DUEL HARGA DIRI DI TANAH BUGIS-MAKASSAR: TARUNG DALAM SARUNG



Apakah Itu Tarung Dalam Sarung?


Tarung dalam sarung adalah sebuah tradisi unik yang berasal dari tanah Bugis-Makassar, Sulawesi Selatan. Tradisi ini melibatkan dua orang pria yang saling menggunakan pertarungan badik di dalam sebuah sarung. Disebut juga sebagai sigajang laleng lipa atau sitobo lalang lipa dalam bahasa Bugis, pertarungan ini bukan sekadar adu kekuatan fisik, melainkan sebuah pertaruhan harga diri yang sangat tinggi[1][3].


Sejarah dan Asal Usul


Asal-usul tradisi tarung dalam sarung masih menjadi milik para ahli, namun diyakini bahwa tradisi ini telah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar. Tarung dalam sarung sering digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan penyelesaian atau mempertahankan harga diri. Dalam masyarakat agraris yang menjunjung nilai kehormatan tinggi, tarung dalam sarung menjadi sebuah cara untuk membuktikan keberanian dan ketangguhan[1][3].


Makna dan Filsafat


Harga Diri


Tarung dalam sarung adalah pertaruhan harga diri yang sangat tinggi. Seorang pria yang kalah dalam duel akan kalah muka di hadapan masyarakat. Konsep "siri'"—rasa malu—dan "pacce"—harga diri—isyarat penting dalam tradisi ini. Orang Bugis-Makassar percaya bahwa menjaga "siri'" adalah tujuan hidup tertinggi; kehilangan "siri'" berarti kehilangan status sosial dan moral[1][3].


Kehormatan


Tradisi ini mengajarkan tentang pentingnya menjaga kehormatan diri dan keluarga. Kehormatan adalah komponen utama dalam struktur sosial Bugis-Makassar, dan pelanggaran terhadap kehormatan bisa berakhir pada konflik yang parah[1][3].


Keadilan


Dalam pandangan masyarakat Bugis-Makassar, tarung dalam sarung adalah bentuk keadilan terakhir ketika semua upaya penyelesaian masalah secara damai telah gagal. Ini menunjukkan betapa pentingnya tradisi ini dalam sistem keadilan lokal[1][3].


Spiritualitas


Ada kepercayaan bahwa roh leluhur akan memberikan kekuatan kepada mereka yang bertarung demi membela kebenaran. Hal ini menambahkan unsur spiritualitas dalam tradisi tarung dalam sarung[1][3].


Perspektif Modern


Seiring berjalannya waktu, tradisi tarung dalam sarung mengalami perubahan. Dengan semakin berkembangnya nilai-nilai modern dan penegakan hukum yang lebih baik, praktik tarung dalam sarung semakin jarang dilakukan. Namun, semangat dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap hidup dalam sanubari masyarakat Bugis-Makassar. Upaya pelestarian tradisi ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti pertunjukan seni bela diri yang terinspirasi dari tarung dalam sarung, atau dimasukkan sebagai bagian dari pembelajaran sejarah dan budaya di sekolah[1][3].


Kesimpulan


Tarung dalam sarung adalah warisan budaya yang sarat akan makna dan nilai-nilai luhur. Meskipun praktiknya jarang dilakukan, tradisi ini tetap menjadi bagian penting dari identitas masyarakat Bugis-Makassar. Melalui tradisi ini, kita dapat belajar tentang pentingnya harga diri, kehormatan, dan penyelesaian konflik secara damai.


(***)