Nemu postingan Guru Zubair, menarik
Motivasi Belajar Rendah, Apa Benar Karena Tidak Ada UN?
Banyak yang berpendapat bahwa motivasi belajar siswa menurun karena tidak ada Ujian Nasional (UN). Tapi, jika kita balik ke gurunya: bagaimana kalau evaluasi semacam ini juga diterapkan kepada guru?
Setiap beberapa tahun, guru harus lulus ujian kompetensi atau sertifikasinya dicabut. Apakah dengan itu guru akan lebih termotivasi untuk belajar? Atau malah malah stres?
Selama ini, kita sering kali menjadikan faktor eksternal—seperti ujian atau penilaian formal—sebagai tolok ukur motivasi belajar, baik bagi siswa maupun guru. Tapi, apakah benar motivasi yang bertahan lama bisa dibangun hanya dengan paksaan eksternal?
Menurut Daniel Pink dalam bukunya Drive, motivasi yang paling kuat dan berkelanjutan justru tidak berasal dari ancaman atau hadiah. Pink mengungkapkan bahwa motivasi sejati datang dari dorongan intrinsik, yang melibatkan tiga unsur utama: otonomi (kemandirian), penguasaan (penguasaan), dan tujuan (tujuan). Ketika seseorang merasa bebas menentukan arah belajarnya (otonomi), merasa tertantang untuk terus menjadi lebih baik (mastery), dan memahami makna di balik yang mereka pelajari (tujuan), motivasi belajar mereka akan lebih kuat dan berkelanjutan.
Jika guru hanya fokus mengejar pencapaian kompetensi, waktu mereka akan lebih banyak tersita untuk “belajar” mengerjakan soal-soal uji kompetensi, bukan fokus mengembangkan metode dan kualitas pengajaran di kelas. Hal ini sama saja seperti siswa yang mendekati UN: mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk latihan soal daripada memahami materi secara mendalam.
Siswa hanya fokus pada latihan soal. Pembelajaran menjadi kurang bermakna dan jauh dari konteks kehidupan nyata. Siswa kehilangan kesempatan untuk berkolaborasi, berpikir kritis, dan mengembangkan keterampilan hidup yang sangat dibutuhkan di era sekarang. Proses belajar hanya menjadi upaya mengejar skor ujian, bukan membentuk kompetensi yang bermanfaat jangka panjang.
(***)