Pagi pagi ke Warung

DOM


Pagi-pagi Sri ke warung.


"Bu beli dom."


"Dom?" Pemilik warung kerutkan dahi.


"Iya dom."


"Dom? Dom, dom, dom?" Pemilik warung mengulangi kata 'dom' sambil berpikir.


“Iya Bu, dom, itu loh yang untuk menjahitnya.” Sri mencoba menerangkan.


"Gunting?"


"Bukan Bu, itu loh, apa yo boso bahasa indonesia? Yang ujungnya tajam terus ada lubang di ujung satunya." Sri kembali memberikan gambaran.


“Jarum?” 


"Lah iyo jarum Bu."


"Bilang jarum gitu, dom ga ngeerti aku." Pemilik warung memberikan jarum pada Sri.


"Sama bolanya Bu, yang warna hitam."


"Mana ada bola warna hitam? Itu ada yang putih sama merah." Pemilik warung menunjuk bola sepak dalam plastik di depan warung.


“Mana Bu?” Sri mencari.


"Itu bola! Itu loh! Masa ga keliatan." Pemilik warung kembali menunjuk-nunjuk.


“Loh, bukan bola sepak Bu, bola untuk menjahit loh.”


"Lah emang jahit pake bola? Aduh malah bingung nih aku!" Pemilik warung garuk-garuk kepala.


"Itu loh Bu, yang panjang itu, yang buat pake jahit dom ini." Sri perlihatkan jarum tadi.


"Benang?"


“Lah iya itu Bu, benang.” Sri tersenyum.


"Aduh benang kok jadi bola? Ampun dah, nah ini benang warna hitam." Pemilik warung memberikan benang warna hitam pada Sri.


Setalah Sri pergi ada seorang pembeli datang ke Warung.


"Siapa sih itu? Beli jarum bilang dom, beli benang bilangnya bola, aneh amat."


"Oh itu mbak Sri, istri bang Ahmad Mustopa tukang ikan asin cucut yang sekilonya empat puluh ribu, maklum Bu baru datang dari Jawa Timur, mungkin bahasa Indonesianya belum lancar."


“Aduh istri bang Mus, mudah-mudahan ga ketularan suaminya deh, nanti kaya Udin lagi.”

(***)