Ade Irma Suryani Nasution: Bocah Kecil Korban Tragedi G30S/PKI
Peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965 menjadi salah satu tragedi kelam bangsa Indonesia. Dari peristiwa pendarahan tersebut, selain para jenderal yang gugur, ada seorang anak kecil yang tak berdosa harus kehilangan nyawanya. Ia adalah Ade Irma Suryani Nasution, putri bungsu Jenderal Besar Abdul Haris Nasution (AH Nasution).
Ade Irma lahir di Jakarta pada 19 Februari 1960. Ia merupakan anak bungsu dari pasangan Jenderal AH Nasution dan Johanna Sunarti, serta memiliki seorang kakak bernama Hendrianti Saharah Nasution. Kehidupan kecilnya terhenti akibat kebengisan pasukan Cakrabirawa pada tragedi 30 September 1965.
Kisah tragis itu bermula pada 1 Oktober 1965 pukul 04.00 WIB, ketika empat truk dan dua mobil militer mengelilingi kediaman Jenderal AH Nasution. Sang jenderal berhasil lolos dari upaya pembatalan dan pembunuhan, tetapi Ade Irma justru menjadi korban. Saat digendong oleh bibinya, Mardiah, tubuh kecil Ade tertembak tiga peluru dari pasukan Cakrabirawa.
Ade segera dibawa ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Selama lima hari dirawat, kondisinya tidak kunjung membaik meski sempat sadar beberapa kali. Ia menjalani tiga kali operasi oleh Brigjen Dr. Arie Sadhewo untuk mengangkat serpihan peluru. Di tengah sakitnya, Ade bahkan masih berusaha menguatkan keluarganya. Kepada kakaknya, dia sempat berbisik:
“Kakak jangan menangis, Ade sehat.”
Dengan polos, ia juga bertanya kepada ibunya, Johanna Sunarti:
“Kenapa Papa mau dibunuh, Mama?”
Namun, takdir berkata lain. Pada 6 Oktober 1965 pukul 20.00 WIB, Ade Irma Suryani mengembuskan napas terakhirnya di usia yang masih sangat belia, lima tahun. Kepergiannya menjadi simbol betapa kejamnya tragedi G30S/PKI, yang tidak hanya merenggut nyawa para pahlawan revolusi, tetapi juga seorang anak kecil yang tak berdosa.
(***)