SESUNGGUHNYA INDONESIA BERTANGGUNGJAWAB MEMERDEKAKAN PAPUA



OPM lahir di Sanggeng Manokwari pada tanggal 19 April 1964. OPM lahir sebagai tindakan penyelamatan orang Papua akibat pernyataan Soekarno di SU-PBB tentang “keluarnya Indonesia dari pengumpulan PBB”, beberapa saat kemudian berita ini didengar langsung oleh Johan Ariks yang waktu itu berumur 75 tahun lewat radio SSB.


Waktu yang sama pula Johan berjalan kaki rumah Terry Thopilus Aronggear SE menggunakan payum akibat sakit itu Sanggen dihujani hujan deras.


Setibanya disana pertemuan, sore itupun diadakan dengan pembicaraan strategi apa yang diambil untuk menyelamatkan rakyat papua dari cengkraman ideologi komunis soekarno.


Maka keputusan polotikpun segera diambil dan kampung Andai diambil sebagai tempat pertama dimulainya sumpah setia terhadap 30 orang prajurit sapurata.


Susunan kepengurusan Organisasi Papua Merdeka, yakni Ketua Umum Terry Theopilus Aronggear, Ket I Melkianus Horota, Ket II Kallep Taran, Ket III Manuel Watofa, Sekretaris Hendrik Joku, Bendahara Korinus Krey, Penghubung AG Samaduda, Wakil Panghubung S. Jennu, dan Logistik Go Siem San (nyong putih).


Panglima Perang Ferry Permenas Awom, Wakil Panglima I Julianus Wanma, Wakil Panglima II Geradus Wompere, Komdap Sektor I J. Arumsore, Komd Sektor II Simson Wanma, Komd Sektor III A. Wabdaron, Komd Sektor IV G. Boseren, Kepala Polisi, J. Rumbobiar.


Setelah OPM terbentuk, OPM mengusung kabinet pertama dengan maksud menyeludupkannya ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk menayakan status Papua dan meminta PBB meninjau kembali perjanjian New York Agreeman 15 Agustus 1962.


Kabinet Pertama yaitu, Presiden Markus Kaisiepo, Wakil Preaiden Nicolaas Jouwe, Menteri Luar Negri Terry Theopilus Aronggear, Menteri Perdagangan Herman Womsiwor, Metri perekonomian Kallep Taran, Menteri Kahutanan Melkianus Manuel Horota, Menteri Pendidikan Manuel Watofa, dan Panglima Perang Ferry P. Awom. 


Namun rupanya, Amerika Serikat (AS) juga memanfaatkan Papua sebagai tumbal kepentingan Politik dan Ekonominya.


Kegagalan ini mengakibatkan seorang bekas bintara didikan Indonesia Zeth Jafet Rumkorem memproklamasikan Negara Papua Barat pd 1 Juli 1971 atas dasar Janji Belanda dlm Governemen Blaad Nomor 46 tahun 1950 tentang Pemberian Kemerdekaan Papua yang akan diberikan sesuai jadwal wilayah-daerah jajahan di kawasan pasifik yg dikenal dengan Canbera Agreeman 6 Februari 1947.


Dalam jadwal itu telah ditetapkan bahwa tahun 1971 Belanda akan menyerahkan kemerdekaan Papua, tahun 1975 Inggris memerdekakan PNG dan seterusnya lewat lima-lima tahun menyerahkan kemerdekaan bagi negara-neraga rumpun Melanesia.


Dimana, susunan Kabinet Rumkorem diantaranya, Presiden Zeth J. Rumkorem, Wakil Pres Herman Womsiwor, Mentri Dalam dan Luar Negeri merangkap Justisi Amos F. Indey, Meteri Pertahanan, Perdagangan, Pertambagan dan Industri FJT Jufuway, Mentri Kesejahteraan dan Kemajuan Masyarakat DR Maury, Meteri Penerangan dn Duta Keliling Berkuasa Penuh BMR Tanggahma, dan Meteri Mudah Pertahana D. Kereway Kemudian perubahan kabinet tahun 1976, susunanya, Perdana Menteri Zeth J. Rumkorem, Menteri Pertahanan Roberth Uria Joweni, Menteri Luar Negri Bernad MR Tanggahma, Menteri Kehakiman Amos F. Indey, Menteri Kesehatan Dorinus R. Maury, dan Mentri Keuangan Tang Seng Thei.


Dalam sejarahnya kabinet inilah yang kemudian melahirkan nama Tentara Pembebasan Nasional (TPN) bagi satuan Pertahanan Negara Papua.


Tetapi gagal, akhirnya seorang detektif Papua Dr. Thom Wainggai setelah menyelesaikan S3 atau Doktor Administrasi Publik dan Hukum Tatanegara di Universitas Brekeley AS dengan sebuah disertasi tentang Negara Baru di Melanesia.


Kemudian Thom Wanggai, kembali ke Papua lalu memproklamasikan Kemerdekaan Papua Barat dengan nama Negara Melanesia pada tanggal14 Desember tahun 1988, dengan berdasarkan pada Roma Teraty (perjanjian roma) 30 September 1962 tengang wilayah perwalian indonesia selama dua puluh lima tahun atau Indonesia menjalankan kepercayaan PBB sebagai perwakilan negara PBB di Papua selama 25 tahun.


Setelah itu, Indonesia harus membuka ruang untuk Papua yang menentukan nasibnya sendiri.

Dasar inilah seorang ahli Administrasi Publik dan Hukum Tatanegara yang memproklamsikan Negara Melanesia Barat pada waktu dimana perjajian itu berakhir, dan Papua dalam status syarat hukum yang mengikat.


Namun pasca reformasi pecah di Indonesia tepatnya pada 27 November, Michael Karret yang merupakan Menteri Luar Negeri dan Duta Keliling dalam Kabinet Dr. Thom mengutus utusannya memproklamsikan kemerdekaan Negara New Guinea Barat di Negara Belgia.


Dengan adanya reformasi dan runtuhnya rezim Orde Baru, rakyat Papua bekesempatan untuk menyuarakan hak kemerdekaannya, yang kemudian disogok dengan Otomomi Khusus (Otsus) 2000.


Namun, dalam rana Otsus berjalan gerakan-gerakan rakyat Papua semakin bermunculan dalam berbagai bentuk dengan berbagai nama organisasi hingga munculnya Kongres Rakyat Papua (KRP) III yang melahirkan Negara Federal dan dinakodai oleh Presiden Fokorus Yaboisembut, S. Pd.

Dengan berbagai perpecahan antar organisasi-organisasi perjuangan, maka disarankan untuk bersatu. 


Akhirnya lahirnya Deklarasi Penyatuan dengan nama United Liberation Moveman for West Papua (ULMWP) di Saralana Vanuatu pada tahun 2014 silam. Selanjutnya ULMWP dinakodai oleh Beny Wenda.


Dari sejarah ini, sesungguhnya Indonesialah yang mempertimbangkan memerdekakan Papua sesuai amanat masyarakat Internasional. 


Oleh 

Gustavo R. Wanma

(Jurnalis di tanah Papua)


SELAMAT HARI PERJANJIAN INTERNASIONAL (ROMA AGREEMENT) DI TANAH PAPUA PADA 30 SEPTEMBER 1962 - 30 SEPTEMBER 2025


#catatansejarah

#pendapat