Mengenal Suku Alor
SUKU ALOR
Suku Alor adalah kelompok etnis yang mendiami pesisir barat Alor, Pantar bagian utara, dan Pura di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Wilayah domisili suku Alor terdiri atas 5 kecamatan, yakni kecamatan Alor Timur, Alor Barat Laut, Alor Barat Daya, Alor Selatan, dan Pantar. Wilayah yang dihuni merupakan daerah yang berbukit dan bergunung-gunung dengan berbagai tingkat kemiringan.
Bahasa yang digunakan oleh suku Alor terutama bahasa Alor. Sedangkan bahasa Indonesia dan Melayu Alor merupakan bahasa perantara antara masyarakat suku Alor dan kelompok etnis lainnya.
Bahasa Alor adalah bahasa Austronesia yang dituturkan di Pulau Alor dan Pantar, Nusa Tenggara Timur. Bahasa Alor berkerabat dekat dengan Lamaholot dan sering diklasifikasikan sebagai salah satu dialeknya. Penelitian oleh Klamer (2011), menemukan bahwa bahasa Alor hanya memiliki separuh pemahaman dasar yang sama dengan Lamaholot, menganggap bahasa Alor cukup berbeda untuk dianggap sebagai bahasa tersendiri.
Seperti kelompok etnis lainnya di Indonesia, masyarakat suku Alor juga memiliki sistem kekerabatan yang telah terbentuk sejak zaman dahulu kala. Berikut ini beberapa kelompok berdasarkan kekerabatan dalam suku Alor.
Hieta, keanggotaannya dihitung melalui prinsip patrilineal.
Fengfala, semua keturunan dari saudara ayah dan ibu yang lebih tua.
Nengfala, sepupu silang dari pihak ibu.
Masyarakat suku Alor saat ini umumnya menganut dua agama Abrahamik, yakni Islam dan Kekristenan. Namun, tidak sedikit dari masyarakat suku Alor yang menganut kepercayaan asli. Berikut ini beberapa unsur alam dalam kepercayaan asli suku Alor.
Larra atau lera, sebutan untuk 'matahari'
Wulang, sebutan untuk 'bulan'
Neda, sebutan untuk 'sungai'
Addi, sebutan untuk 'hutan'
Hari, sebutan untuk 'laut'
Nayaning lahatal, sebutan untuk 'Tuhan'
Salah satu tari tradisional suku Alor yang terkenal adalah tari lego-lego, disebut juga sohhe atau darriz. Tarian ini dilakukan secara massal di mana satu dengan lainnya saling bergandengan tangan dan membentuk lingkaran, serta mengelilingi tiga batu bersusun yang disebut mesbah dengan mengumandangkan lagu dalam bahasa Alor. Biasanya tarian ini dilakukan semalaman dengan diiringi gong dan moko.
(***)