MAK IJAH



BAB 11


“Mak, apa Abah sering seperti ini?” 


Anton yang sudah cukup tenang meraih tangan ibunya. Perlahan dia mulai paham apa yang sudah terjadi selama dia tak pulang. Namun semua sudah menjadi bubur. Sekarang ini bukan saat yang tepat untuk menjelaskan dan menunjukkan kalau dirinya bukanlah si Malin Kundang.


"Kalau seperti tadi, Abah baru kali ini. Makanya Emak juga kaget." 


"Emak tenang saja, Abah pasti akan sembuh lagi. Tolong terima kasih Ujang kepercayaan sekali ini saja." Anton menatap wajah ibunya.


“Emak percaya sama Ujang.” Mak Ijah mengusap punggung Anton.


"Terima kasih, Mak. Kepercayaan dari Emak adalah segalanya bagi Ujang." Anton merasakan ada tambahan semangat baru. 


Semakin malam udara terasa dingin. Batuk Abah Dudung pun tak juga berhenti walaupun sudah minum obat dari warung. Bahkan dahak yang keluar di sertai darah segar yang membuat wajah ayahnya semakin pucat.


"Om, diminum dulu bajigurnya, mumpung masih hangat!" Siti menyodorkan secangkir minuman beraroma jahe.


"Terima kasih, Nak! Sini duduk dekat om." Anton menggeser duduknya.  


"Om nggak tau harus bagai mana membalas semua kebaikan kamu? Andai Om tidak dapat kabar dari Siti, mungkin hari ini Om tidak ada di sini. melihat langsung keadaan Abah sama Emak." Anton menampar pelan bahu Siti.


"Iya, om. Siti waktu itu binggung mau menghubungi om dengan cara apa. Beberapa kali Siti telpon ke nomor yang Emak kasih tapi tidak terhubung terus. Makanya Siti bikin akun baru dan ngobrol malam-malam." Siti yang sekarang sudah mulai akrab bercerita panjang lebar.


“Kamu memang anak pintar, mirip Ummi-mu,” ucap Anton sambil menatap Salmiah yang sedang membalurkan minyak angin di telapak kaki Abah Dudung.


"Om itu jarang sekali buka-buka sosmed. Akun yang atas nama Anton Askun itu sudah lama sekali. Kalau ngga salah sebelum nikah. Kalaupun suka ada postingan atau online itu istri Om."


"Berarti yang memblokir Siti waktu itu bukan Om ya?"


"Ya bukan lah. Untung kamu anak yang ngga kapok. Buktinya chat lagi walaupun sudah diberi peringatan."


"Itu juga modal nekad karena kasihan sama Emak. Itu tuh akun Siti yang ke sepuluh loh, Om!" Siti tersenyum.


"Kang Anton, saya sudah mendapat izin dari Mang Dedi soal gerobak yang akan kita pinjam." Endang yang baru datang langsung duduk di samping Anton.


"Syukurlah kalau Mang Dedi memperbolehkan gerobaknya dipinjamkan. Sekarang kita bersiap membenahi gerobaknya supaya nyaman saat membawa Abah." Anton masuk ke dalam kamar. Untuk bicara pada Mak Ijah soal rencana.


"Kamu yakin, Jang? Mau bawa Abah ke puskes kecamatan malam ini juga?" Mak Ijah menatap Anton yang terlihat begitu lelah.


"Biarkan saja, Mak! Biarkan dia bertanggung jawab pada orang tuanya. Emak percayakan semuanya." Salmiah yang sedang menyiapkan beberapa pakaian Abah Dudung ke dalam tas kecil mencoba menyakinkan Mak Ijah.


"Iya atuh, Jang, Emak ikut gimana kamu saja." ucap Mak Ijah pasrah.


Meskipun Mak Ijah merasa kasihan melihat Anton yang baru datang namun sekarang harus membawa Ayahnya untuk berobat. Jarak dari tempat tinggalnya ke Kecamatan memang tidak terlalu jauh tapi untuk bisa sampai ke Puskesmas Kecamatan sekarang terhalang jembatan yang terputus karena terjang banjir.


"Emak jangan khawatir. Nanti untuk melintasi sungai kan ada rakit. Kebetulan Mobil Anton dititipkan sama Kang Asep yang biasa narik rakit." Anton merangkul bahu Mak Ijah. 


"Supaya nyaman, gerobaknya dikasih kasur lipat saja Kang. Nanti saya ambil dulu Kasur lipatnya di rumah." Salmiah yang sekarang sikapnya tidak seketus tadi lagi melangkah keluar dari kamar Mak Ijah.


***


Beberapa warga tampak bergerombol di halaman rumah Mak Ijah. Banyak ibu-ibu menitipkan air mata saat melihat Abah Dudung dipangku oleh Anton dan Ditempatkan pada sebuah gerobak yang sudah di buat senyaman mungkin. Dua patromax yang sudah siap untuk menjadi penerang jalan pun dibawa oleh dua orang lelaki. 


"Mia, Akang titip Emak ya! Kalau ada apa-apa suruh Siti kabari ke nomor telpon Akang." Anton menatap Salmiah yang sedang berdiri di samping Mak Ijah.


"Mak, Anton berangkat dulu ya! Doakan biar semua urusannya lancar." Anton mencium punggung tangan Mak Ijah yang sedang terisak.


"Kang Anton!"


Anton yang sudah siap berangkat ke belakang.


“Hati-hati di jalan dan jangan berhenti berdoa.” Salmiah menatap Anton dengan wajah khawatir.


Bismillahirrahmanirrahim! Allahuakbar!


Rombongan yang akan mengantarkan Anton ke puskesmas tampak bersemangat. Anton yang berasa di tengah mendorong gerobak dengan hati-hati. Pak Maman yang membawa patromax pertama berjalan paling depan sebagai penerang jalan sementara Mang Juned berjalan di barisan paling belakang dengan patromax kedua. 


“Kita ke dalam, Mak.” Salmiah mengajak Mak Ijah masuk pada waktu rombongan sudah tak terlihat lagi.


“Umi, Siti mau nginep di rumah Emak ya.” Siti menatap Ummi-nya.


"Tapi besok kamu sekolah pagi."


“Kan besok sekolah masih libur karena banjir.” ucap Siti sambil menutup pintu ruang tamu.


Rumah Mak Ijah kembali sepi. Para tetangganya sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Hanya tinggal Siti dan Ummi-nya yang masih tinggal.


***


Rombongan yang membawa Abah Dudung semakin jauh meninggalkan kampung. Tak banyak percakapan di antara mereka. Hanya suara deurit roda gerobak dan suara batuk memecah kesunyian malam.


Kini jalan yang mereka lalui semakin menurun. Beberapa lelaki membantu Anton menyeimbangkan putaran roda gerobak yang sewaktu-waktu bisa berputar tak terkendali karena posisi jalan yang menurun dan licin.


Setelah perjalanan yang penuh perjuangan akhirnya rombongan yang membawa sampai di tepi sungai. Suara gemuruh udara semakin jelas. Bayangan udara terlihat dari sinar rembulan yang sesekali menyembul dari balik awan.


Beberapa orang mengarahkan senter ke arah seberang sungai. Memberi isyarat kepada warga yang ada di seberang sungai. Terlihat rakit yang tadi mengantarkan Anton terikat di seberang pada sebuah pohon besar.


Beberapa orang berteriak memanggil Kang Asep. Tapi tak ada sahutan atau tanda-tanda keberadaan orang di seberang sana. Suara gemuruh air sungai menyamarkan suara mereka. Terlihat beberapa kali sambaran petir di langit diiringi gerimis kecil yang mulai turun.


“Sepertinya Kang Asep tidak ada di Post, Kang!” ucap Mang Maman.


"Kita pulang lagi saja,Kang! sepertinya sebentar lagi mau turun hujan. Kasihan Abah, dingin!" ucap Kang Mamat.


"Tanggung, Kang! Sudah dekat ke Puskesmas masa harus pulang lagi," jawab Anton yang sedang melinting celana panjangnya.


"Jangan nekad, Jang. Takutnya ada banjir dadakan. Mana malam lagi." Mang Usup nyaman.


"Bismillah saja, Kang. Semoga saya selamat sampai ke seberang sungai." 


BERSAMBUNG


Kira-kira apa yang akan dilakukan Anton. 


        BERSAMBUNG


Aplikasi Tamat di KBM


Judul: Mak Ijah

Penulis: Chie Anni Loa


(***)