Ciuman Terakhir Sang Ayah: Perpisahan Jenderal Nasution untuk Ade Irma Suryani



Di ruang perawatan RSPAD Gatot Subroto, suasana hening mencubit pagi tanggal 6 Oktober 1965. Waktu seakan berhenti ketika Jenderal Abdul Haris Nasution menatap wajah pucat putri kecilnya, Ade Irma Suryani, yang terbaring lemah dengan luka tembak di tubuh mungilnya. Lima hari sudah sang pahlawan kecil berjuang menahan sakit dan kini, perjuangannya usai.


Dengan langkah berat, Jenderal Nasution mendekati kehamilan putrinya. Di tengah kesedihan yang menyesakkan dada, ia menunduk perlahan, menatap wajah Ade Irma yang begitu damai, lalu mengecup keningnya. Ciuman terakhir seorang ayah untuk anak yang gugur menjadi perisai hidupnya.


Air mata jatuh tanpa bisa ditahan. Ia tahu, sang buah hati yang dulu riang dan polos kini telah kembali ke pangkuan Tuhan. Ciuman itu bukan sekadar perpisahan, melainkan simbol cinta abadi cinta seorang ayah yang takkan luntur oleh waktu atau sejarah.


Ade Irma Suryani wafat di usia lima tahun, menjadi pahlawan termuda dalam sejarah Indonesia. Pengorbanannya bukan hanya milik keluarga Nasution, melainkan milik seluruh bangsa. Dan di balik derai air mata, ciuman terakhir itu akan selalu dikenang sebagai momen paling menggetarkan hati dalam kisah kelam G30S 1965.



(***)