"Ada Matahari di Agats"
PAGI itu, Timika tidak hanya diselimuti mendung, tapi hujan gerimis. Pesawat Twin Otter yang kami tumpangi (14 orang) meninggalkan Bandara Mozes Kilangin, Timika ketika rintik hujan semakin deras. Maka, hujan mengiringi penerbangan kami dari Timika ke Ewer, Asmat. Sebenarnya, saat itu, saya agak-agak kurang nyaman naik pesawat kecil, apalagi di tengah hujan, meski hanya gerimis. Apalagi awan harus sepenuhnya menguasai Timika.
Namun, ketika penumpang saya melihat yang lain, satu rombongan, termasuk Menteri Sosial Tri Rismaharini, tenang-tenang saja, di pesawat pun terus berbicara dan tertawa, saya jadi tenang. Tetapi, yang saya bayangkan, benar-benar terjadi setelah pesawat kecil itu terbang membelah langit Timika, menerjang arak-arak ledakan awan-mega. Pesawat miring ke kiri, miring ke kanan. Bergetar-getar. Dan, suara mesinnya menderu-nderu terbawa ke telinga. Meski pesawat tidak terbang tinggi, tapi pandangan mata tak mampu menembus hamparan awan-mega di bawahnya. Semua abu-abu. Saya tidak tahu pemandangannya seperti di sekitar bandara. Tidak jelas, tertutup awan.
* Di atas Timika, ketika pesawat kecil itu terbang menderu-nderu, miring ke kiri miring ke kanan, sempat menyusup pertanyaan dalam benak: "Mengapa Mensos berpayah-payah meninggalkan Jakarta mengunjungi Agats, Asmat?" Jarak Jakarta-Agats sekitar 3.500 kilometer. Jauh! Lebih tiga kali lipat jarak dari Anyer (Banten) ke Penarukan (Jatim). Agats adalah Indonesia! Itu jawabannya. Tidak bisa diganggu gugat. Agats bukan hanya bagian dari Indonesia, tetapi Agats ibu kota Kabupaten Asmat, Papua Selatan adalah Indonesia. Kata Menko Polhukam Mahfud MD, Maret lalu, dari segala aspek, Papua merupakan bagian sah dari NKRI. Oleh karena itu, Papua akan selalu menjadi bagian dari NKRI. Kenyataannya, baik menurut Konstitusi RI, menurut hukum internasional, maupun menurut fakta yang sekarang sedang berlangsung. (**)
app6