Riwayat Ki Gedeng Tapa, Mertua Prabu Siliwangi



Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, Ki Gedeng Tapa atau yang mempunyai nama lain Ki Gedeng Jumajan Jati adalah Raja di Singapura, yaitu salah satu bawahan kerajaan Pajajaran (Galuh), tokoh ini juga dikisahkan sebagai mertua dari Raden Pamanah Rasa atau Prabu Siliwangi. 


Secara silsilah, Ki Gedeng Tapa/ Ki Gedeng Jumajan Jati adalah putra dari Ki Gedeng Kasmaya yang dizamannya menjadi penguasa di Girang Cirebon. 

Sebetulnya Ki Gedeng Tapa adalah orang yang mulanya akan didaulat menjadi Raja/Penguasa di Cirebon Girang menggantikan kedudukan ayahnya Ki Gedeng Kasmaya, akan tetapi, adik Ki Gedeng Kasmaya, yang bernama Ki Gedeng Surawijaya Sakti yang kala itu menjadi Raja di Singapura wafat, dan sebelum wafat yang bersangkutan tidak mempunyai keturunan sehingga diputuskan bahwa yang melanjutkan tahta di Singapura adalah keponakannya Ki Gedeng Tapa.


Ki Gedeng Tapa Masuk Islam

Negeri Singapura, negeri yang diperintah oleh Ki Gedeng Tapa dizamannya terbilang ramai, selain mempunyai pelabuhan dan kota pelabuhan yang disebut Pasambangan Jati, negeri ini juga biasa datangi oleh banyak pedagang asing baik dari Cina, Arab, India, Persia, Jawa dan lain sebagainya. 


Sebagai negeri pelabuhan, rakyat Singapura dan termasuk Rajanya sangat terbuka sekali dengan hal-hal baru yang datang, termasuk terbuka pada agama baru yang dibawa oleh para pedagang maupun mubalig Islam dari berbagai negara.

Dizaman Ki Gedeng Tapa, Singapura mengizinkan seorang Ulama bernama Sykeh Nurjati untuk membuka pesantren di Giri Amparan Jati, yaitu suatu gunung kecil yang letaknya tidak terlampau jauh dari Kota Pasambangan Jati. Sebelum kedatangan Syekh Nurjati, Singapura juga mengizinkan Syekh Qura berdakwah di Singapura, namun kala itu Syekh Qura memutuskan mengajarkan Islam di Karawang.


Seringnya Ki Gedeng Tapa berinteraksi dengan orang-orang Islam membuatnya tertarik pada agama Islam, sehingga iapun akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam. Dengan demikian beliau merupakan penguasa di Kerajaan bawahan Pajajaran yang awalnya menganut agama Islam, sebab pada saat itu belum ada satu Raja bawahan kerajaan Pajajaran yang menganut agama Islam.


Prabu Siliwangi Menjadi Menantu Ki Gedeng Tapa

Ki Gedeng Tapa dikisahkan hanya memiliki satu orang anak, jenis kelaminnya perempuan bernama "Subang Larang/Subang Karancang". Sebagai anak satu-satunya, Ki Gedeng Tapa yang seorang mualaf betul-betul memperhatikan pendidikan agama remajanya, selain dikirim agar belajar agama Islam kepada Syekh Nurjati, Subang Larang juga dikirim oleh bapaknya untuk belajar agama Islam kepada Syekh Qura di Karawang. 


Sadar tidak memiliki anak laki-laki untuk melanjutkan tahtanya sebagai Raja di Singapura, Ki Gedeng Tapa tidak mau sembarangan mencari seorang menantu, diapun memutuskan untuk mencari seorang menantu dengan jalan "Sayembara", pesertanya bukan orang sembarangan, tapi mereka yang menjadi Raja-Raja bawahan di seluruh wilayah Pajajaran ataupun para Pangeran dan anak pembesar di wilayah Kerajaan Pajajaran.

Singkat cerita, para Pangeran dan Raja-Raja bawahan Kerajaan Pajajaran banyak yang mengikuti sayembara, akan tetapi dari sekian banyak peserta yang mengikuti, rupanya yang menjadi pemenang dalam sayembara itu adalah "Raden Pamanah Rasa" yaitu Raja Sindangkasih yang juga merupakan putra dari Prabu Dewa Niskala , Raja Pajajaran yang bertahta di Galuh. 


Kelak, selepas dinobatkan menjadi Raja di Sindangkasih dengan gelar Prabu Siliwangi, Raden Pamanah Rasa juga kelak didaulat menjadi Raja Pajajaran yang bertahta di Pakuwan (Bogor). Dari perkawinannya dengan Subang Larang, Prabu Siliwangi memperoleh tiga orang keturunan yaitu

(1) Walangsungsang

(2) Rara Santang, dan

(3) Kian Santang. 

Ki Gedeng Tapa Menyerahkan Kerajaan Singapura di Cucunya, Walangsungsang

Hingga menjeleng kewafatannya, Ki Gedeng Tapa betul-betul tidak mempunyai seorang putra, sementara disisi lain, putri, Subang Larang wafat mendahului, meskipun demikian Ki Gedeng Tapa merasa beruntung, karena dua anak remaja, yaitu Walangsungsang dan Rara Santang memilih tinggal di Singapura bersamanya .


Semenjak wafatnya Subang Larang, Pangeran Walangsungsang dan adiknya Rara Santang meninggalkan istana, keduanya menuju Singapura tinggal bersama kakeknya sambil menuntut ilmu di Gunung Jati kepada Syekh Nurjati. 


Ketika waktunya tiba, Ki Gedeng Tapa yang tidak memiliki keturunan akhirnya memutuskan untuk membagi-bagikan kekayaan waris Singapura kepada sudara dan cucunya, dan sebagai cucu tertua, Pangeran Walangsungsang mendapatkan bagian waris yang paling besar dan sekaligus juga mewarisi kekuasaan di Singapura. 


Meskipun mendapatkan warisan dan hak untuk menjadi penguasa di Singapura, Pangeran Walangsungsang lebih memilih membangun negeri baru, negeri baru yang dibangun Pangeran Walangsungsang itu kelak yang dikenal dengan "Cirebon".


Oleh Pangeran Walangsungsang, wilayah Singapura digabungkan dengan Cirebon dan beberbekal kekayaan yang dimilikinya, Pangeran Walangsungsang membangun Keraton dan Angkatan Perang di Cirebon. 


Usaha Pangeran Walangsungsang dalam membangun Nagari baru pengganti Singapura didukung oleh ayahnya Prabu Siliwangi, bahkan selepas berhasil membangun negeri baru, ayahnya menganugerahinya gelar "Sri Mangana Caruban/Cirebon" yang maksudnya Penguasa Negeri Otonom dan Panglima Bersenjata Cirebon. 

Penulis : Bung Fei

Sejarah Cirebon


(***)