namun apa nyana malah perbuatannya membuat sang Mahapatih terpuruk dan jatuh dalam kesalahan fatal bagi Sang Raja Hayam Wuruk.


Peristiwa Bubat atau perang Bubat adalah sebuah pil' pahit bagi Sang Mahapatih ini. Dalam peristiwa ini, karir dan penghormatannya hancur meski hampir seluruh hidup dan pengabdian Gajah Mada untuk Majapahit. Namun hanya satu kesalahan fatal yang mungkin bermaksud Gajah Mada baik untuk kejayaan Majapahit namun sejarah mencatat perbuatan Gajah Mada malah membuat sebuah persekutuan besar antara kerajaan ujung Barat dan ujung Timur pulau Jawa nyaris terjadi malah berakhir gagal.


Pada tahun 1357, Maharaja dan rombongan kerajaan Sunda berangkat menuju Majapahit dalam rangka merayakan pernikahan putri kerajaan Sunda dengan Raja Majapahit yakni Prabu Hayam Wuruk.


Sebuah peristiwa yang tidak lazim saat itu karena mempelai wanita harus datang kepada pihak pria. Namun raja Sunda yakni Linggabuana sudah menyetujui bahwasanya pernikahannya akan diselenggarakan di Majapahit.


Sesampainya di wilayah Jawa Timur, Raja beserta rombongan dari Sunda membuka tenda di lapangan Bubat yang masih wilayah Majapahit, namun mereka tidak menemukan adanya penyambutan apapun dari tuan rumah seperti layaknya tamu agung dari jauh.


Sedang dipihak Majapahit sendiri, sejatinya perkawinan ini ditolak salah satunya oleh Mahapatih Gajah Mada.


Dalam sumber serat Pararaton, menjelaskan bahwa Gajah Mada menolak diadakannya upacara perkawinan yang meriah. Sebaliknya, putri Sunda harus dijadikan persembahan untuk Prabu Hayam Wuruk untuk diperistri.


Pihak kerajaan Sunda mendengar hal tersebut menjadi murka maka mereka menolak dan lebih baik menggagalkan perkawinan tersebut. Bagi kerajaan Sunda ini menghina dan menghina kerajaan mereka.


Namun sebelum mereka kembali ke Barat, Gajah Mada dan pasukannya terlebih dahulu menyerang rombongan tersebut di lapangan Bubat.


Meskipun memiliki kekuatan yang tak sebanding dengan pasukan Gajah Mada, rombongan Raja Sunda tetap melawan demi harga diri dan nama baik Sunda maka terjadilah apa yang kita kenal sebagai perang Bubat.


Mendengar penghinaan itu, Prabu Linggabuana menolak dan rela berusaha mempertahankan harkat dan martabat Sunda, hingga akhirnya meletuslah perang di lapangan Bubat, Majapahit. Pertempuran itu dikenal dengan Perang Bubat.


Semua rombongan dari kerajaan Sunda termasuk sang Raja Prabu Linggabuana terbunuh, sedang sang Putri Dyah Pitaloka yang akan dinikahkan dengan Prabu Hayam Wuruk melakukan bela pati' demi harga diri.


Kegagalan Hayam Wuruk untuk mempersunting putri Sunda, yang dimulai dari tindakan Gajah Mada, membuat hubungan kedua tokoh Raja dan Mahapatih ini renggang.


Gajah Mada, mahapatih yang paling disegani selanjutnya malah dianggap sebagai dalang gagalnya pernikahan dan cinta Hayam Wuruk dan orang yang paling dipersalahkan pasca peperangan Bubat tersebut.


Raja Hayam Wuruk yang sangat terpukul atas kejadian tersebut, menganalisis strategi Mahapatih Gajah Mada. Beberapa pejabat istana bahkan mengusulkan agar Gajah Mada ditangkap.


Gajah Mada meminta maaf pada Sang Raja yang ia dulu jaga dengan nyawanya sendiri dan siap menerima hukuman apapun sedang menurut beberapa serat, Sang Prabu Hayam Wuruk tak bisa menyyahut dan menjawab, bahkan Konon Hayam Wuruk tak pernah berpaling pada Gajah Mada, orang yang dulu ia sangat hormat.


Lalu Maaf Gajah Mada kembali meminta maaf secara terbuka pada masyarakat Majapahit dalam pertemuan di Keraton Majapahit, Gajah Mada mengakui kesalahannya dan siap dihukum.


Earl Drake dalam bukunya "Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit" mengisahkan bagaimana Gajah Mada menjadi buruan di istana Majapahit setelah peristiwa Bubat. Meskipun Raja Hayam Wuruk sebenarnya tidak ingin menangkap Mahapatih Gajah Mada, namun tekanan dari beberapa pejabat membuat situasi semakin rumit.


Serat Pararaton menyebut Gajah Mada diistirahatkan selama 11 bulan sejak menjabat sebagai mahapatih Majapahit setelah peristiwa Perang Bubat.


Hingga 11 bulan mendatang, jabatan Mahapatih kosong dan politik di kerajaan Majapahit berguncang.


Ini menjadi pukulan telak bagi Hayam Wuruk dan juga Gajah Mada sendiri.


Selepas Gajah Mada tak menjadi Mahapatih, banyak kerajaan taklukkan melakukan pemberontakan dan lepas dari Majapahit.


Menurut Kitab Negarakertagama, pupuh 70:3, dikisahkan bahwa Gajah Mada yang telah berhenti dari jabatannya sebagai mahapatih, jatuh sakit sekitar tahun 1363 M. Gajah Mada dinyatakan wafat pada tahun 1364 M, tanpa takhta dan kekuasaan.


Peristiwa Perang Bubat menjadi titik balik dalam sejarah Majapahit, menunjukkan bahwa bahkan seorang Mahapatih sehebat Gajah Mada pun tidak luput dari kesalahan, dan tanggung jawab harus diemban ketika kesalahan tersebut terjadi.


Dirangkum dari berbagai sumber 


Beny Rusmawan


(***)