Mengintip Pesona Istana Kesultanan Bima
Salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi saat berkunjung ke Kota Bima, Nusa Tenggara Barat adalah Istana Kesultanan Bima. Kompleks istana yang pernah ditempati salah satu sultan ternama di Bima, yakni Sultan Muhammad Salahuddin itu, menyimpan banyak informasi historis tentang Bima di masa lampau dan kisah Presiden pertama RI Soekarno yang pernah dua kali berkunjung ke sana. Istana Kesultanan Bima terletak di Jalan Sultan Ibrahim Nomor 2 Kota Bima.
Kini, sebagai museum, Istana Kesultanan Bima lebih dikenal dengan nama Museum Asi Mbojo. Mbojo sendiri merupakan sebutan bagi warga Bima. Kompleks Istana Kesultanan Bima dikelilingi oleh taman-taman yang beberapa di antaranya terdapat meriam peninggalan zaman Belanda. Di halaman depan, ada tiang bendera yang bentuknya menyerupai layar kapal sehingga bendera diikatkan pada sebuah tali yang miring layaknya tali penyangga pada layar kapal. Lihat Foto "Di sana masyarakat Bima mengadakan upacara kenaikan bendera Merah Putih untuk pertama kalinya setelah kemerdekaan, tanggal 31 Oktober 1945," kata Kepala Museum Asi Mbojo, Syarifuddin Selasa (9/6/2015).
Memasuki pelataran istana, akan ada sebuah pintu besar sebagai pintu utama tempat wisatawan masuk. Di lantai dasar, ada dua buah papan yang menunjukkan silsilah Kesultanan Bima dari penguasa yang paling awal sampai kerajaan di Bima berubah menjadi kesultanan. Ada nama-nama keturunan Sultan Salahuddin yang pernah menjabat di pemerintahan Kota Bima, termasuk mantan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen.
Beranjak ke lantai atas, wisatawan bisa menemui kamar tidur Presiden Soekarno yang terletak di sebelah kanan tidak jauh dari tangga. Di dalam kamar tidur Soekarno, ada sebuah tempat tidur yang ditutup oleh tirai putih transparan. Ada juga sebuah meja dan kursi yang beberapa bagiannya dilapisi oleh kain tenun khas Bima. Dua potret wajah Soekarno pun dibingkai rapi dan dipasang di dinding. Lihat Foto "Pak Soekarno dulu tidur di sini. Beliau dekat sekali dengan Sultan. Soekarno juga dulu itu berguru kepada Sultan," tambah Syarifuddin. Tidak ada bagian dari kamar Soekarno yang diubah sedikit pun, kecuali beberapa bagian yang dicat ulang sesuai dengan warna aslinya. Soekarno pernah dua kali menginap di kamar tersebut yang diperkirakan dulunya merupakan kamar anak pria, yakni tahun 1933 dan 1950. Di lantai dua, selain kamar Soekarno, ada ruangan lain yang dinamakan kamar anak pria, kamar anak perempuan, kamar keterampilan, dan ruang kerja sultan.
Di semua kamar tidur maupun kamar keterampilan, disediakan meja dan kursi. Berbeda dengan ruang kerja sultan yang sama sekali tidak ada kursi dan meja, hanya satu buah lemari dengan kaca dan beberapa laci. "Sultan memang kerja di lantai. Ada tamu, sultan ajak duduk di lantai. Sultan dulu suka sekali dengan istilah berdiri sama tinggi duduk sama rendah, jadi tidak ada yang lebih tinggi, semuanya sama," terang Syarifuddin sambil memperlihatkan isi ruangan yang berlantaikan kayu jati. (**)