MARHAEN: YANG TAK PUNAH


Manifesto Jiwa Rakyat yang Terlupakan


---


“Gua bukan siapa-siapa.”


Gua tulis ini bukan dari podium politik. Bukan dari ruang kuliah. Bukan dari mimbar pesantren.

Gua tulis ini dari tempat yang sunyi—di antara tumpukan keraguan, kemarahan, dan cinta pada tiga nama: Soekarno, Agama, dan Bangsa.

Dan satu ruh: Marhaen.


Untuk sebagian orang, Marhaen adalah nama petani kecil.

Buat sebagian lagi, Marhaen adalah slogan partai.

Tapi buat gua, Marhaen lebih dalam, lebih pembohong, dan lebih kuno dari itu semua.

Marhaen adalah gelombang pemikiran dan jiwa bangsa yang telah punah.


---


I. Aspek Nasionalis – Marhaen Sebagai Tubuh Rakyat


Di tubuh Marhaen mengalir darah sejarah yang dikhianati.

Ia lahir dari tanah, tapi diinjak oleh sistem.

Ia bukan buruh. Ia bukan petani.

Ia adalah cermin kita semua—yang dijejali janji pembangunan, tapi tak pernah diajak bicara soal arah.


Bung Karno tak pernah mendefinisikan Marhaen hanya sebagai kelas ekonomi.

Ia menyebut Marhaen sebagai “manusia Indonesia yang ditindas oleh imperialisme modern.”


> “Imperialisme bukan hanya tentara asing, tapi sistem yang memiskinkan seluruh bangsa dari dalam, senyap, menyelusup.”


Marhaen adalah nasionalisme yang dihapuskan. Bukan lambang nasionalisme.

Ia tidak sekadar mencintai tanah air, tapi siap menggugat jika tanah itu dijual demi utang luar negeri.


---


II. Aspek Spiritual – Marhaen Sebagai Jiwa yang Terluka Tapi Sadar


Banyak yang bicara tentang ketuhanan, tapi sedikit yang bicara tentang Tuhan-nya Marhaen.

Tuhan yang hidup di gubuk reyot. Tuhan yang tahu rasa lapar. Tuhan yang diam-diam menangis saat rakyatnya dibantai, tapi di atas nama keamanan nasional.


Dilihatnya Bung Karno berdiri:


> “Ketuhanan yang berkebudayaan.”


Bukan simbol ketuhanan. Tapi ketuhanan yang membela papa. Yang terjadi pada penderita.


Marhaen bukan sekedar tubuh yang ditindas. Ia adalah ruh yang ditelantarkan.


> “Dan janganlah kamu bersedih, sesungguhnya kamu lebih tinggi jika kamu beriman.” (QS.Ali-Imran : 139)


Marhaen adalah spiritualitas yang tak dipajang, namun diam-diam menyala di ladang, di pasar, di warung kopi, dalam doa yang tak terdengar, dalam sistem hati yang tak peduli.


---


AKU AKU AKU. Aspek Filsafat – Marhaen Sebagai Kesadaran


Di mana Marhaen naik derajat. Ia bukan sekedar identitas sosial.

Ia adalah kesadaran eksistensial manusia yang sadar sedang berada dijajah dan memilih melawan.


Marhaen adalah manusia yang tahu dunia tidak adil. Tapi dia tak memilih diam.

Ia bukan anti kemajuan. Namun ia kritis pada narasi kemajuan yang tidak memuat moralitas dan martabat kemanusiaan.


> “Marhaen bukan subjek penderita. Tapi aktor sejarah yang terlupakan.”

"Ia tidak meminta izin untuk bangkit. Ia hanya bergerak karena dunia terlalu sunyi jika suara rakyat diredam."


---


Sekali lagi, gua bukan siapa-siapa. Tapi gua tahu, terlalu banyak orang yang paham tapi memilih diam.

Gua bukan anak partai. Gak ikut ormas. Tidak punya gelar jabatan, formal atau nonformal.

Gua cuma punya suara. Dan kalau suara ini bisa membangkitkan satu orang Marhaen yang tidur — itu sudah cukup.


Karena Marhaen tidak butuh panggung. Dia cuma butuh dibangunkan.


---


> “Marhaen bukan siapa. Ia adalah siapa pun yang ditindas tapi masih punya keberanian untuk berpikir.”


---


Untuk Kalian yang Tak Bernama, Tapi Bergerak


Gua gak tahu nama lo siapa.

Mungkin lo petani di pinggiran Brebes, tukang parkir di Makassar, buruh pabrik di Karawang, atau barista paruh waktu yang suka membaca Bung Karno diam-diam di sela jam kerja.


Tapi satu hal gua tahu:


> "Kalian adalah Marhaen. Tapi kalian gak dikasih tahu."


Kalian gerilya dalam sunyi.

Ngaji sejarah di kolom komentar.

Debat soal harga hidup di warung kopi.

Nulis puisi kemiskinan di status Facebook atau Instagram.

Ngumpulin kontribusi lewat grup WhatsApp.

Atau diam… tapi hati lo panas tiap kali lihat rakyat diinjak.


Gua nulis ini buat lo.

Buat lo yang gak punya panggung tapi punya hati.

Buat kamu yang gak pernah memikirkannya tapi tahan sakit sendirian.

Karena lo tahu ada yang salah di negeri ini—tapi gak tau harus mulai dari mana.


---


Kalian Adalah Akar. Tapi Belum Menyadari Dirinya Akar


Kalian komunitas bawah tanah yang sudah lama bergerak sendiri-sendiri.

Tapi lo gak pernah diajarin di metrik sejarah formil ataupun populer bahwa lo semua bagian dari satu jiwa: Marhaen.


> “Lo pikir lo sendirian. Padahal lo lagi ngerasain luka yang sama, kecewa yang sama, dan hasrat perubahan yang sama.”


Gue gak bilang lo salah. Tapi lo belum utuh.

Kita sudah terlalu lama dijauhkan dari akar.

Terlalu lama Marhaen dipotong dari sumbernya: keberanian berpikir, dan keyakinan untuk bergerak.


---


Jangan Cuma Cinta Bung Karno. Pahami Apa yang Dia Lawan


Lo boleh bangga memposting foto Bung Karno.

Tapi jangan berhenti di sana.


Tanya diri lo:


Ngerti kenapa Bung Karno khawatir pada “imprealisme gaya baru atau neo-kapitalisme”?


Apakah kamu sadar bahwa penjajahan hari ini gak pake instalasi, tapi pake pinjaman dan disinformasi?


Tahukah kamu bahwa Bung Karno bukan sekadar orator? Tapi pemikir gila yang ideologinya pengen nyelametin bangsa lo dari zaman yang belum datang?


---


Marhaen Hari Ini Tidak Butuh Pesta. Tapi Butuh Kesadaran


Partai bisa pecah.

Panggung bisa hilang.

Tapi kesadaran gak bisa dibunuh.


> “Marhaenisme tidak hidup di gedung. Tapi di pikiran lo yang gak rela rakyat dibodohi terus.”


Lo gak harus jadi revolusioner.

Cukup jadi orang kecil yang gak mau dibohongi lagi.


Gue tau lo lelah.

Gue tau lo takut.


Tapi satu hal:


> “Marhaen bukan soal menang atau kalah. Tapi soal berani berpikir saat semua orang diam.”


Gua gak minta lo demo.

Gua gak minta lo nyerang gak karuan.

Gua disini angkat suara bukan untuk memprovokasi.


Tapi gua minta: jangan anggap pikiran kecil lo, dan suara jiwa lo.

Karena setiap orang yang mikir—adalah waktu yang tepat untuk perubahan besar.

Jiwa lo itu senjata terakhir, terkuat buat lo bertahan dan gak hancur.


---


BUNG KARNO, FILSUF YANG MENNYAMAR


Mungkin ini kata-kata gua yang sering muncul di narasi konten sebelumnya… Penting gua sampaikan ulang supaya lo ngeh bahwa gagasan Bung Karno harus jadi bahan kajian kita dan warisan SDM bangsa untuk dicatat di forum sejarah global.


Orang sering bilang Bung Karno itu orator hebat. Presiden pertama. Sang proklamator.

Semua itu benar. Tapi belum utuh.


Karena kebenaran paling penting jarang disebut:


> "Bung Karno adalah filsuf. Tapi ia memilih menyamar sebagai pemimpin."


Kenapa?

Kalau dia jujur ??mengatakan, “Saya filosofi,” rakyat mungkin tidak akan mendengarnya.

Tapi kalau dia menggunakan bahasa rakyat, dia bisa menampilkan ide besar ke jutaan kepala dalam satu pidato.


---


Apa Itu Filsuf?


Filsuf bukan hanya orang yang mikir abstrak.

Tapi orang yang melihat dunia sebagaimana tidak tampak—tapi sebagaimana dijalankan.


Dan Bung Karno melihat itu semua.

Jauh, dalam, dan menembus batas zamannya.


---


Kejeniusan Bung Karno: Melihat yang Tak Terlihat


Tahun 1930, Bung Karno udah bilang:


> “Imperialisme bukan hanya soal penjajahan militer. Tapi sistem global yang menyerap bangsa lain secara ekonomi dan budaya.”


Itu bahkan sebelum istilah “neo-kolonialisme” menjadi bahan diskusi para intelektual dunia. Gila bukan?


---


Bung Karno Bicara Tentang Perang Gaya Baru


> “Perang zaman modern tidak selalu angkat senjata. Tapi juga bisa berupa berita palsu, utang luar negeri, dan adu domba budaya.”


Puluhan tahun sebelum orang mengenal istilah “perang hibrida” atau “perang informasi,” Bung Karno sudah membaca pola itu.


---


Bung Karno dan Timur Tengah: Seorang Visioner


Lihat sekarang konflik Iran-Israel.

Perang yang tampaknya merupakan masalah agama, namun melibatkan kepentingan ekonomi dan geopolitik.


> Bung Karno sudah membaca jauh-jauh hari: perang modern adalah teater kepentingan.

Agama hanya alat. Manusia hanya pion.


Dia pernah bilang:


> “Jangan lihat perang dari benderanya. Tapi lihat siapa yang menjual senjatanya.”


---


Bung Karno: Spiritual, Rasional, Revolusioner


Inilah yang bikin Bung Karno beda.

Dia bisa mengutip Quran, Marx, dan Nietzsche dalam satu napas.

Dia bisa bilang:


> “Ketuhanan, tapi yang berkebudayaan.”

“Keadilan, tapi yang berpihak pada wong cilik.”

“Kebangsaan, tapi bukan rasisme.”


Ini terbukti di zaman sekarang: orang doyan berdebat kusir di kolong komentar medsos dengan dalih agama, ras, atau suku, padahal isinya kosong.


Gagasan Bung Karno bukan kontradiksi. Ini dialektika.

Dia bukan abu-abu. Dia merah-putih yang tercerahkan.


---


Jadi, Kenapa Dunia Takut Bung Karno?


Karena dia tahu terlalu banyak.

Karena dia berpikir terlalu jauh.

Dan karena dia tidak bisa dibeli.


Saat dia tidak mau ikut arus Perang Dingin, dia tiba.

Saat dia lebih memilih Bandung (KAA) daripada Washington atau Moskow, dia disingkirkan.

Karena Bung Karno bukan milik siapa-siapa.

Dia hanya milik kebenaran.


---


DEKONSTRUKSI MARHAEN : SIMBOL, FITNAH, DAN KEJERNIHAN


> “Yang asli sering disebut palsu. Dan yang palsu didandani agar terlihat seperti asli.”


Begitulah nasib Marhaenisme selama puluhan tahun.

Disalahpahami. Dipelintir. Dituduh. Ditinggalkan.

Padahal ia tidak pernah mati. Ia hanya…dibungkam.


---


Apakah Marhaen Komunis?


Pertanyaan ini udah kayak mantra murahan yang diulang terus sejak Orde Baru.

Mereka lupa—atau pura-pura lupa—bahwa Marhaenisme lahir justru untuk menjaga bangsa dari ekstremisme kiri dan kanan.


> “Komunisme ingin menghapus agama. Tapi Bung Karno menanamkan Ketuhanan.”

Kapitalisme menuhankan uang.Tapi Marhaen menuhankan keadilan.


Marhaen itu jalan tengah yang tajam. Bukan netral. Tapi berposisi.

Ia melawan semua bentuk yang ditentukan—baik oleh negara, agama, pasar, atau ideologi.


---


Kenapa Simbolnya Banteng?


Karena banteng itu kuat, tapi sabar.

Banteng bukan pemangsa. Tapi jika dipukul terus, dia akan menyeruduk balik.


> “Banteng adalah simbol rakyat yang tahan lapar, tahan dihina, tapi tidak tahan diinjak harga dirinya.”


---


GUA GAK ARAHKAN, TAPI GUA DUKUNG


Lo nanya posisi gua? Sekali lagi, gua bukan kader partai, bukan ustadz, bukan akademisi, bukan influencer.


Gua cuma satu orang yang gak bisa diem kalau liat rakyat dijahatin, sejarah dibengkokin, dan Bung Karno dijadikan ikon tanpa paham idenya.


Gua gak ngajak lo ikut partai. Gua juga gak larang.


> Gue cuman bilang: “Kalau lo bergerak dengan hati nurani, lo udah di jalan yang benar.”


---


Jalan Sunyi dan Jalan Terang: Semua Layak Dihormati


> Kalau lo memilih jalan sunyi seperti gua—gerilya di pinggir medsos, nulis narasi, bikin konten pelan-pelan—itu jalan yang mulia.


> Tapi kalau masuk ke struktur, ikut partai, berani berhadapan langsung dengan sistem—itu langkah yang lebih keren, dan gua dukung sepenuhnya.


Karena kita semua punya satu cita-cita: menjaga marwah bangsa, membela yang tertindas, membangun peradaban dengan cinta.


---


Maka gua tulis ini, untuk semuanya:


> “Marhaenisme bukan ajaran mati. Tapi api yang hidup dalam siapa saja yang masih punya keberanian berpikir kritis, waras, dan penuh belas kasih.”

“Jangan takut salah jalur. Selama kamu bergerak karena kesadaran, bukan nafsu—kamu sudah berada di jalan yang benar.”


---


MANIFESTO BARU MARHAENISME


> “Yang paling ditakuti oleh sistem bukan senjata. Tapi pikiran.”


Bung Karno tahu itu. Makanya yang dia ciptakan bukan hanya revolusi politik, tapi revolusi kesadaran.


Saat ini, dunia penuh suara tapi minim makna.

Penuh gadget tapi miskin gagasan.

Marhaenisme harus bangkit lagi.

Tapi bukan sebagai dogma, bukan ideologi yang dibekukan.

Melainkan energi penciptaan baru.


---


Marhaenisme = Jiwa Digital yang Sadar


Hari ini medan perjuangan bukan hanya di ladang dan pabrik, tapi juga di:


• Facebook

• Telegram

• TikTok

• X / Twitter

• Siniar

• IG Langsung

• Forum Discord

• Grup Telegram


> “Jangan remehkan konten satu menit. Kalau isinya menyadarkan, itu adalah revolusi mikro.”


Kalau dulu rakyat butuh koran bawah tanah,

sekarang lo bisa jadi editor kesadaran di dunia maya.


---


Lo Gak Butuh Mandat. Lo Cuma Butuh Kesadaran


Bung Karno pernah bilang:


> “Jangan cari aku di masa lalu. Aku ada dalam semangat yang tidak menyerah.”


Itu benar. Lo yang nulis caption jujur.

Lo yang berani kasih edukasi tanpa dibayar.

Lo yang menjaga saudara lo yang berkata jujur.

Lo yang bijak memilah sebelum membakar isi narasi sejarah apapun.

Hal yang tetap terjadi di tengah gangguan hoaks, manipulasi, dan propaganda.


> Lo semua Marhaen digital. Bukan boneka algoritma. Tapi pencipta gelombang kesadaran baru.


---


Manifesto ini bukan instruksi. Ini panggilan hati nurani.


Lo gak perlu nunggu kaya.

Gak perlu tunggu terkenal.

Gak perlu tunggu pemilu.


Lo cuma perlu satu hal: mau jadi bagian dari gelombang perubahan.


> “Bukan perubahan dalam struktur, tapi perubahan dalam pikiran.”

“Bukan hanyalah pemberontakan, tapi mencipta.”

“Bukan sekedar kritik, tapi peradaban baru.”


---


Jadi Apa Tugas Kita Hari Ini?


1. Bangun kesadaran, bukan kebencian.


2. Ciptakan narasi, bukan hanya repost.


3. Gabungkan spiritualitas dan teknologi.


4. Bawa nilai-nilai Marhaen ke semua ruang digital.


5. Dukung siapapun yang bergerak, baik di jalan yang sunyi maupun di dalam sistem.


Setiap orang punya caranya. Dan setiap cara yang jujur ??itu bagian dari kita.


---


Maka gua akhiri narasi ini dengan satu pesan:


> “Kamu sudah berada di jalan yang benar, kalau kamu terus belajar, berpikir, dan bertindak dengan kasih.

Kalau lo pilih jalan sunyi kayak gua—gua hargai.

Kalau kamu sudah masuk ke wadah dan sistem—itu langkah keren.

Gue dukung lo semua. Karena Marhaen bukan milik siapa-siapa. Tapi merekalah yang berani jujur ??pada hati nuraninya.”


---


Suara Ini Bukan untuk Nyari Panggung, Ini Nurani


Mungkin ada yang nanya:

“Lo nyari panggung, ya?”

“Lo mau viral, ya?”

“Lo pengen siapa jadi sih nulis beginian?”


Gini, Bro.

Gua nulis ini karena nurani gua keganggu.

Gua liat sejarah Bung Karno banyak yang dipelintir.

Gua liat orang makin jauh dari ide sejatinya.

Dan gua gak bisa diam.


Gua gak punya gelar.

Gua bukan dosen, bukan ustadz, bukan kader partai.

Gua cuma orang biasa yang kebetulan ngerti, dan gak tahan ngeliat membiarkannya jadi konsumsi publik.


Gua manfaatin platform ini, bukan buat cari tepuk tangan.

Mungkin gua gak dapet apa-apa. Gak viral. Gak ngetren.

Tapi gua yakin: kalau konten ini nyampe ke kepala yang tepat, maka isinya akan nempel seumur hidup.


Gua gak pengen jadi "jajanan musiman" yang naik sebentar lalu padam.

Gua pengen bangun sesuatu yang pelan, tapi di dalam.

Yang gak sekarang sadar, tapi bikin orang mikir ulang nanti.


> “Dan kalau lo mulai ngeh—lo akan paham.Entah sekarang, atau nanti.”


---


Maka gua bilang:


Kalau lo baca ini sampai akhir, lo bukan hanya penonton. Bagian dari narasi.

Lo bukan siapa-siapa di panggung publik. Tapi lo bisa jadi siapa saja di panggung perubahan.


Dan kalau kamu sudah mulai sadar…

Berarti api Marhaen udah nemu rumahnya. Di kepala lo. Di hati lo. Di langkah-langkahnya…


---


Kalau Narasi Ini Ada Gunanya…


Lo bebas share.

Biar suara yang sunyi gak tenggelam selamanya.

Kadang satu kalimat bisa bangunin yang lagi lupa arah.

Gak harus viral. Gak harus ramai.

Cukup sampai ke hati yang masih mau dengerin.


---


Dan Kalau Lo Mau Terus Ngikutin…


Gue bakal terus tulis yang bisa gue tulis.

Tanpa paksaan. Tanpa target.

Cuma karena satu hal:


> “Kebenaran yang disuarakan, sekecil apapun, selalu lebih baik dari diam yang dibungkam.”

— Jiwa Emosi Biru


---


SEKIAN. TERIMAKASIH SUDAH MAU NYIMAK SAMPAI AKHIR BRO. MAAF KEPANJANGAN YA, MAKLUM INI MANIFESTO. 



(***)