Mengenang Raden Rara Nike Ratnadilla Alias Nike Ardilla

Nama asliku Raden Rara Nike Ratnadilla Kusnadi. Aku lahir di Bandung, 27 Desember 1975. Sejak kecil aku sudah mencintai dunia seni, bernyanyi, menari, hingga akhirnya di usia lima tahun aku mulai tampil di acara-acara lokal dan memenangkan lomba menyanyi .
Semangatku membawa aku merilis album pertamaku, Seberkas Sinar, pada tahun 1989 yang langsung meledak dan terjual ratusan ribu kopi. Lalu album Bintang Kehidupan rilis tahun 1990 sukses besar, menjadi salah satu album paling laris di Indonesia dan Asia Tenggara.
Aku dikenal sebagai “Lady Rocker” atau “Ratu Rock Indonesia” — lagu slow rock yang menyentuh hati banyak orang menjadi ciri khasku.
Selain menyanyi, saya juga bermain film dan sinetron: Ricky: Nakalnya Anak Muda, Lupus IV, hingga Warisan Darah Biru II. Aku pun pernah mewakili Indonesia di Asia Song Festival di Shanghai pada tahun 1991 dan meraih penghargaan penyanyi pop terbaik se-Asia pada usia 15 tahun.
Hidupku penuh dengan jadwal yang padat — rekaman, tur, syuting, sampai menghadiri acara, hingga hampir tak punya waktu umtuk beristirahat. Tapi aku pantang berhenti karena semangatku untuk berkarya dan membahagiakan banyak orang tetap menyala.
Malam tanggal 18 Maret 1995, aku datang ke Bandung. Bersama teman akrabku Atun, kami sempat mampir ke Hotel Jayakarta dan masuk ke diskotik Pollo sekitar pukul 00.30 WIB. Menurut Saksi, saya hanya memesan jus jeruk dan tidak mengonsumsi alkohol sama sekali.
Sekitar pukul 03.00 WIB, kami meninggalkan diskotik. Di tempat parkir, larangan mobilku kempes. Denny Mukti membantu mengganti ban cadangan yang ternyata lebih kecil ukurannya. Saya disarankan untuk berhati?hati saat melaju.
Kurang lebih pukul 05.00 WIB saat mengemudi di Jalan RE Martadinata (sekarang Jalan Riau), saya berusaha menyalip mobil yang berjalan pelan. Mendadak dari arah berlawanan muncul mobil Taft melaju kencang. Aku banting aduk terlalu tajam ke kiri, sehingga mobil yang kukendarai menabrak pohon dan terpental hingga menabrak pagar beton di dekat bak sampah. Saat itu, saya tidak mengenakan sabuk pengaman, dan mengalami cedera parah pada kepala dan dadaku. Alhamdulillah Atun selamat, tapi aku... tidak busa bertahan.
Visum menyatakan dalam tubuhku tidak terdapat alkohol—benar aku dalam keadaan sadar sebelum tragedi itu terjadi. Banyak penggemar yang masih bertanya-tanya, apakah kecelakaan itu juga memicu kelelahan, tekanan karier, atau faktor lain—ada yang menyebut ada misteri di balik kepergianku.
Namun fakta resmi tetap: saya meninggal akibat kecelakaan mobil tanpa sabuk pengaman di usia 19 tahun, pada 19 Maret 1995 sekitar pukul 05.15 WIB .
umurnya walaupun singkat, tapi dampaknya?ku besar. Album-albumku yang diterbitkan setelah kepergianku tetap terjual—lebih dari 30 juta kopi di total karirku, menjadikanku salah satu artis Indonesia tersukses sepanjang masa. Lagu?laguku seperti Bintang Kehidupan, Seberkas Sinar, Sandiwara Cinta, dan lainnya masih diingat dan diputar sampai sekarang.
Saya pun sempat aktif membantu sesama: membangun SLB bagi anak-anak penyandang disabilitas di Bandung, hingga sekolah yang kemudian diberi nama SLB BC Nike Ardilla sebagai bentuk kepedulianku pada pendidikan inklusif .
Kalau aku bisa bicara sekarang, aku sangat ingin bilang:
"Aku telah bernyanyi dengan sepenuh hati, dan cintaku telah melahirkan begitu banyak kenangan. Meskipun aku pergi terlalu cepat, suaraku tetap melonjak lewat kalian. Jagalah karya dan cinta dalam hidup kalian seperti aku yang menjaga setiap nada, setiap lirik yang kucipta."
Aku Nike Ardilla, menyapa kalian dari suatu tempat yang tenang. Terima kasih telah mendengarkan kisahku. Semoga kenangan kita selalu bernyanyi.
(***)