Johana Sunarti Nasution: Ibu Bangsa, Pendamping Setia Sang Jenderal Besar

Indonesia pernah memiliki sosok perempuan tangguh yang namanya patut dikenang: Johana Sunarti Nasution, atau akrab disebut Bu Nas. Ia bukan hanya istri Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, tetapi juga seorang ibu bangsa yang kehidupannya penuh pengabdian bagi keluarga, masyarakat, dan negeri.
Lahir di Surabaya pada 1 November 1923, Bu Nas merupakan putri dari RPS Gondokusumo, seorang pejuang Angkatan '45 yang dekat dengan dr. Soetomo. Sejak muda, ia menempuh pendidikan farmasi dan hukum di Yogyakarta, hingga kemudian menikah dengan Abdul Haris Nasution pada masa pengungsian di Ciwidey, Bandung Selatan, tanggal 30 Mei 1947. Sejak saat itu, ia setia mendampingi perjuangan suami dari masa revolusi kemerdekaan hingga Nasution berpulang sebagai Jenderal Besar pada tahun 2000.
Kehidupan rumah tangganya penuh suka duka. Ia dikaruniai dua putri: Hendriyanti Sahara (lahir 1952) dan Ade Irma Suryani (lahir 1960). Namun, takdir pahit menimpa keluarga ini ketika Ade Irma gugur pada usia lima tahun akibat peluru dalam tragedi G30S 1965, sebuah luka sejarah yang tak pernah hilang.
Meski menghadapi cobaan berat, Bu Nas tetap teguh berdiri. Ia aktif membangun berbagai yayasan sosial, antara lain Yayasan Bina Wicara "Vacana Mandira", Yayasan Jambangan Kasih, Yayasan Pembinaan dan Asuhan Bunda, hingga Yayasan Santi Rama. Kiprah sosialnya membawa manfaat luas, mulai dari pelayanan kesehatan, pendidikan anak, hingga pengasuhan anak-anak yatim dan difabel.
Atas dedikasinya, Bu Nas menerima banyak penghargaan, baik dari dalam maupun luar negeri:
Satya Lantjana Kebaktian Sosial (1971)
Centro Culturale Italiano Premio Adelaide Ristori (1976)
Penghargaan Ramon Magsaysay untuk Layanan Publik (1981)
Penghargaan Paul Harris Fellow Rotary International (1982)
Bintang Perjuangan Angkatan '45 (1995)
Bintang Mahaputera Utama (1995)
Dalam salah satu wawancaranya, ia pernah menekankan pentingnya menanamkan idealisme sejak kecil pada anak-anak bangsa agar kelak tumbuh menjadi generasi yang tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi mampu membawa Indonesia menjadi negara yang kuat, bersatu, dan memaksakan.
Bu Nas wafat pada 21 Maret 2010 di usia 87 tahun setelah menjalani perawatan di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Kepergiannya meninggalkan jejak teladan abadi tentang cinta, pengorbanan, dan pengabdian seorang perempuan Indonesia yang tak hanya menjadi pendamping sang Jenderal Besar, tetapi juga menjadi cahaya bagi bangsa.
(***)