RUH YANG MENOLAK DICABUT
                                            Dikisahkan dalam Kitab Daq?iq al-Akhb?r karya Imam Abdurrahim bin Ahmad al-Q?dhi, bahwa sebelum seorang hamba menemui ajalnya, Allah Subh?nahu wa Ta'?l? memerintahkan malaikat maut:
“Wahai malaikat maut, pergilah dan ambillah ruh hamba-Ku, si fulan.”
Maka malaikat maut pun melaksanakan perintah itu dengan penuh taat dan patuh. Ia turun ke bumi dan mendekati hamba yang dimaksud, suatu kehidupan yang diisi dengan amal saleh dan zikir kepada Allah.
Ketika malaikat maut mendekati mulutnya untuk mencabut ruh, tiba-tiba mulut itu berkata dengan suara lembut namun penuh keyakinan,
"Tidak bisa. Dari mulut ini selalu terucap zikir kepada Allah. Dari menerima aku memuji dan menyebut nama-Nya setiap saat."
Malaikat maut pun berhenti dan tak kuasa meneruskannya.
Lalu ia mencoba mendekati dari arah tangan si hamba. Namun tangan itu berkata,
"Jangan lewat sini. Aku telah digunakan untuk bersedekah, menulis kebaikan, dan mengusap kepala anak yatim. Bagaimana mungkin kamu mencabut ruh dari tangan yang telah Allah berkahi untuk beramal?"
Malaikat maut kembali mencari jalan lain, menuju kaki hamba itu. Tetapi kaki pun berkata,
"Aku sudah menggunakannya untuk berjalan menuju salat berjamaah, menghadiri majelis ilmu, dan melangkah di jalan kebaikan. Bukan dari arah ini ruhku akan tercabut."
Maka malaikat maut beralih ke telinga. Namun telinga itu menjawab,
"Dari telingaku terdengar kalam Allah, suara azan, dan lantunan zikir. Aku bukan tempat yang pantas bagi cabutan ruh."
Lalu malaikat mencoba dari arah mata. Tapi mata itu berkata dengan lembut,
“Aku telah digunakan untuk memandang mushaf Al-Qur'an, wajah orang tua, dan wajah para ulama. Engkau takkan bisa mencabut ruh dari sini.”
Mendengar semua jawaban itu, malaikat maut pun kembali menghadap Allah Ta'?l? dan berkata,
“Ya Rabb, aku telah berusaha dari segala arah, namun tak satu pun bagian tubuh hamba-Mu ini mengizinkan aku mengambil ruhnya.”
Lalu Allah Yang Maha Lembut berfirman kepadanya,
“Wahai malaikat maut, tulislah nama-Ku di telapak tanganmu dan tunjukkanlah kepada ruh si hamba itu.”
Maka malaikat menuliskan nama Allah di telapak tangan. Ketika ruh hamba itu melihat nama suci Allah, seketika ia keluar dari jasadnya — lembut, tenang, tanpa rasa sakit sedikit pun, seolah tertarik oleh kerinduan untuk bertemu dengan Rabb yang selalu ia zikirkan sepanjang hidupnya.
Demikianlah kematian seorang hamba yang hidupnya dipenuhi amal saleh dan cinta kepada Allah. Ia tidak mati karena terpaksa, tetapi karena rindu untuk pulang.
Wall?hu a'lam bish-shaw?b..