Cucu Soeharto Menolak Nepotisme, Kesaksian Mbak Tutut Penuh Rasa Bangga dan Haru



Dalam perjalanan panjang sejarah Indonesia, isu nepotisme kerap melekat pada citra keluarga Cendana. Namun, di balik hiruk-pikuk tudingan dan persepsi masyarakat, tersimpan sebuah kisah yang menyentuh kisah tentang seorang cucu Presiden Soeharto yang memilih berdiri di atas kakinya sendiri, menolak kemudahan yang mungkin bisa ia dapatkan.


Adalah Danty Indriastuty Purnamasari Rukmana, putri dari Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut), yang pada masa kepemimpinan Soeharto berhasil menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibra) untuk peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-45. Yang membuat kisah ini begitu istimewa bukanlah posisi Soeharto sebagai Presiden kala itu melainkan tekad Danty untuk menjalani semuanya tanpa campur tangan keluarga Cendana.


Menurut kesaksian Mbak Tutut melalui blog pribadinya, ia bahkan tidak mengetahui bahwa putrinya mengikuti seleksi Paskibra. Danty meminta agar keluarganya membiarkan berjuang sendiri, tanpa kenyamanan fasilitas atau bantuan pengaruh ayah dan ibunya.


Dengan penuh keberanian, Danty berkata kepada orang tuanya:


> “Papa dan mama, doakan Danty berhasil. Kalau Danty tidak lolos, maafkan Danty. Tapi jika berhasil, Danty ingin semua tahu bukan karena eyang jadi Presiden.”


Saat itu, Danty masih duduk di bangku SMA Labschool Rawamangun, Jakarta. Dalam proses seleksi, ia memastikan bahwa tak seorang pun tahu bahwa dirinya adalah cucu Soeharto. Baru setelah ia terpilih menjadi anggota Paskibra, identitasnya terungkap.


Ketika pelatihan berlangsung di Cibubur, kecemasan seorang ibu pun menggerakkan hati Mbak Tutut untuk menjenuk putrinya. Namun, lagi-lagi Danty menunjukkan keteguhan sikap yang matang untuk usianya:


> “Mama, jangan datang ya. Teman-teman yang lain juga tidak ada yang dijenguk. Kalau mama datang, aku malu. Doakan saja.”


Dan akhirnya, kerja keras itu membuahkan hasil yang indah. Danty tampil sebagai pembawa Bendera Pusaka dalam upacara kenegaraan yang sakral. Ketika momen bersejarah itu berlangsung, Mbak Tutut mengaku tidak sanggup menatap Danty air mata kebanggaan terlalu berat untuk ditahan.


Di hadapan seluruh rakyat Indonesia, Danty Rukmana, perwakilan DKI Jakarta, menerima bendera dari tangan Presiden Soeharto sang kakek bukan sebagai cucu seorang penguasa, tetapi sebagai anak bangsa yang berjuang dengan kemampuan dan keringatnya sendiri.


Sebuah kisah yang mengajarkan arti integritas, harga diri, dan keberanian melawan stigma.



(***)