Merdeka Belajar, Ikhtiar Memperkuat Pilar Pendidikan
BRAFOPMK - Sejak pertama kali diluncurkan, Program Merdeka Belajar sukses mengakselerasi kualitas pendidikan di Tanah Air. Melalui program tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi berhasil memperkuat beragam aspek pendidikan. Mulai dari kurikulum, penguatan siswa dan tenaga pengajar (SDM), hingga bantuan-bantuan pendidikan.
Merdeka Belajar adalah suatu pendekatan yang dilakukan agar siswa dan siswa dapat memilih pelajaran yang diminati. Hal ini dialkukan agar para siswa dan siswa dapat mengoptimalkan bakatnya dan dapat memberikan kontribusi yang paling baik dalam berkarya bagi bangsa.
Menteri Dikbudristek, Nadiem Makarim mengatakan bahwa Merdeka Belajar merupakan konsep pengembangan pendidikan di mana seluruh pemangku kepentingan diharapkan menjadi agen perubahan (agent of change). Para pemangku kepentingan tersebut meliputi keluarga, guru, institusi pendidikan, dunia industri, dan masyarakat.
Terdapat tiga indikator keberhasilan program Merdeka Belajar yang digagas kementeriannya. Yakni partisipasi siswa-siswi dalam pendidikan Indonesia yang merata, pembelajaran yang efektif, dan tidak adanya ketertinggalan anak didik.
“Ketiga indikator tersebut dapat tercapai antara lain dengan perbaikan infrastruktur dan teknologi pendidikan. Infrastruktur kelas di masa depan harus lebih baik dari hari ini. Kemudian platform pendidikan nasional berbasis teknologi juga harus digalakkan,” ujar Nadiem belum lama ini.
COVID 19.Namun, ia menyatakan tidak merombak kurikulum 2013.
“Jadi kita mengikuti filsafat kemerdekaan, kemerdekaan belajar dan kita beri sekolah tiga opsi sesuai dengan kesiapan masing-masing,” jelas Nadiem.
Dengan kurikulum baru ini, dia mengatakan, struktur kurikulum akan lebih fleksibel dan jam pelajaran yang ditargetkan untuk dipenuhi dalam satu tahun. Fokusnya pun pada materi yang esensial sehingga pencapaian pembelajaran diatur per fase, bukan per tahun.
Kurikulum ini kata Nadiem juga memberikan keleluasaan bagi guru menggunakan berbagai perangkat terbuka sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru juga akan digunakan agar guru bisa mengembangkan praktik mengajar secara mandiri.
Menurutnya, dengan Kurikulum Merdeka, tidak ada lagi program peminatan di SMA. Peserta didik dapat memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat dan aspirasinya. Sedangkan guru bisa mengajar sesuai tahap pencapaian dan perkembangan peserta didik.
Bagi sekolah, diberikan kewenangan untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didiknya. Pembelajaran pun melalui kegiatan proyek sehingga memberikn kesempatan luas kepada peserta didik mengeksplorasi secara aktif isu-isu aktual seperti lingkungan hingga kesehatan.
“Berarti dia tidak terkotak-kotak pada IPA atau IPS saja. Mereka bisa memilih sebagian IPA sebagian IPS dan itu sudah dilakukan di banyak program-program kurikulum internasional dan di negara-negara maju,” ungkap Nadiem.
(***)