Kisah Timun Mas Melawan Raksasa

????CERITA DONGEN MWNARIK????
Di sebuah desa yang dikelilingi oleh hutan lebat dan sawah yang menghampar luas, hiduplah sepasang suami istri yang telah lama mendambakan seorang anak. Mereka adalah Pak Wiryo dan istrinya, Mbok Sarni. Setiap malam, doa mereka mengalun di bawah langit yang bertabur bintang. Mereka menginginkan seorang anak yang akan melengkapi kebahagiaan rumah tangga mereka. Namun, takdir seakan belum berpihak.
Suatu hari, di bawah rindangnya pohon beringin tua, Mbok Sarni menangis sendu. Air matanya jatuh ke tanah yang gersang. Tiba-tiba, angin berhembus kencang, dan dari balik bayang-bayang pepohonan, muncul sesosok raksasa bertubuh besar dan bersuara menggelegar.
“Mengapa kamu menangis, wahai manusia kecil?” tanya sang raksasa dengan suara yang membuat pepohonan bergoyang.
Mbok Sarni gemetar. Namun, kerinduannya untuk memiliki anak lebih besar dari rasa takutnya. “Aku ingin seorang anak, tapi sudah bertahun-tahun aku dan suamiku tidak dikaruniai keturunan.”
Raksasa itu tersenyum sinis. "Aku bisa memberi seorang anak, tapi ada syaratnya. Saat anak itu berusia tujuh belas tahun, kau harus menyerahkannya."
Pak Wiryo yang baru datang dari ladang mendengar percakapan itu. Ia menatap istrinya yang penuh harap. Akhirnya, dengan hati berat, mereka menyetujui syarat itu. Raksasa itu pun memberikan sebutir biji mentimun emas dan menghilang dalam kabut.
Keesokan harinya, mereka menanam biji mentimun di ladang belakang rumah mereka. Setiap hari, mereka merawatnya dengan penuh kasih sayang. Tunasnya tumbuh cepat, menjalar dan membesar. Tak lama kemudian, sebuah mentimun berwarna keemasan muncul di antara daun-daun hijau.
Saat mentimun itu matang, mereka membelahnya. Betapa terkejutnya mereka ketika di dalamnya terdapat seorang bayi perempuan yang cantik. Mereka memeluknya Timun Mas dan membesarkannya dengan penuh cinta.
Tahun demi tahun berlalu, Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cerdas, lincah, dan baik hati. Rambutnya panjang tergerai, matanya bersinar seperti bintang fajar. Namun, kebahagiaan keluarga itu mulai kegelapan kecemasan ketika usianya mendekati tujuh belas tahun. Pak Wiryo dan Mbok Sarni semakin sering termenung, ketakutan akan datangnya raksasa.
Pada suatu malam, ketika angin bertiup kencang dan langit berwarna kelam, raksasa itu muncul kembali. "Waktunya telah tiba! Serahkan anak itu padaku!" suaranya menggema di seluruh desa.
Mbok Sarni menangis sambil memeluk putrinya erat. "Lari, Timun Mas! Lari sejauh mungkin!" bisiknya seraya menyelipkan sebuah kantung kecil ke tangan Timun Mas.
Tanpa berpikir panjang, Timun Mas berlari menuju hutan. Jantungnya berdegup kencang. Suara langkah raksasa yang berat mengguncang tanah di belakangnya. Napasnya tersengal, tapi dia terus berlari.
Ketika raksasa semakin dekat, Timun Mas mengingat pesan ibunya. Ia membuka kantung kecil yang diberikan padanya dan menemukan segenggam garam. Dengan gemetar, ia menaburkan garam itu ke tanah. Tiba-tiba, tanah retak dan berubah menjadi lautan luas. Raksasa menggeram marah, tetapi ia tetap berenang dan melanjutkan.
Timun Mas berlari semakin jauh. Ketika napasnya mulai habis dan tubuhnya lelah, ia merogoh kantung lagi dan menemukan segenggam cabai. Ia menebarkannya ke tanah, dan dalam sekejap, pohon-pohon menjulang tinggi, menghadang jalan raksasa. Raksasa meraung kesakitan saat duri-duri tajam melukai tubuhnya. Namun, dengan kemarahan yang membara, ia merobohkan pohon-pohon itu dan kembali mengejar Timun Mas.
Gadis itu terus berlari, air mata bercampur keringat. Tangannya gemetar saat mengambil benda ketiga dari kantungnya—biji mentimun. Ia menaburkannya ke tanah, dan seketika, tanaman mentimun tumbuh subur, menjalar di tanah. Raksasa yang kelelahan dan kelaparan langsung memakan mentimun-mentimun itu. Namun, setelah makan terlalu banyak, tubuhnya menjadi berat dan gerakannya melambat.
Namun, raksasa masih belum menyerah. Dengan sisa tenaganya, ia kembali mengejar Timun Mas. Gadis itu mengambil benda terakhir di kantungnya—segumpal terasi. Ia melemparkannya ke tanah, dan tiba-tiba, terasi itu berubah menjadi lautan lumpur yang dalam. Raksasa yang sudah kehilangan banyak tenaga tidak mampu menghindar. Ia terperosok, tubuhnya tersedot lumpur, dan akhirnya tenggelam dengan raungan terakhir yang menggema di seluruh hutan.
Timun Mas terduduk lemas, matanya menatap langit yang mulai terang. Selamat. Ia telah mengalahkan raksasa itu.
Dengan langkah lunglai, ia kembali ke rumahnya. Pak Wiryo dan Mbok Sarni berlari menyambutnya dengan air mata haru. Mereka memeluk putri mereka erat-erat, bersyukur kepada langit atas keselamatannya.
Sejak hari itu, Timun Mas dan kedua orang tuanya hidup bahagia tanpa ancaman. Kisahnya menjadi legenda yang diceritakan turun-temurun, mengajarkan bahwa keberanian, kecerdikan, dan keteguhan hati dapat mengalahkan bahaya sebesar apa pun.
**TAMAT**
(***)