TRAGEDI RUNTUHNYA KERAJAAN GOWA -TALLO (1669): PENGHIANATAN DAN PEMBANTAIAN DI TANAH MAKASSAR DAN DAERAH BUGIS LAINNYA



Kerajaan Gowa-Tallo adalah salah satu kerajaan maritim terkuat di Nusantara pada abad ke-16 dan ke-17. Terletak di Sulawesi Selatan, kerajaan ini dikenal sebagai pusat perdagangan dan Islam di Indonesia Timur. Namun, pada tahun 1669, kerajaan ini mengalami kehancuran yang tragis setelah perang besar melawan VOC dan sekutunya.


Runtuhnya Gowa-Tallo bukan hanya karena kekalahan di medan perang, tetapi juga karena pengkhianatan internal dan kematian besar-besaran setelahnya.


---


Latar Belakang Perang Gowa-Tallo vs VOC


Pada pertengahan abad ke-17, Gowa-Tallo berada di puncak kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (bergelar Ayam Jantan dari Timur). Sultan Hasanuddin menolak persetujuan pada VOC (Belanda) yang ingin menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia Timur.


Belanda merasa terancam oleh kekuatan maritim Gowa dan mencari cara untuk meningkatkan kerajaan ini. Mereka kemudian bersekutu dengan Arung Palakka, seorang bangsawan Bugis dari Kerajaan Bone yang ingin membalas dendam terhadap Gowa.


Pada tahun 1666, VOC dan Arung Palakka melancarkan serangan besar ke wilayah Gowa-Tallo.


---


Perang dan Tragedi Runtuhnya Gowa-Tallo (1666-1669)


1. Pengkhianatan di Dalam Istana


Beberapa bangsawan Gowa mulai tidak setia kepada Sultan Hasanuddin karena merasa terancam dengan kebijakan kerasnya terhadap Belanda.


Sebagian pasukan Gowa diam-diam membelot dan bergabung dengan VOC serta pasukan Arung Palakka.


Hal ini menyebabkan pertahanan Gowa melemah, meskipun pasukan Sultan Hasanuddin berjuang mati-matian.


2. Pengepungan Benteng Somba Opu (1669)


Pertempuran paling dahsyat terjadi di Benteng Somba Opu, benteng utama Gowa di Makassar.


Pasukan Belanda yang dipimpin Cornelis Speelman dan pasukan Bugis dari Bone yang dipimpin Arung Palakka menyerang habis-habisan.


Setelah pertempuran sengit, benteng akhirnya jatuh.


3. Pembantaian Massal


Setelah kemenangan VOC dan Bone, terjadi pertarungan besar-besaran terhadap rakyat dan pasukan Gowa yang masih bertahan.


Ribuan orang dibunuh, termasuk banyak bangsawan Gowa yang setia kepada Sultan Hasanuddin.


Wanita dan anak-anak diculik atau diperbudak oleh pasukan Bone dan VOC.


Benteng Somba Opu dihancurkan, mengakhiri kejayaan Gowa sebagai kerajaan maritim besar.


4. Sultan Hasanuddin Dipaksa Menyerah


Sultan Hasanuddin akhirnya terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya (1669), yang membuat Gowa kehilangan kekuasaannya.


Gowa memaksa menyerahkan wilayahnya kepada VOC, dan Bone menjadi kerajaan yang lebih dominan di Sulawesi Selatan.


Sultan Hasanuddin kemudian mengasingkan diri dan meninggal beberapa tahun kemudian dalam keadaan terhina.


---


Dampak dari Tragedi Ini


1. Gowa-Tallo Tidak Pernah Pulih Sepenuhnya


Setelah runtuhnya Gowa, kerajaan ini tidak pernah kembali menjadi kekuatan besar di Nusantara.


Kekuasaan di Sulawesi Selatan beralih ke Bone yang didukung oleh VOC.


2. VOC Menguasai Perdagangan di Indonesia Timur


Dengan jatuhnya Gowa, VOC semakin bebas menguasai perdagangan di Indonesia bagian timur tanpa saingan.


3. Arung Palakka Dikenang sebagai Pengkhianat


Arung Palakka dianggap sebagai pahlawan oleh orang Bugis, tetapi bagi orang Makassar, ia adalah pengkhianat yang menyebabkan kehancuran Gowa.


---


Kesimpulan


Tragedi runtuhnya Kerajaan Gowa-Tallo bukan sekadar kekalahan dalam perang, namun juga contoh pengkhianatan, balas dendam, dan brutalitas kolonialisme. Peristiwa ini menjadi salah satu momen paling kelam dalam sejarah


#kerajaangowatallo

#sukumakassar