Sekilas Sejarah Prosesi Hanta U'a Pua Kesultanan Bima
PROSESI HANTA U’A PUA
Majelis Adat Sara’ Dana Mbojo yang didukung oleh Pemerintah Kabupaten Bima serta Pemerintah Kota Bima menggelar Prosesi Upacara Hanta U’a Pua yang akan dilaksanakan pada tanggal 26 – 29 Oktober 2023 yang bertempat di Istana Kesultanan Bima. Rangkaian Prosesi Adat Hanta U’a Pua, selain menampilkan berbagai kesenian dan tarian klasik juga akan dirangkai dengan pesta rakyat dan Bazar UMKM.
Terkonfirmasi, beberapa Kesultanan Nusantara dijadwalkan akan menghadiri prosesi adat serta berbagai paguyuban juga akan berpartisipasi dalam acara tersebut. Diantaranya, paguyuban Jawa timur, Jawa Barat, Lombok, Minang dan Makassar.
Rangkaian prosesi Upacara hanta U’a Pua ini ada beberapa tahapan yang harus di lalui diantaranya Mbolo Ro Dampa (musyawarah untuk mencapai mufakat) untuk persiapan acara, pada malam sebelum Hanta U’a Pua dilaksanakan didahului dengan melaksanakan “Ziki Molu” (lantunan zikir barzanji dan do’a-do’a).
Hadir dalam acara ini adalah anggota majelis Adat dengan melakukan “Doho Sara”. Pembacaan barzanji bersamaan dengan daun pandan dipotong tipis-tipis yang dicampur kembang dan wangi-wangian untuk dibagikan kepada anggota Majelis Adat, peserta zikir dan tamu.
Upacara adat Hanta U’a Pua dilaksanakan di Kesultanan Bima yang didahului iring-iringan Uma Lige yang diusung oleh 44 orang pria sebagai simbol melambangkan keberadaan “Dari” Mbojo yakni kelompok asli Dou Dana Mbojo yang terbagi menurut 44 jenis keahlian di dalam istana Bima.
Uma Lige di usung/angkat secara bergantian dari Kampung Melayu, Kampung Sarae, dan Kampung Paruga yang kesemuanya berjumlah 132 (44 orang x 3 kampung). Di atas Uma lige atau Mahligai berdiri 4 orang Penari Lenggo Putri Istana dan 4 Penari Lenggo Mone dari Melayu serta penghulu Melayu yang membawa Al-Quran untuk diserahkan kepada sultan sebagai peringatan pengislaman di Bima dibawa oleh para mubaligh Melayu. Selain itu terdapat 99 “Dolu Bareka” atau bunga telur untuk dibagikan kepada Sultan dan kerabat istana.
Acara diawali pada pukul 06.00 yang ditandai dengan membunyikan tambur La macan dan gendang selama kurang lebih 15 menit di “Lare-Lare” atau pintu masuk istana Bima menandakan akan diselenggarakan perhelatan besar di istana Bima agar masyarakat dari segala penjuru datang menyaksikan acara tersebut.
Atraksi Seni Budaya dari para seniman dan pendekar dari berbagai desa juga turut memeriahkan rangkaian iring-iringan penghulu Melayu di dalam Uma Lige yang di arak, pada iringan ini akan ada pasukan Jara Wera sebagai pembuka jalan kemudian pasukan Jara Sara’u, Anggota Laskar Suba Na’e dan Penari Sere.
Setiba di Istana Penghulu Melayu menyerahkan U’a Pua dan Al-Qur’an (Hanta Karo’a) kepada Sultan Bima dimana tujuan penyerahan Al-Qur’an ini adalah untuk mengingatkan pemerintah dan masyarakat bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum dan konsep tatanan pemerintahan yang harus dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mengajak para pemimpin dan masyarakat agar tetap dan terus membaca Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Sultan dan Penghulu Melayu duduk berdampingan dan menyaksin atraksi seni seperti Tari Lenggo dan lainnya. Di akhir Upacara Hanta U’a Pua dibagikan Dolu Bareka (bunga telur) kepada para pengunjung.
Acara Hanta U’a Pua kali ini akan dilaksanakan dengan meriah, melibatkan seluruh masyarakat Bima Kota dan Kabupaten, iring-iringan bunga telur “Dolu Bareka” bukan hanya dibawa oleh penghulu Melayu saja tapi juga akan dibawa oleh perwakilan Kecamatan yang ada di Kota Bima berjumlah 5 kecamatan dan Kabupaten Bima yang berjumlah 18 Kecamatan.
Nantinya Dolu Bareka ini akan dibagikan untuk masyarakat Bima yang menyaksikan acara tersebut. Iring-iringan akan dimulai dari Kampung Melayu melewati Kampung Sarae dan Kampung Paruga menuju Istana Kesultanan Bima.
Selain pembagian Dolu Bareka. Acara Hanta U’a Pua juga akan dimeriahkan oleh tari-tarian klasik Istana Bima yang sakral, tari-tarian istana yang ditampilkan sarat akan kandungan makna. Tari-tarian tersebut adalah Tari Karaengnta, Katubu, Lenggo U’a Pua, Lenggo Siwe, Toja, Lengsara dan Mpa’a Sampari.
HANTA U’A PUA
U’a Pua dalam bahasa melayu disebut Sirih Puan yang melambangkan kesejahteraan dan keterbukaan kepada tamu adalah satu rumpun tangkai bunga telur (Dolu Bareka) berjumlah 99 buah (sesuai Asmaul Husnah) yang terbuat dari telur ayam rebus dan dibungkus dengan kertas minyak beraneka warna, tangkainya terbuat dari bambu yang ditancapkan dalam satu wadah segi empat bersamaa dengan daun sirih dan pinang ditengah-tengah rumpun bunga telur tersebut di letakkan Kitab Suci Al-Qur’an. U’a Pua di tempatkan di tengah Uma Lige atau Rumah Mahligai.
Uma Lige atau Rumah Mahligai merupakan rumah yang berbentuk segi empat berukuran 4 x 4 meter dimana ke empat sisinya terbuka, memiliki nilai filosofi digambarkan sebagai suatu kerajaan atau kesultanan dimana atap Uma Lige yang mempunyai urutan paling atas sebagai Pemerintahan, di tengah-tengah ada Kitab suci Al-Qur’an sebagai sumber hukum dan konsep tatanan kepemerintahan kemudian Ulama sebagai transformasi dan peyampai nilai AL-Qur’an pada masyarakat.
Upacara Hanta U’a Pua dilaksanakan pertama kali pada 15 Rabiulawal 1070 atau hari Senin 1 Oktober 1659 pada masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin Sultan Bima ke-2 setelah Islam masuk di tanah Bima. Upacara adat ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Maulud Nabi besar Muhammad SAW, dan juga sekaligus untuk memperingati masuknya Islam di Kesultanan Bima yang di bawa oleh para Mubaligh yang berasal dari Melayu, serta untuk menghormati jasa Ulama Melayu yang telah menyebarkan Islam di tanah Bima.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Hanta Ua Pua ini diantaranya, Nilai Sosial menjadi ajang silaturahmi dan gotong royong antara pihak istana dan masyarakat. Nilai Spiritual yaitu Syiar Islam di Bima, menumbuhkan dan menambah rasa cinta kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai Hawo Ra Ninu (orang yang dimuliakan) dan penghormatan pada para ulama dan keluarganya.
Nilai Pendidikan terutama pendidikan agama sebagai pondasi karakter dan ahlak yang baik dimana Nabi Muhammad SAW sebagai Role Model. Selanjutnya, Nilai Ekonomi menjadi event wisata yang mampu menarik wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara yang akan memberikan multy player efect bagi peningkatan ekonomi masyarakat. (***)
Artikel ini, dirilis oleh :
Hj. Ferra Amelia, SE.,MM / Majelis Adat Sara’ Dana Mbojo