IGNATIUS DEWANTO: Ace pertama / satu-satunya penerbang Indonesia yang pernah menembak jatuh pesawat musuh pembom B-26 Invader yang dikemudikan oleh Allan Lawrence Pope.


Setelah peristiwa G30S/PKI, dan hanya setahun Dewanto menjadi Atase Udara di Moskwa, sebelum akhirnya dipulangkan ke Indonesia dan diberhentikan dengan hormat dari dinas tentara termasuk 31 Maret 1967. Bersama dia juga diberhentikan pula sejumlah Sabtu tinggi AURI yang lain.


Dalam konferensi yang dijalaninya, Dewanto hanya mengatakan bahwa dia hanya menjalankan perintah Panglima Tertinggi. Peristiwa G30S/PKI memang menyisakan pertanyaan tak berujung hingga hari ini. Hari itu, 1 Oktober 1965, Dewanto membatalkan rencana meresmikan sekolah intelijen udara di Semplak, Bogor.


Kondisi di Ibukota tidak menentu setelah semalam, kelompok bersenjata menculik dan membunuh sejumlah jenderal Angkatan Darat. Esok siangnya, di tengah isu AURI akan menyerang Kostrad, Dewanto memanggil utusan intelijen Kapten (Pnb) Kundimang untuk membawa terbang dengan Cessna 180 guna menyatukan Jakarta dari udara. Siangnya mereka menuju ke Halim. Sebelum ke Halim, Dewanto meminta Kundimang untuk mampir ke Gereja Theresia. Masih berpakaian dinas, pistol dipinggang, Dewanto melenggang masuk gereja yang kosong. Lalu, Dewanto berdiam di depan altar. Usai berdoa, mereka membongkar ke Halim dan menemui Danlanud Halim Perdanakusuma Kolonel Wisnu Djajengminardo.


Pada hari yang sama juga, Dewanto juga berhasil menghentikan kontak tembak di kawasan Pondok Gede antara Yonif 454 Banteng/Raiders yang dipimpin Kapten Koentjoro dari Jawa Tengah dengan RPKAD yang dipimpin Walikota Inf CI Santosa.


Hampir saja sebuah oplet berpenumpang penuh yang kebetulan melintas, menjadi sasaran tembak kedua tim. Dengan sikapnya yang sabar dibantu Kundimang, akhirnya Dewanto berhasil meredakan ketegangan di antara kedua pasukan berkualifikasi khusus itu. Sarwo Edhie yang meminta Dewanto mendekatinya, dengan lapang dada disanggupinya.


Dalam pertemuan itu disampaikan Dewanto bahwa Raiders bersedia pindah jika ada jaminan dari "rambutan", sandi RPKAD di lingkungan AURI. Sarwo Edhie menyanggupi dengan mengutus Walikota Gunawan sebagai jaminan.


Koentjoro pun membawa pasukannya bergerak ke arah timur. Mungkin sejarah akan berbeda jika Dewanto tidak mendamaikan RPKAD dan Banteng Raiders.


Dewanto sendiri baru mengizinkan rumahnya dijaga setelah dilakukan pemakaman terhadap Pahlawan Revolusi di Kalibata.


Lepas dari tahanan AURI, Ayah dari lima putra-putri ini sempat terlunta-lunta alias tak punya pekerjaan. Karena semangatnya yang besar, apapun yang dilakoninya. Penerbang besar itu beralih profesi sebagai sopir mobil angkut barang Banten-Jakarta. Yang dibawanya tidak lagi menembakkan mesin atau roket 2,75, tapi sayuran dan kelapa. Itulah perjuangan yang Dewanto sendiri lakukan selama 3 bulan.


Pada tahun 1970, Dewanto diterima bekerja sebagai pilot pesawat sipil. Dia menerbangkan Piper PA-23 Aztec milik SMAC dari Medan ke Aceh. Namun karena kerusakan mesin, pesawat tersebut jatuh dan menimpa seluruh penumpangnya termasuk Dewanto. Dewanto meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat terbang PA-23 Aztec milik Sabang Merauke Raya AC pada tahun 1970. Jenazahnya baru ditemukan delapan tahun kemudian. Atas izin Soeharto (waktu itu presiden), jenazah pahlawan AURI yang namanya diabadikan di gedung serbaguna "Dewanto" di Lanud Iswahyudi, Madiun ini kemudian dikebumikan di TMP Kalibata setelah sebelumnya sempat disemayamkan di Mabes TNI AU Pancoran.