Gonta-ganti kurikulum di Indonesia: apa sebabnya?
Pernyataan “ganti pemerintah, ganti kriteria” sudah sering muncul di masyarakat. Perubahan kurikulum seolah-olah menjadi hal yang lumrah setiap kali pemerintahan berganti.
Perubahan kurikulum sendiri adalah siklus normal yang terjadi di banyak negara. Data tahun 2020 dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), organisasi internasional dari 38 negara yang berkomitmen pada demokrasi dan pasar ekonomi, Menyebutkan bahwa negara-negara dengan kinerja terbaik yang terkenal dengan sistem pendidikannya, juga memiliki siklus rutin kurikulum.
Sebut saja Jepang (siklus 10 tahunan), Singapura (siklus 6 tahunan), Finlandia (siklus 10 tahunan) dan Ontario, Kanada (siklus 7 tahunan) . Siklus rutin ini diperlukan untuk meninjau kembali kurikulum yang digunakan sebagai dasar untuk menilai apakah kurikulum tersebut masih relevan.
Di Indonesia, sejak pertama kali diterapkan pada tahun 1947, perubahan iklim telah terjadi beberapa kali yaitu, masa kemerdekaan dan orde lama (1952 dan 1964), masa orde baru (1968, 1975, 1984, dan 1994), serta era reformasi dan setelahnya (2004, 2006, 2013, 2022).
kurikulum 1984 juga mempertegas adanya faktor penguatan ideologi negara dalam perubahan kurikulum.
3. Kebijakan dan arah pembangunan pemerintah
Pengaruh faktor ini sudah terlihat sejak kurikulum pertama tahun 1947 dalam upaya pemerintah untuk menghapus pengaruh pendidikan Belanda.
Selain itu, desentralisasi kebijakan atau pemberian wewenang kepada pemerintah daerah otonom di era reformasi juga mempengaruhi kurikulum 2004 dan 2006. Kedua kurikulum ini mulai memberikan otonomi lebih kepada sekolah dan universitas untuk menyusun kurikulum operasional sesuai semangat desentralisasi.
Kurikulum 2004, yang dikenal juga sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diterapkan sebagai respons terhadap perubahan struktural sistem pemerintahan Indonesia pasca orde baru, dari pemerintahan terhenti (sentralisasi) menjadi desentralisasi .
Hanya berselang dua tahun kemudian, kurikulum 2006 diterapkan pada tingkat operasional di setiap satuan pendidikan, yang berarti sekolah memiliki otonomi lebih dalam merancang kurikulumnya sendiri .
4. Dinamika di masyarakat
Perubahan kurikulum juga menanggapi ketidakpuasan masyarakat atas sistem pendidikan dan hasil pendidikan. Kurikulum 2013, misalnya, merupakan reaksi atas kritikan masyarakat karena rendahnya hasil belajar siswa .
Selain kurikulum 2013, kurikulum merdeka juga lahir karena alasan serupa yaitu siswa dianggap terlalu dibebani dengan aspek kognitif dan kemampuan siswa Indonesia yang tidak menggembirakan, terutama kaitannya dengan skor PISA.
Kurikulum merdeka memberikan kebebasan kepada sekolah untuk mewujudkan operasionalisasi dengan melihat konteks, sumber daya, dan kebutuhan sekolah masing-masing dengan tetap mengikuti pencapaian pembelajaran yang ditetapkan pemerintah.
Meski telah berulang kali mengubah kurikulum, sulit untuk mengatakan bahwa perubahan kurikulum di Indonesia didasarkan pada perencanaan jangka panjang atau mengikuti siklus tertentu layaknya negara-negara yang berkinerja terbaik di atas.
Seringkali, proses reformasi kurikulum dilakukan tanpa perencanaan jangka panjang atau penyusunan strategi ( blue print ) yang menurut OECD memang membutuhkan waktu untuk merumuskannya. Tak heran jika masyarakat luas percaya bahwa pergantian pemerintah akan otomatis diikuti dengan pergantian kurikulum.
Kalau sudah begitu, melihat tren dan sejarah perubahan kurikulum di Indonesia, apakah kurikulum akan kembali bergantian setelah pemilu 2024 nanti?
(***)